Antara Sahabat Dan Rahasia

Malam itu, Putri tak bisa tidur.

Kata-kata Celine masih bergema di kepalanya: “Arka… aku suka dia sejak lama.”

Kamar kecilnya yang dindingnya mulai pudar terasa semakin sesak. Di meja belajarnya, buku catatan puisi terbuka, menunggu disentuh. Putri mengambil pena, mencoba melarikan diri ke dunia kata-kata, tapi bahkan puisinya terasa hampa.

“Apa arti kata kalau hatiku tak lagi bisa jujur?

Apa arti sahabat jika aku harus mengorbankan diriku?

Apa arti cinta, jika harus menyakitkan sejak awal?”

Ia menulis dengan tangan bergetar, matanya panas menahan tangis.

Di luar, terdengar suara ayahnya batuk keras. Pak Rahman baru saja selesai membaca kitab usang di ruang tamu. Ia selalu duduk sendirian malam-malam, seperti orang yang sedang menunggu sesuatu yang tak akan pernah kembali.

“Putri, sudah tidur?” tanyanya dari luar kamar, suaranya berat tapi tidak penuh kasih.

Putri buru-buru menutup bukunya. “Sudah, Yah.”

Hening sejenak. Lalu suara ayahnya berkata pelan, tapi tajam, “Jangan lupa, hidup ini bukan tentang menulis. Kau harus jadi orang nyata, bukan penyair melamun.”

Putri memejamkan mata. Kalimat itu menancap lebih tajam daripada pisau. Seakan semua yang ia cintai, semua yang membuatnya bertahan, dianggap tidak ada artinya.

Keesokan harinya, Putri berangkat ke kampus dengan langkah berat. Celine sudah menunggunya di gerbang, tersenyum cerah seperti biasa, seolah tidak ada apa-apa yang diucapkan kemarin.

“Put, nanti sore ikut rapat panitia festival, kan?” tanya Celine riang.

Putri mengangguk, meski hatinya penuh ragu. Ia ingin menanyakan banyak hal—kenapa Celine memilih waktu itu untuk mengaku, kenapa tiba-tiba bicara tentang Arka—tapi lidahnya kelu.

Di tengah percakapan itu, tiba-tiba Arka muncul. Ia membawa setumpuk kertas, terlihat sibuk tapi tetap menyapa dengan senyum ramah.

“Pagi, Putri. Pagi, Celine,” ucapnya.

Senyum Celine melebar, menyahut cepat. “Pagi juga, Arka.”

Putri hanya mengangguk kecil. Ada rasa canggung yang mengikatnya, seolah ia sedang mencuri sesuatu yang bukan miliknya.

Arka menoleh ke arah Putri, matanya teduh. “Aku semalam baca lagi puisimu. Tentang ‘rumah yang hilang’. Itu… luar biasa.”

Celine menatap keduanya, matanya berubah sekejap sebelum kembali menampilkan senyum. Hanya Putri yang sempat menangkap perubahan itu.

“Terima kasih,” jawab Putri pelan, sambil menunduk.

Sore hari, rapat panitia berlangsung di aula kampus. Suasana riuh, semua orang sibuk membicarakan dekorasi, tata panggung, hingga daftar acara. Putri duduk agak menyendiri, sibuk dengan catatan.

Arka datang menghampiri, duduk di sampingnya. “Putri, aku ada ide. Bagaimana kalau puisimu dibacakan langsung oleh penulisnya saat pembukaan? Itu pasti berkesan sekali.”

Putri kaget, matanya melebar. “Tidak mungkin. Aku… aku tidak bisa.”

“Kenapa?” tanya Arka heran.

Putri menunduk. “Karena puisiku bukan untuk didengar orang banyak. Itu… rahasiaku.”

Arka terdiam sejenak, lalu tersenyum tipis. “Kadang, rahasia yang dibagi justru bisa menyembuhkan.”

Ucapan itu membuat dada Putri bergetar. Ia menoleh, dan untuk pertama kalinya, tatapannya bertemu lama dengan mata Arka. Ada kehangatan yang nyaris membuatnya lupa bernapas.

Namun, momen itu runtuh saat Celine datang membawa map berisi dokumen. Ia melihat keduanya, lalu meletakkan map di meja dengan sedikit keras.

“Put, jangan dipaksa kalau nggak mau,” ucap Celine, nada suaranya terdengar biasa, tapi ada ketegangan di baliknya.

Arka menoleh ke Celine, tersenyum sopan. “Aku hanya memberi saran.”

“Ya, aku tahu,” jawab Celine cepat, matanya tak lepas dari Putri.

Putri merasakan ada sesuatu yang mulai berubah. Sahabat yang biasanya menjadi sandaran kini seolah menjelma menjadi bayangan gelap yang mengintai setiap langkahnya.

Malamnya, di kamar, Putri kembali menulis. Kali ini baitnya lebih getir:

“Sahabatku tersayang,

haruskah kita berbagi rasa yang sama?

Jika cinta adalah pisau,

maka akulah yang akan terluka duluan.”

Air matanya jatuh ke atas halaman, membuat tinta meluber. Untuk pertama kalinya, Putri merasa puisi tak cukup kuat untuk menahan badai yang akan datang.

Terpopuler

Comments

Rindu 21

Rindu 21

sungguh tega may pda Putri

2023-10-10

1

amanda 1998

amanda 1998

asik bagus bener

2023-10-10

1

Ajeng

Ajeng

like

2023-10-09

1

lihat semua
Episodes
1 Kata Yang Menyembunyikan Luka
2 Antara Sahabat Dan Rahasia
3 Retakan Yang Tak Twrlihat
4 Saat Senyum Menjadi Luka
5 Panggung Yang Membuka Luka
6 Pertemuan Yang Membakar
7 Pak Dodi Datang Lagi ?
8 Kabar Duka
9 Sudah Mengikhlaskan
10 Ibu Mencari Nafkah
11 Banyak Pembeli
12 Banyak Masalah Di Warung Ibu
13 Pelaku Dipaksa Mengaku
14 Cemburu
15 Maya Akhirnya Tau Tentang Ibunya
16 PDKT Pak Dodi
17 Tak Tertarik Dengan Tawaran
18 Ungkapan Yang Kedua Kali
19 Tatapan Begitu Dekat
20 Apakah Ini Yang Namanya Cinta ?
21 Sertifikat Rumah
22 Mencari Tau
23 Gilang Cemburu Kepada Bagas
24 Kalau Tidak Di Belikan Motor Tidak mau Sekolah
25 Ke Rumah Siska
26 Perdebatan
27 Bagas masih belum Menyerah
28 Pertikaian Semakin Memanas
29 Hubungan Diam-Diam
30 Gilang Dan Bagas Berdamai
31 Beli Buku Puisi
32 Api Unggun
33 Membuat Laporan kejadian Di Warung
34 menunggu jawaban 1 Minggu
35 Putri setuju apapun keputusan ibu
36 Jawaban Sesuai Harapan
37 Dapat Rangking 5
38 Persiapan Studi tour
39 OTW Studi Tour
40 Di Lokasi Wisata
41 Ibu Jumaroh Dan Pak Dodi Menikah
42 Bulan Madu
43 Pak Dodi Terungkap
44 Memaafkan Demi Anak-anak
45 papah di Tahan
46 Mamah Pergi Selamanya
47 Putri Dan Maya Harus Merawat Sang Adik
48 Putri Memutuskan Berhenti Sekolah ?
49 Urungkan Niat
50 Puisi Di Kira Anak Putri
51 Putri Kembali Sekolah
52 Di Sekolah Putri Teringat Dengan Puisi
53 Sulitnya Keuangan
54 terpaksa menjual Hp Ortu
55 puisi sedang sakit
56 karena Rindu
57 rasa Rindu terobati
Episodes

Updated 57 Episodes

1
Kata Yang Menyembunyikan Luka
2
Antara Sahabat Dan Rahasia
3
Retakan Yang Tak Twrlihat
4
Saat Senyum Menjadi Luka
5
Panggung Yang Membuka Luka
6
Pertemuan Yang Membakar
7
Pak Dodi Datang Lagi ?
8
Kabar Duka
9
Sudah Mengikhlaskan
10
Ibu Mencari Nafkah
11
Banyak Pembeli
12
Banyak Masalah Di Warung Ibu
13
Pelaku Dipaksa Mengaku
14
Cemburu
15
Maya Akhirnya Tau Tentang Ibunya
16
PDKT Pak Dodi
17
Tak Tertarik Dengan Tawaran
18
Ungkapan Yang Kedua Kali
19
Tatapan Begitu Dekat
20
Apakah Ini Yang Namanya Cinta ?
21
Sertifikat Rumah
22
Mencari Tau
23
Gilang Cemburu Kepada Bagas
24
Kalau Tidak Di Belikan Motor Tidak mau Sekolah
25
Ke Rumah Siska
26
Perdebatan
27
Bagas masih belum Menyerah
28
Pertikaian Semakin Memanas
29
Hubungan Diam-Diam
30
Gilang Dan Bagas Berdamai
31
Beli Buku Puisi
32
Api Unggun
33
Membuat Laporan kejadian Di Warung
34
menunggu jawaban 1 Minggu
35
Putri setuju apapun keputusan ibu
36
Jawaban Sesuai Harapan
37
Dapat Rangking 5
38
Persiapan Studi tour
39
OTW Studi Tour
40
Di Lokasi Wisata
41
Ibu Jumaroh Dan Pak Dodi Menikah
42
Bulan Madu
43
Pak Dodi Terungkap
44
Memaafkan Demi Anak-anak
45
papah di Tahan
46
Mamah Pergi Selamanya
47
Putri Dan Maya Harus Merawat Sang Adik
48
Putri Memutuskan Berhenti Sekolah ?
49
Urungkan Niat
50
Puisi Di Kira Anak Putri
51
Putri Kembali Sekolah
52
Di Sekolah Putri Teringat Dengan Puisi
53
Sulitnya Keuangan
54
terpaksa menjual Hp Ortu
55
puisi sedang sakit
56
karena Rindu
57
rasa Rindu terobati

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!