"Jadi ini yang harus aku lakukan? atau ada hal lainnya?" Vino menatap Rayyan dan berkas ditangannya secara bergantian.
"Sementara itu saja. Jangan anggap sepele karena aku yakin ada orang besar berdiri dibelakangnya. Satu lagi, Berhati-hatilah."
Vino mengangguk pelan, hanya 1 lembar dengan beberapa catatan ditangannya namun demikian semua tak sesimpel yang dibayangkannya.
Sengketa tanah yang sebenarnya sudah beres menjadi pemicu awal ditambah lagi adanya sabotase yang mengakibatkan kecelakaan kerja menimpa beberapa pekerja termasuk mandor sendiri.
"Kau mau menginap disini, atau..?"
"Pulang lah, disini aku cuma bisa memandangi langit kamar. Kalau dirumah tentu aku punya selimut hangat yang bisa ku peluk dan ku manja. Emang kamu."
"Ckck, mentang mentang sudah punya bini kau ini." Rayyan mendengus.
Vino tergelak mendengar gerutuan sahabatnya tersebut. Sudah sangat lama keduanya tak bertemu meski komunikasi masih terjalin dengan baik meski hanya sekedar bertanya kabar mengingat kesibukan mereka terutama Rayyan.
"Saat semuanya selesai, aku akan merekomendasikan mu untuk menjaga cottage. Jika semua berjalan sesuai rencana, Tuan Raka juga akan mendirikan hotel disini."
Vino menganggukkan kepalanya. Pekerjaan freelance yang dijalaninya selama ini terkadang tak bisa diandalkan. Vino akan berkerja jika ada job,baik itu dari biro yang menaunginya atau hasil pribadi. Makhlum, memilih tetap ditinggal di kota yang belum semaju dan seramai ibu kota tentu ada tantangan tersendiri yang harus dia hadapi. Beruntung dia memiliki istri yang pengertian dan membantu membuka warung sembako guna mencukupi kebutuhan keluarga kecil mereka sehari harinya.
"Baiklah, aku pulang dulu!! Secepatnya aku akan memberikan kabar padamu."
Rayyan mengangguk dan hanya menatap sahabatnya tersebut berlalu sebelum benar-benar hilang di balik pintu pagar villa. Sepeninggal Vino, Rayyan kembali masuk kedalam kamarnya. Membersihkan diri sebelum akhirnya mengistirahatkan badannya yang lelah.
.
.
"Tapi yah, kenapa harus secepat ini? Bukannya waktu itu ayah bilang terserah Rani?"
Rani berujar pelan dengan lelehan air mata di kedua pipinya.
Dia yang mati matian berusaha untuk terlihat baik baik saja selama ini akhirnya runtuh juga ketika sang ayah mengatakan jika acara pernikahannya dipercepat menjadi bulan depan.
"Kenapa? mau bulan depan atau tahun depan hasilnya akan sama saja. Atau kamu sengaja ingin mengulur-ulur waktu untuk menunggu bajingan itu kembali? jangan harap ayah akan merestui mu dengannya."
"Keputusan ayah sudah bulat, dan nak Ardi juga sudah setuju untuk itu. Jadi jangan sampai kamu mengecewakan ayah, apalagi punya pemikiran bodoh untuk menggagalkan semuanya." Pak Dewo menatap tajam putrinya yang kini hanya mampu terisak dalam pelukan sang ibu.
Sejak kecil, Rani anak yang ceria. Bahkan keluarganya sangat bahagia kala itu. Tapi semua berubah saat kakak nya meninggal dalam sebuah kecelakaan. Polisi yang menangani kasus tersebut mengatakan jika kakak Rani mengemudi dalam keadaan mabok. Namun pihak keluarga membantah keras hal tersebut terutama pak Dewo.
Pria paruh baya tersebut melakukan penyelidikan mandiri. Dari sana dirinya mengetahui fakta jika putranya sering terlibat bersama anak anak jalanan. Bahkan pak Dewo sempat menyatroni tempat mereka berkumpul dan disana pulalah dirinya melihat wajah Rayyan untuk pertama kalinya.
"Kamu harus bersabar, ayahmu melakukan ini semua juga demi kebaikanmu sendiri."
"Tapi Rani nggak mencintai Ardi, bu."
"Ibu tahu. Dulu, ibu juga tidak mencintai ayahmu. Ibu bahkan sangat membencinya kala itu. Ayahmu terus saja datang menemui kakekmu untuk melamar ibu meski ibu tak pernah memberi respon apapun padanya. Sampai akhirnya kami menikah pun, cinta itu belum ibu rasakan. Akan tetapi sejalan dengan waktu cinta itu hadir dan membuat ibu sadar bahwa ayahmu sangatlah berarti."
"Sebaiknya kamu beristirahat, percayalah, tak ada satupun orang tua yang mengharapkan anaknya terluka." Ibu mengusap pelan pundak Rani sebelum pergi meninggalkan gadis itu sendiri dalam kamarnya.
Cek lek.
Bu Dewo masuk kedalam kamarnya, menutup pintu dengan pelan sebelum melangkah mendekati suaminya yang sedang berdiri menatap kearah luar dari jendela kamar yang dibiarkan nya terbuka.
"Dia sudah tidur?"
"Belum. Apa tindakan kita ini tak keterlaluan mas."
"Tidak!! hanya ini jalan satu satunya untuk menyelamatkan hidupnya. Aku nggak mau dia terjerumus semakin dalam."
"Tapi apa sebenarnya alasan bapak menolak pemuda itu. Yang ibu lihat dia sangat baik dan sopan."
"Kita sudah mengenal Ardi sejak kecil. Kita tahu bagaimana tabiat serta baik buruknya dia."
"Tapi kita nggak bisa menilai orang dari luarnya saja. Setidaknya kita masih punya waktu untuk mengenalnya. Aku kasihan dengan Rani, mas."
"Sudahlah Aku tak ingin lagi berdebat. Seperti yang ku katakan jika pernikahan mereka akan dilaksanakan bulan depan jadi lebih baik kamu persiapkan segalanya." Bu Dewo tak lagi mengeluarkan suaranya, wanita itu hanya mengangguk dan memilih untuk berlalu.
"Andai kamu tahu jika anak itu adalah anak dari bajingan Sanjaya. Mungkin kamu pun akan punya pemikiran sama denganku." Pak Dewo menatap punggung sang istri yang perlahan menjauh dengan tatapan nanar.
.
.
Rayyan berjalan dengan langkah tegap. Ditemani Pak Yakup, mandor sementara yang ditunjuk untuk menggantikan mandor lama yang sedang cidera. Keduanya berjalan mengelilingi lokasi pembangunan Cottage. Dengan mata elang nya Rayyan memperhatikan sekeliling.
Wajahnya yang datar benar-benar tak menunjukkan gelagat apapun. Tak ada suara yang keluar dari bibirnya. Pak Yakup yang sejak tadi mengekori langkahnya sampai dibuat membeku. Lelaki 35 tahun tersebut nampak mengusap peluh dikeningnya beberapa kali. Bukan hanya karena cuaca yang memang sedang panas panasnya ditambah lagi dengan sikap dingin yang ditunjukkan Rayyan membuatnya semakin tertekan.
"Jadi dibagian mana tepatnya bagunan yang runtuh kemarin, pak?"
"Eh.. Anu di disebelah utara Tuan." Gagap, suara Pak Yakup bahkan sedikit bergetar. Meski demikian Rayyan tak juga menunjukkan senyumnya. Hanya sebelah alisnya saja yang tertarik keatas seolah menjadi tanda jika dirinya ingin menuju tempat itu.
Dengan sigap pak Yakup menunjukkan jalan sementara Rayyan mengekor di belakangnya.
Polisi line masih berada disana meski penyelidikan sudah selesai. Pembangunan Cottage pun terpaksa dihentikan untuk beberapa waktu. Meski urusan dengan pihak kepolisian telah selesai dan menunjukkan jika kesalahan bukan berada dipihak perusahaan tapi kelalaian para pekerja itu sendiri tidak serta merta membuat Raka puas.
Para pekerja nya telah melakukan pekerjaan sesuai dengan prosedur yang ada. Safety dalam bekerja pun sangatlah dianjurkan.
"Pak, boleh minta tolong ambilkan saya minum? sementara saya akan melihat lihat keadaan disini."
"Baik tuan, sebentar saya ambilkan." Pak Yakup segera berlalu setelah Rayyan mengatakan jika dia menaruh botol minumannya di ruangan yang dijadikan kantor sementara.
Sepeninggal pak Yakup, Rayyan mendongakkan wajahnya ke atas. Langkahnya kembali maju, kali ini Rayyan memilih berjongkok disisi reruntuhan.
"Kenapa ada pembatas dan sepertinya diberi tanda. Begitu juga dengan reruntuhan ini seolah memang sedang direncanakan. Seharusnya atap yang sudah di cor selama seminggu juga tak serapuh ini." Gumamnya dalam hati namun posisinya masih disana tak beranjak hingga Pak Yakup kembali datang menghampiri nya dengan botol air mineral ditangan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 178 Episodes
Comments
⏤͟͟͞R ve
Gak selamanya yang dijodohkan itu bahagia bu....aihh 🤗
2024-02-14
3
⏤͟͟͞R ve
makanya nikah Ray ☺
2024-02-14
0
ˢ⍣⃟ₛ🍁MPIT❣️💋🅚︎🅙︎🅢︎👻ᴸᴷ
wah ada yg sabotase kayaknya nih
2023-12-17
0