Kelas 3/7 bukan hanya terkenal sebagai kelas VIP di mana semua siswa-siswi dari keluarga yang cukup memiliki pengaruh hampir di semua bidang berkumpul, namun juga dikenal sebagai kelas inti di bidang akademik dan merupakan ruang yang di huni oleh 91% merupakan anak orang kaya, para petinggi negeri dan sisanya adalah pelajar dengan jalur prestasi atau dengan kata lain meraka adalah penerima biaya siswa, sehingga kelas ini justru digawangi oleh para siswa yang nakal, usil, bahkan banyak diantara mereka yang kerap membuat para guru tidak betah lama-lama berada di sana.
Hans adalah murid yang paling berpengaruh di kelas tersebut, pembully nomor satu seantero sekolah, jika dia sudah beraksi maka semua murid lainnya akan diam bahkan berpura-pura tidak terjadi apa-apa. Namun demikian, Hans sama sekali tidak akan berani mengusik Arsakha dan para sahabatnya.
Pagi ini suasana kelas begitu berantakan, deretan meja depan yang semuanya di huni oleh para cewek yang hobi dandan, mereka terlihat sibuk dengan dunia mereka sendiri. Lalu di barisan sudut kiri terlihat para cowok yang sedang unjuk kekuatan, terlihat Dimas yang sedang adu panco dengan Tio serta beberapa siswa yang lainnya yang menjadi penonton sejati, deretan belakang sebelah kanan adalah barisan para siswa jalur biaya siswa mereka terlihat sibuk dengan buku bacaan mereka tanpa terusik sama sekali. Di kursinya sana tepatnya pada deret kedua dari kiri bersebelahan dengan para murid penerima bantuan biaya siswa, meja urutan ke tiga dari belakang, yang tak lain merupakan meja milik Adera, dia terlihat sibuk mengeluarkan buku dari tasnya lalu perlahan meletakkannya diatas meja, Rendra yang baru saja masuk langsung bergegas ke meja miliknya yang berada tepat dibelakang Dera dan Ayu.
“Ar mana?” Tanya Adera sesaat setelah Rendra duduk di bangkunya.
“Kalian nggak bareng?” Tanya Ayu yang segera menatap kearah Rendra.
“Noh, pangeran kalian datang!” Cetus Rendra dengan mengarahkan dagunya ke pintu belakang dimana sosok Arsakha perlahan masuk.
“Hadir…!” Ujar Arsakha dengan tertawa kecil lalu segera duduk disebelah sang sahabat baik siapa lagi kalau bukan Rarendra Hardian yang merupakan anak sang politikus terkenal dan tersohor di negeri ini.
“Mana PR-nya?” Tanya Rendra yang begitu semangat dan langsung membuka buku PR miliknya.
“Ogah!” Tegas Adera dan Ayu hampir bersamaan.
“Pagi…” Sapa Aldo dan Vian yang baru saja datang dan langsung duduk di belakang Rendra dan Arsakha.
“PR kalian mana? Pinjam, buruan!” Pinta Rendra yang lebih mirip sedang membegal buku milik Vian dan Aldo.
“Makanya tuh otak jangan sibuk sama game setiap detik! Nih…!” Gumam Vian kesal namun tetap saja menyerahkan buku miliknya yang langsung membuat Rendra segera menyalin tugasnya dengan begitu buru-buru.
“Yeeeeeeeee!” Teriak Dimas yang tampak begitu puas karena bisa mengalahkan Tio.
“Yaaaah!” Keluh Mira yang terlihat begitu kecewa karena sang kekasih kalah telak dalam pertarungan.
“Taruhannya, mana? Aku menang loh!” Jelas Dimas dengan penuh kesombongan, karena memang sebelum bertanding keduanya telah membuat kesepakatan tentang taruhan yang akan mereka menangkan.
“Heiii Cumia…!” Seru Tio dengan suara lantang hingga membuat langkah Zuha yang baru saja melangkah masuk seketika terhenti karena memang hampir seisi kelas menatap kepadanya.
“Buruan, kemari! Cepat!” Titah Tio dengan tangan yang langsung menunjuk kearahnya.
“Huuuufff!” Ucap Zuha pelan dengan mengatur nafas perlahan, lalu segera melangkah mendekati Tio dan gerombolannya.
“Mulai hari ini kamu adalah budaknya Dimas, ikuti semua perintahnya, paham!” Jelas Tio.
“Loh, kenapa jadi si Cumia? Bukannya tadi Mira yang jadi taruhannya?” Gumam Dimas yang mulai emosi.
“Apa kamu sudah gila? Bagaimana mungkin aku menyerahkan kekasih ku pada mu, jangan ngaco!” Tegas Tio.
“Haaaaah, bajingan! Sial….!” Cela Dimas yang merasa di permainkan oleh Tio.
“Selamat menikmati hadiahnya.” Jelas Tio yang langsung mendorong Zuha kearah Dimas sedangkan ia segera kembali ke mejanya bersama sang kekasih tercinta.
“Awas kamu Tio!” Gumam Dimas yang terlihat begitu kesal.
“Bubar, aku bilang bubar, kembali ke meja kalian semuanya, sial…!” Lanjut Dimas dengan suara lantang.
Teriakan Dimas membuat para murid lainnya mau tidak mau segera kembali ke tempat mereka masing-masing begitu pula dengan Zuha.
“Ets! Mau kemana?” Tanya Dimas dengan tangan yang langsung menarik tas Zuha dari belakang.
“Bukannya tadi kamu yang nyuruh semuanya kembali ke meja masing-masing.” Jelas Zuha.
“Konyol! Itu tidak berlaku bagi kamu, Cumia!” Gumam Dimas dengan tangan yang langsung menarik kasar tas Zuha.
Ulah Dimas membuat tubuh Zuha terayun beberapa langkah ke belakang hingga membuat ia kehilangan keseimbangan lalu terjatuh ke lantai tepatnya di kaki meja milik Hans.
“Sial…!” Gumam Hans yang merasa terusik dengan tangan Zuha yang tanpa sengaja menyentuh sepatunya.
“Apa kamu sudah gila?” Tanya Hans dengan tatapan mematikan.
“Ups…!” Ucap Dimas yang perlahan kembali duduk di kursi miliknya seolah dia tidak melakukan apa-apa.
“Maafkan aku, aku benar-benar minta maaf!” Pinta Zuha yang seketika langsung ketakutan.
“Kamu tau berapa harga sepatu ku? Bahkan dengan menjual seluruh organ dalam mu sekalipun kamu tidak akan pernah bisa membelinya! Lalu, apa yang membuat mu begitu berani menyentuh sepatu ku!” Gumam Hans dengan teriakan keras diakhir ucapannya.
“Dia sudah keterlaluan!” Gumam Adera yang begitu kesal dengan kelakuan Hans. Ia hendak beranjak dari kursinya namun segera dicegah oleh Vian.
“Jangan ikut campur! Itu lahan mereka.” Jelas Vian.
“Tapi…” Keluh Adera.
“Biarkan saja! Duduklah kembali!” Ujar Arsakha lalu menenggelamkan wajahnya diatas kedua tangan yang sejak tadi ia letakkan diatas meja.
“Udahlah, Dera, hmmm…” Ujar Ayu yang langsung menyentuh tangan Adera membujuknya untuk segera duduk kembali.
“Aaaah, bikin kesal!” Cetus Adera dengan menghela nafas kasar namun tetap menuruti permintaan Ayu.
“Aku benar-benar nggak sengaja, tolong maafkan aku!” Pinta Zuha.
“Maaf? Aaah, maaf kata mu? Okay, aku akan memaafkan mu tapi…” Jelas Hans terhenti lalu tangannya perlahan mencengkam bagian belakang kepala Zuha.
“Tolong maafkan aku!” Lirih Zuha penuh harap.
“Akan aku maafkan, tapi…! Bersihkan sepatu ku. Buruan…” Bentak Hans.
Zuha segera merogoh sakunya mencari tissue untuk mengelap sepatu milik Hans, namun aksi Zuha langsung terhenti saat tangan Hans mendorong kepalanya kearah sepatu milik Hans.
“Gunakan jilbab mu!” Tegas Hans yang sontak membuat Zuha tercengang kaget.
“Selamat pagi semuanya…” Sapa guru yang baru saja memasuki kelas tersebut.
Kedatangan sang guru sama sekali tidak membuat para siswa duduk di kursi masing-masing, mereka sama sekali tidak peduli dan masih tetap melanjutkan apa yang sedang mereka kerjakan.
“Buruan! Sebelum perintah ku berubah menjadi pukulan.” Tegas Hans dengan tatapan yang begitu menakutkan.
“Apa kalian mengabaikan ibu? Segera kembali ke kursi kalian dan buka buku kalian semua.” Tegas sang guru dengan tatapan honor yang beranjak mengintimidasi para murid secara bergantian.
~~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 136 Episodes
Comments
Efvi Ulyaniek
wihhh serem bgt bully an nya
2023-10-26
0