kesepakatan

Eleanor Iva Alexander sedang berada di balkon tidak tanggung pemandangannya adalah menara Eiffel. Gadis itu sedang menikmati hari liburnya, ia meminta cuti selama satu minggu.

Matanya melirik ke arah samping, ada seorang Lelaki di sana dengan masker yang menutupi sebagian wajahnya. Lelaki itu tepat berada di samping balkon kamar hotel yang Eleanor sewa. Bolehkah Eleanor curiga, ia tidak bodoh, terlihat jelas sekali kalau lelaki misterius itu mengarahkan lensa kameranya ke arahnya. Tidak sekali dua kali. Harus Elea katakan lelaki ini adalah seorang penguntit.

Eleanor memutuskan untuk ke dalam kamar hotelnya, setidaknya ia sedikit lega karena tidak diperhatikan oleh orang asing. Akhirnya ia menyesali liburannya sendiri, kenapa juga ia menolak tawaran ayahnya untuk ditemani setidaknya satu pengawal atau tidak mengajak Jane, sahabatnya. Yang ada sekarang Elea merasa tidak aman gara-gara penguntit itu.

Gadis berambut sebahu itu memutuskan untuk menelpon Jane dan meminta tolong padanya untuk mencari tahu siapa penguntit itu.

"Aku dapat infonya, Elea. Dia adalah Mada Jeffrey putra pemilik restoran ayam cepat saji---"

"Hah? Apa saingan daddy ku seorang penjual ayam goreng?"

"Yak!! Aku belum selesai bicara. Dia juga salah satu karyawan di perusahaan ayahmu. Jabatannya manager di divisi pemasaran"

"Tunggu divisi itu? Aku sering kesana."

"Tapi--- Jane, apa dia berbahaya?" tanya Elea memastikan.

"Tidak ada kasus. Dia bersih." jawab Jane di seberang sana.

"Bagaimana bisa? Kasusnya bersih tapi kenapa dia menguntit ku. Astaga apa aku akan jadi korban pertamanya? Jane, kau harus menolongku aku tidak mau cepat mati. Niatku kan untuk liburan kenapa jadi target pembunuhan." Rasa was-was muncul dalam diri Elea.

"El. Aku kesana ya nyusul kamu." ucap Jane juga khawatir sebenarnya. Jane tidak mempunyai informasi selain hal itu.

"Sepertinya akan terlambat, Jane. Aku sudah jadi mayat ketika kau sampai disini. Sampaikan pesan untuk orang tuaku ya aku mencintai mereka." lirih Elea.

"Yak! Jangan sembarangan berucap!" omel Jane pada sahabatnya itu.

"Jane, aku tidur dulu. Aku pusing!" Elea mengakhiri panggilan itu.

Putri Alexander itu merebahkan dirinya di kasur. Bohong ia tidak segera tidur, Elea masih kepikiran dengan seorang penguntit yang bernama Mada Jeffrey itu, bagaimana bisa? Ia cukup sering melihatnya. Mada Jeffrey terlihat seperti lelaki baik-baik tapi, kita tidak tahu isi hati seseorang.

Elea memutuskan untuk menelpon ayahnya, setidaknya akan ada perasaan lega di hatinya. Dirinya melaporkan segala kegiatannya selama di Paris termasuk penguntit itu. Dan respon ayahnya sungguh di luar prediksi. Ayah Elea tertawa, gadis itu jelas saja bingung apa ayahnya tidak mempercayai ucapannya, apa ayahnya menganggap ini lelucon disaat Elea merasa nyawanya terancam.

"Daddy aku serius." Rengeknya.

"Elea putriku, daddy juga serius, dia bukan penguntit atau penjahat. Dia daddy tugaskan untuk memantau kamu selama di sana, Mada Jeffrey salah satu kepercayaan daddy." Jelas ayahnya di seberang sana disertai kekehan.

"Oh begitu. Kenapa daddy tidak memberi tahuku setidaknya aku tidak akan merasa ketakutan diikuti terus, aku kira dia penguntit." Akhirnya Elea bisa bernafas lega.

"Daddy lupa. Daddy kira kalian sudah bertemu dan mengobrol."

"Tidak, dia hanya mengikuti ku dari kejauhan."

"Baiklah kau tak perlu takut lagi, mengerti?"

Panggilan itu berakhir. Akhirnya Elea bisa bernafas lega sosok yang bernama Mada itu bukanlah orang jahat ternyata. Sekarang dirinya bisa tidur dengan tenang.

Pagi-pagi sekali Elea sudah bersiap hari ini sudah ia agendakan untuk berenang di private fool, ia ingin memberi kejutan juga untuk Mada Jeffrey ini. Apakah lelaki itu akan mengikutinya sampai kesana?

"Eleanor Iva saatnya tunjukkan sisi pesonamu yang lain." kekehnya.

Dan benar saja lelaki tinggi itu mengikuti tepat tiga meter di belakangnya. Saat Elea sudah masuk ke dalam tempat itu, Mada tertahan oleh penjaga karena tempat itu sudah Elea sewa jadi tak ada yang dibiarkan masuk kecuali gadis cantik itu mengijinkannya.

Elea membalikkan tubuhnya ke belakang pura-pura tidak tahu.

"Dia datang bersamaku, tuan. Jadi ijinkan dia masuk juga. Aku lupa memberi tahu." Elea tersenyum kecil lalu melirik Mada.

"Baiklah. Silakan, dengan tuan?" Tanya penjaga yang ditujukan pada Mada.

"Mada Jeffrey." sambar Elea membuat lelaki dengan kacamata bening itu menatap Elea detik itu juga.

"Ayo." Titah Elea berjalan lebih dulu. Mada mengikutinya dari belakang. Lelaki itu heran darimana Elea mengetahui hal ini, pasti Januar Alexander yang memberikan informasi tentang dirinya pada Eleanor.

"Aku sudah tau dirimu, kau Mada Jeffrey suruhan daddy ku, kan?" Tepat. Tentu saja Elea tak akan tinggal diam saja ketika dirinya diikuti oleh orang yang tidak dikenalnya.

"Iya, nona Elea." Jawab Mada langsung.

"Kau selalu membawa kamera? Kau juga di suruh daddy untuk memfotoku?" tanya gadis itu matanya tertuju pada kamera yang Mada bawa.

"Ya, untuk bukti anda melakukan apa saja selama disini. Tenang saja saya tahu batasan." Jelas Mada pada putri kesayangan keluarga Alexander itu. Eleanor mengangguk pelan.

"Hey.. jangan terlalu formal oke!" Titah Elea.

"Baik."

"Kau mau berenang juga?" tawar Elea.

"Ya. Jika kau memperbolehkan. Tapi sebelumnya aku ingin memfotomu dulu untuk laporan pada ayahmu." Pinta lelaki itu masih kaku.

"Ya boleh saja." Elea pun menyetujuinya.

Mada akhirnya memotret Elea beberapa kali. Sudut bibirnya tertarik sedikit, Mada harus menahan senyum bahagianya atau Eleanor akan beranggapan kalau ia gila karena tersenyum sendiri tanpa sebab.

Eleanor melihat hasil jepretan lelaki berparas tampan itu. Senyum senang terbit dari bibir berpoles lipstik muda itu. Eleanor memuji hasil foto itu. Bukan merasa percaya diri tapi dalam beberapa foto hasil jepretan Mada dirinya terlihat sangat cantik. Kemampuan memotret lelaki di hadapannya itu tidak main-main hasil karyanya sangat bagus atau karena model fotografi nya adalah Eleanor Iva? Bolehkah ia mengakui dirinya sangat cantik karena kenyataannya memang seperti itu. Eleanor adalah berlian yang tersembunyi di balik penampilan tertutupnya.

Gadis itu berlalu menuju tempat berganti. Ia hanya membawa bikini two piece berwarna putih. Karena memang rencana awalnya menikmati acara berenangnya hanya sendirian tanpa adanya teman. Elea menjadi ragu untuk memakai bikini itu atau tidak. Apa mengusir Mada adalah pilihan tepat? Elea menimang-nimang bingung. Selama ini belum ada orang yang mengenalnya yang melihat sisi Eleanor yang ini. Tapi kan Mada hanya bawahannya mereka juga tidak saling mengenal secara dekat, kan? Elea tersenyum kala ide cemerlang muncul di otaknya.

Elea keluar menggunakan bathrobe putih yang membungkus tubuhnya. Ia berjalan kearah Mada yang sedang duduk di kursi berjemur pinggir kolam renang. Lelaki yang menurut Elea tampan itu tengah asyik memotret langit cerah hari itu.

Elea berdehem agar menyadarkan keberadaannya di sekitarnya Mada. Akhirnya lelaki itu menghentikan aktivitasnya, ia menoleh ke arah Elea yang sudah berdiri disampingnya di kursi berjemur yang lain. Mereka berhadapan sekarang.

"Mada Aku punya kesepakatan denganmu." ucap Elea langsung.

Mada melihat Elea heran,

"Kesepakatan apa yang kau inginkan?" tanya Mada.

"Sebelumnya, apa kau juga seorang fotografer handal?" tanya gadis itu.

"Bukan. Hanya hobi." Mada menjawab datar pertanyaan Elea.

"Masa? Sayang sekali bakatmu itu. Kalau jadi fotografer sungguhan pasti bayaranmu mahal."

"Aku tidak ada waktu untuk itu. Lagipula gajiku cukup besar."

"Kau ini bukankah sifat alami manusia adalah tidak pernah puas? Bagaimana bisa kau berpikir seperti itu?" Cecar Elea.

"Itu pilihanku."

"Tapi hasil jepretan mu bagus. Bagaimana kalau kau jadi fotografer pribadiku?" Elea menatap Mada, menunggu jawaban dari lelaki dengan kacamata yang bertengger di hidung mancung nya.

"Kenapa aku?"

"Entahlah tiba-tiba aku kepikiran ini. Mungkin kalau bukan kau yang daddy suruh untuk memantau ku. Mungkin bukan kau orangnya. Karena ini kau, jadi aku meminta mu." Jelas Elea.

"Masuk akal. Kenapa kau butuh fotografer pribadi? Apakah untuk mendokumentasikan ketika kau bekerja atau meeting? Bukankah itu tergantung dimana kau bekerja ya?"

"Tidak." Elea menggeleng. "Bukan untuk pekerjaan kantor. Tapi fotografer pribadiku, Mada. Tenang ku usahakan gajimu sebagai fotografer ini lebih besar dari pada gajimu di kantor." Jelas Elea, semoga saja Mada mau.

"Benarkah?"

Elea tersenyum merasa menang, Mada akan menerima tawarannya ini apalagi diimingi gaji yang besar.

"Iya benar. Aku janji!" jawab Elea serius.

"Sebelumnya kita harus mengenalkan diri masing-masing terlebih dahulu." ucapnya lagi.

"Aku Eleanor Iva Alexander. Kau harus memanggilku namaku tanpa ada embel-embel nona, mengerti??" Elea tersenyum semanis mungkin.

Mada mengangguk. "Sekarang ceritakan dirimu, Mada!!"

"Aku Mada Jeffrey, umurku dua puluh tujuh tahun, bekerja di perusahaan milik keluargamu. Bekerja di divisi pemasaran sebagai manager. Apa perkenalanku kurang?"

"Keluargamu punya restoran ayam?"

Mada mengangguk. "Kenapa?" tanyanya.

Elea menggeleng pelan. "Aku hanya bertanya. Aku suka ayam. Mungkin lain kali aku akan berkunjung kesana."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!