Eleanor Iva Alexander putri dari Januar Alexander ini di kenal dengan kepribadiannya dingin tapi Elea akan mudah berbicara didepan orang-orang terdekatnya saja.
Eleanor juga aneh, ia punya dua sisi yang bertolak belakang. Sisi pertama sebagai Eleanor Iva Alexander, seseorang dengan penampilan tertutup dan rapi, matanya juga selalu terbingkai kacamata yang menyembunyikan manik sewarna hazel yang indah, meskipun begitu Eleanor Iva ini tetap terlihat cantik dan mempesona, Mada saja mengakuinya. Yang kedua adalah sisi Elea yang ingin terlihat menarik dengan menonjolkan sisinya yang seksi dan mandiri yang hanya ia perlihatkan untuk dirinya sendiri, ini sebagai bentuk rasa cinta pada dirinya sendiri. Pikirnya. Bahkan ia menyewa seseorang yang bisa dipercaya untuk jadi fotografer pribadinya.
Jam tujuh malam, sepulang bekerja Mada pergi ke apartemen yang sengaja dibelikan seseorang, kalau harus lembur tanpa ingin ada gangguan.
Baru saja membuka pintu ia sudah disuguhkan pemandangan indah. Di sofa ruang tamu sana seorang perempuan tengah duduk dengan pakaian kurang bahannya.
"Astaga, Eleanor." protes Mada pada gadis itu. Eleanor, seseorang yang sudah memberinya pekerjaan tambahan yang fleksibel untuk dikerjakan.
"Ada apa denganmu Mada?" tanya Elea jahil, ia langsung paham.
"Kau ini, tidak bisakah kau berpakaian lebih sopan?" sindir Mada.
"Maksudmu?" Elea tetap berpura-pura tidak tau sebab bentuk protesnya seorang Mada.
"Lihatlah pakaianmu. Itu bahkan seperti pakaian renang." laki-laki itu memalingkan wajahnya ke samping.
"Seperti kau tidak pernah melihatnya saja." Elea tersenyum jahil melihat reaksi Mada yang masih di dekat pintu masuk.
Mada berjalan, ia membuka dan melemparkan jaket miliknya kearah Elea agar menutupi paha gadis itu.
"Jadi, ada apa? Kau ingin aku mengambil gambar mu sekarang?" tanya Mada akhirnya.
"Iya tapi nanti, Mada. Aku harus mandi dulu. Oh kau juga! Kau pasti langsung kemari tanpa pulang ke rumahmu dulu."
"Iya."
...****************...
"Elea, kau gila ya!" protes Mada.
"Mada, ayolah bantu aku!" Elea memohon pada laki-laki yang berbeda usia tiga tahun diatasnya.
"Aku tidak ingin dijodohkan dengan Jonathan Jesher itu."
Mada sangat pusing kemarin malam Jonathan yang merecokinya tidak ingin dijodohkan sekarang giliran Eleanor Iva lucunya kedua orang ini adalah orang yang akan dijodohkan satu sama lain.
"Aku bisa membantumu, tapi tidak dengan cara ini." tolaknya kukuh pada rencana Eleanor ini.
"Mada.. kumohon." Eleanor memelas semoga saja Mada luluh.
"Sebentar, akan kupikirkan cara lain." akhirnya Elea bernafas lega.
Mada berjalan mondar-mandir memikirkan cara lain daripada cara yang Elea rencanakan.
Rencana yang ingin Eleanor gunakan adalah mereka harus pura-pura bercinta.
Ayolah, meskipun Mada sering melihat Elea berpenampilan seksi di depannya tapi itu berjarak toleransinya pun satu meter paling dekat. Dan ini, bercinta? Jarak mereka akan sangat intim. Tidak boleh. Mada hanya takut ia hilang kontrol.
"Ah, kenapa jadi aku yang pusing." kesalnya.
"Mada Jeffrey ikuti saja rencanaku atau kau akan dipecat!" Ancam Elea berkacak pinggang.
"Yak! Mana bisa begitu. Ini diluar jam kerja kantor." lagi-lagi Mada protes, ini sungguh memberatkannya.
"Aku kan bosmu." bela Elea sombong.
Elea berdiri, "Hanya pura-pura kita tidak harus telanjang. Lagipula aku tidak mau Jonathan Jesher melihat tubuhku."
Mada mengernyitkan dahi tanda bingung.
"Begini, maaf kalau kau ku korbankan. Kau harus mengambil gambar kita berdua, posisimu membelakangi kamera dan kau menutupi tubuhku. Kita berakting seperti pasangan yang berpelukan." jelasnya pada Mada. Mada hanya menatap manik coklat Elea yang indah.
"Aku belum menyiapkan peralatannya." alih Mada.
"Sudah ku siapkan semuanya tinggal eksekusi. Ayo kita ke kamar sekarang!" Ajak Elea atau itu sebuah perintah? Eleanor berjalan memasuki kamar yang di maksud mendahului Mada.
"Elea kau benar-benar gila." ucap Mada tapi ia tetap berjalan mengikuti Elea dibelakang.
"Kau pasang berapa timer nya?"
"20 detik."
"Lama sekali."
Putri Alexander itu menghela nafasnya kasar. Ini pertama kalinya Elea menatap Mada dengan posisi yang sedekat ini. Menelusuri setiap inchi wajah Mada. Hidung mancung yang kecil, bibir tipis dan ternyata Mada punya tahi lalat kecil di pipinya.
Flash kamera menyala tanda rekaman sudah dimulai. Elea mulai membuka kaos dipakai Mada kemudian memeluk laki-laki itu dengan erat. Elea sengaja mengangkat wajahnya agar terekam jelas bahwa itu dirinya.
Sedangkan Mada tentu saja terkejut dada Elea begitu menempel pada bagian tubuh depannya, ia harus bersusah payah menahan diri agar tidak kelepasan. Mada mulai memeluk Elea. Mengelus punggung Elea sama seperti yang gadis itu lakukan padanya.
Eleanor yang tadinya menyender sekarang mengangkat wajahnya agar dapat mengobrol dengan Mada.
"Kenapa?" tanya Mada karena Elea menatapnya.
Elea menggeleng. "Ayo cium aku!" titah Elea tanpa pikir panjang.
"Apa? Kau bilang hanya pelukan saja tadi." Protes Mada tidak mau. Mada normal tentu saja ia mau, tapi ia harus bersikap profesional.
"Agar lebih meyakinkan. Aku akan memberimu tambahan." Mada berdecak tidak percaya dengan apa yang Elea katakan. Bukan itu maksud Mada, ia tidak butuh bonus tambahan. Dapat mencium Eleanor Iva itu sudah bisa Mada katakan bonus, tidak itu bukan bonus tapi keberuntungan. Sanggah Mada dalam hati.
Elea kesal karena Mada hanya diam menatapnya, ia lalu menaikkan elusan tangannya dan berakhir di rahang Mada kemudian mencium bibir tipis yang sejak tadi menggodanya.
Mada terbelalak. Elea benar-benar melakukannya, karena terbawa suasana Mada akhirnya membalas ciuman Eleanor. Tangan yang tadinya berada dipunggung Elea sekarang meremas bokong berisi gadis itu. Mada memiringkan kepalanya ke kiri dan kanan agar menyamankan ciuman meraka.
Selama sepuluh menit mereka berciuman, bahkan bibir mereka sama-sama memerah dan bengkak. Tapi belum ada yang mau menyudahinya. Ingatkan rencana awal mereka yang hanya berpelukan saja.
Elea yang pertama melepas tautan mereka, karena ia hampir kehabisan nafas.
"Kurasa ini cukup!" Ia masih terengah-engah.
Mada menatap manik Elea sangat cantik, ia tersenyum kecil menyampirkan sedikit rambut di wajah Elea. Tatapannya turun ke hidung mancung Elea, kedua pipi berisinya dan berakhir di bibir plum milik Eleanor. Bolehkah ia berharap akan merasakannya lagi?
"Videonya Mada!" ucapan Elea menghentikan lamunan Mada.
"Ah iya." Mada mengambil kamera yang ada dibelakang nya dan menghentikan rekaman itu.
"Wow, tubuh bagian belakangmu sangat bagus. Sangat pas untuk dipeluk."
"El-- Eleanor.."
Elea benar-benar memeluk Mada dari belakang, tangannya mengelus perut rata Mada yang memiliki otot.
"Bagaimana hasilnya, apa wajahku terlihat di kamera?"
"Iyaa. Sangat jelas."
"Mada terimakasih sudah membantuku, bonusmu nanti ku transfer." Jangan lupakan Elea masih memeluk Mada, sebelum ia melepaskan pelukannya Elea mendaratkan kecupan singkat di bahu terbuka Mada.
"Apa yang kau lakukan, El?"
"Aku suka tubuhmu, Mada. Makanya aku menciumnya." Elea tersenyum tanpa dosa.
Mada hanya menatap Elea, tidak tahu kah Elea kalau Mada itu juga laki-laki normal.
Mada berbalik menuju ranjang, mengambil kaos lalu memakainya. Kemudian duduk dan mengamati lagi video rekamannya.
"Kenapa kau pakai bajumu." protes Elea tidak terima, pemandangan indah yang ia kagumi jadi tidak terlihat.
"Aku kedinginan. Bisa masuk angin nanti." Bela Mada.
Elea pun akhirnya duduk disamping Mada.
"Cetak menjadi beberapa foto ya, besok akan ku bawa ketika aku bertemu dengan Jonathan."
"Besok kau bertemu Jonathan?"
"Iya."
"Aku ingin tahu alasanmu menolak Jonathan, dia itu mapan, pewaris tunggal perusahaannya, masih muda, badannya juga bagus oh satu lagi dia juga tampan."
"Yak!! Kenapa kau membelanya." protes Elea tidak terima dengan pernyataan Mada meskipun memang benar faktanya begitu. "Entahlah aku tidak suka dan belum siap juga." Lanjut Elea mengedikan bahu.
"Dan satu lagi kau itu lebih tampan dan badanmu lebih bagus kurasa. Mada ayo buka bajumu, aku ingin menikmati hasil karya Tuhan yang ada pada dirimu." pintanya pada Mada, ia bahkan menampilkan wajah memelas.
"Yak!! Kau gila. Enak saja!!" Elea terkekeh geli dengan respon Mada barusan. Ayolah Elea hanya menggodanya tapi sepertinya Mada menganggap itu betulan.
"Ya sudah aku ke kamarku dulu, kau akan pulang atau menginap disini?" alih Mada, sebenarnya ia malu. Elea ini dasar penggoda.
"Menginap. Kau juga ya, Mada." pintanya.
"Baik. Lagipula ini sudah hampir jam sepuluh malam. Dan belum mencetak fotomu juga." Mada menyetujuinya.
"Oke. Aku akan memesan makanan dulu."
Mada berlalu ke kamarnya. Apartemen ini milik Eleanor dan cukup besar juga karena terdapat 3 kamar. Satu untuknya, Mada dan satu lagi untuk studio foto.
"Elea, bisa-bisanya kau merencanakan ide gila ini. Aku juga laki-laki normal. Untung saja aku bisa menahan diri." Keluh Mada sembari mencetak foto Elea.
"Mada kau sudah selesai?" tanya Elea di depan pintu, Elea sudah memakai pakaian tertutup sekarang yaitu hoodie kebesaran dan celana panjang longgar. Ia menggambil orderan makanan yang baru saja datang.
"Ayo kita makan." Ajaknya pada Mada.
"Sudah selesai, El." Mada memberi tahu gadis itu kalau pekerjaannya telah selesai ia kerjakan.
Mada lalu mengikuti Elea yang sudah lebih dulu duduk di meja makan.
"Enak?" Mada mengangguk pelan, lalu melanjutkan makannya lagi.
"Kenapa? Dari tadi kau tersenyum seperti orang bodoh." Heran Mada, meskipun ia fokus pada makanannya, ia juga tidak bisa melewatkan apa yang Elea lakukan pada dirinya. Elea sedari tadi dengan terang-terangan memperhatikan bagaimana Mada makan.
"Hey!" Protes Elea. "Kau itu lucu tau, lihat cara makan mu itu ada remahan roti di pipimu." Mada menoleh ke arah Elea, kemudian mengusap-usap pipinya.
"Tapi, bohong." ejeknya menjulurkan sedikit lidahnya.
"Tak ada kerjaan. Habiskan punyamu!" kali ini tidak banyak protes ia kembali melanjutkan acara makannya.
"Iya-iya." Elea tersenyum lebar karena berhasil lagi mengerjai Mada.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 21 Episodes
Comments