Hidup sebagai pegawai golongan dua dengan seorang isteri dan empat orang anak sungguh sangat berat. Apalagi anak-anak sudah mulai remaja tentu bukan sesuatu yang mudah.
Inilah yang dialami Arun. Apalagi isteri Arun tidak kerja, tentu sangatlah berat.
Inilah yang membuat Arun menemui seorang pertapa di kaki Gunung Cireme, Cirebon, Jawa Barat.
Dihadapan pertapa tersebut Arun mengungkapkan niatnya. Bahwa dia ingin menjadi kaya raya. Bagaimanakah caranya?
Pertapa itu mengatakan, jika Arun pengin kaya dia musti puasa patigeni tiga hari tiga malam. Dan selama patigeni. Arun harus membaca mantera yang diajarkan pertapa tadi.
"Cucuku...kamu harus patigeni tiga hari mulai Selasa Kliwon dan berakhir pada Kamis Pahing..!" Ujar sang pertapa kepada Arun.
"Kamu paham maksud puasa patigeni..!?" Tanya pertapa kepada Arun.
"Belum Eyang...mohon Eyang beri petunjuk..!" Ujar Arun.
Kemudian kakek pertama yang bernama Eyang Cokromanggilingan mengajarkan apa yang dimaksud puasa patigeni.
Puasa pati geni adalah puasa tidak makan tidak minum selama tiga hari. Juga tidak boleh kena cahaya matahari atau lampu.
Patigeni masih boleh tidur tetapi dibatasi. Jika malem tidak boleh tidur dan musti membaca mantera.
"Setelah kujelaskan apakah kamu masih berminat..!?" Tanya pertapa atau Eyang Cokromanggilingan kepada Arun.
"Ya Mbah...saya sudah bertekad...lebih baik mati daripada hidup susah..!" Tekad Arun.
"Kalau begitu kamu tinggal pilih mau puasa di gua situ...atau digubug sana..!" Ujar sang pertapa, sembari menunjuk gua yang ada di dinding bukit dan gubuk sederhana yang sengaja dibangun untuk bertapa dan meditasi.
Karena pertimbangan untuk menghindari gangguan binatang buas seperti ular dan mungkin harimau.
Maklum ini kaki gunung Cirema. Alamnya masih liar. Masih hutan dan Eyang Cokromanggilingan ini memang sengaja mengasingkan diri disini.
Bagi Eyang soal pilihan Arun mau bertapa dimana saja tidak masalah. Yang terpenting asal benar-benar dijalani puasanya itu.
"Jadi kamu pilih tinggal di gubug itu ya..!? Tidak masalah asal kamu benar-benar melakukannya.!" Ujar Eyang. Arun mengangguk.
"Nah kamu bisa memulai besok ya Cucuku..!?" Jelas Eyang.
"Siap Eyang..!" Arun benar-benar telah bertekad bulat. Bahkan dia sudah minta ijin cuti ke kantornya. Bahkan andaikan karena laku ini Arun harus kehilangan pekerjaan dia menyatakan siap.
Malam pertama Arun patigeni tidak ada gangguan. Kecuali suara lolongan anjing hutan yang menakutkan.
Dan bunyi krosak-krosak seperti tikus hutan atau suara musang yang sedang mencari mangsa.
Arun tetap berada di dalam gubuk. Dia keluar kecuali untuk buang air. Meskipun siang hari tetap Arun di dalam gubug.
Malam kedua. Suasana semakin senyap. Berbeda dengan malam pertama. Di malam kedua nampak bayang-bayang putih melayang dari pohon ke pohon.
Tentu saja Arun tidak melihatnya. Karena dia berada di dalam gubug.
Baru pada malam ketiga Arun didatangi makhluk hitam berbulu. Makhluk mirip manusia tidak banyak bicara. Hanya dengan bahasa isyarat makhluk ini menyuruh Arun pergi dari situ.
Baru pagi harinya Arun mendatangi Eyang menceriterakan temuannya itu.
"Itulah yang saya dapatkan Eyang...selama patigeni tiga hari di gubug itu..!" Papar Arun kepada Eyang Cokromanggilingan.
"Ohw begitu ya...!? Itu artinya puasamu telah diterima. Dan kamu sudah boleh pulang rumah sekarang..!" Ujar Eyang.
Mendengar penjelasan Eyang Arun segera bergegas. Semua perlengkapannya dikemasi dan dia pamit pulang. Sebelum Arun pergi Eyang berbicara kepada Arun.
"Mungkin dalam beberapa hari ke depan akan ada tamu ke rumahmu. Tamu itu membawa apa yang kamu ingini...!" Ujar Eyang.
Arun segera meninggalkan kaki gunung Cireme dan pulang ke Pekalongan ke daerah asalnya.
Beberapa hari kemudian sepulangmya Arun dari kaki Gunung Cireme. Anak lelaki pertamanya yang bernama Reno tiba-tiba jatuh sakit, badannya panas tinggi dan sering ngigau.
Reno sudah diperiksa ke Puskesmas diberi obat turun panas. Tetapi panas dan sakitnya tidak kunjung reda.
Secara bersamaan Arun kedatangan tamu membawa truk. Dan tamu itu langsung ketemu sama Arun.
"Maaf Mas...apa benar sampean Mas Arun..!?" Tanya tamu itu.
Tanpa basa-basi Arun mengiyakan. "Emang ada Pak? " Tanya Arun kepada tamu tersebut.
"Saya diperintah Bos untuk mengantarkan uang untuk Mas Arun. Uang itu ada di truk. Saya bawa kemari ya Mas..!?" Arun mengiyakan.
Segera tamu itu dengan dibantu sopir dan kenek menurunkan uang dibawa masuk ke kamar Arun.
Sebelumnya Arun memang sudah menyediakan kamar khusus untuk uang.
Uang kiriman dari Bos entah siapa ternyata satu kamar penuh.
Dan anehnya, selama proses, dari truk berhenti sampe menurunkan dan membawa uang ke rumah Arun. Para tetangga Arun tidak ada yang melihat. Tidak ada yang tahu.
Sementara itu bersamaan tibanya uang yang jumlahnya entah berapa miliar. Penyakit Reno semakin parah.
Bahkan dia sempat koma. Arun segera lari ke Ustadz Hamzah seorang ustadz yang dikenal memiliki ilmu ma'rifat.
"Mas tolonglah saya...!" Ujar Arun sesampainya di rumah Hamzah.
"Sabar...emang kenapa!?" Tanya Hamzah.
"Anakku sakit parah tolong obati Mas...!" Pinta Arun.
"Emang sakit apa? Sudah kamu periksa ke Puskesmas..!?" Tanya Hamzah lagi.
"Sudah Mas. Sudah ke dokter juga. Tapi malah tambah parah..!" Jelas Arun.
"Aku masuk ke dalam dulu...namanya siapa? Lahirnya hari apa? Cepat mau kulihat..!" Hamzah menunggu jawaban Arun.
Lantas masuk ke kamar. Arun menjelaskan nama anaknya Reno. Lahir Kamis Pahing.
"Setelah kuterawang ada yang tidak beres denganmu Arun...kamu ngambil pesugihan ya..!?" Tanya Ustadz Hamzah tajam setajam silet. Arun tidak bisa berkutik terhadap pertanyaan Hamzah.
Akhirnya dia mengaku terus terang bahwa benar dia mencari pesugihan ke kaki Gunung Cireme Cirebon. Bahkan dia sudah menerima kiriman uang sangat banyak.
"Nah itulah. Kamu memang gendeng. Itu taruhannya nyawa anakmu Run...untung kamu cepat kemari. Kembalikan uang itu. Dan jangan pakai uang sepeserpun atau nyawa anakmu melayang..!" Ujar Hamzah tegas dan keras.
Arun terlongong bingung. Karena dia tidak tahu kemana harus mengembalikan uang tersebut. Sedang nama dan alamat Bos yang ngirimi uang pun dia tidak tahu.
Hamzah paham tentang kebingungan Arun. "Sudah kamu sekarang juga jangan tunda-tunda datangi orang yang pernah kamu mintai tolong di kaki Gunung Cireme.
Jika disana kamu temui ternak entah àyam entah kambing kerbau atau sapi. Kamu ambil saja ternak itu. Kemudian katakan tuh silahkan ambil uangnya...aku lebih butuh ayam atau kambing..!" Jelas Hamzah.
Begitu mendapat penjelasan dari Ustadz Hamzah, ustadz yang sangat disegani di Pekalongan. Arun langsung ganti pakaian pergi ke Cirebon.
Sasarannya adalah tempat pertapaan Eyang Cokromanggilingan di kaki Gunung Ceremai.
Karena berangkat dari Pekalongan sudah pukul 16.00 WIB sampai di tempat Eyang Cokromanggilingan sudah malam.
Sampai di tempat tujuan Arun langsung menuju bagian dapur. Di dapur dia melihat ada dua ekor kambing yang terikat tali.
Salah seekor kambing tiba-tiba berbicara.
"Pak aku disini tidak betah. Aku mau pulang,.!" Kata kambing itu.
Tentu saja membuat Arun terkejut setengah mati. Lebih kaget lagi ternyata suara kambing itu mirip suara Reno anaknya yang sedang sakit keras di rumah.
Saat Arun masih termangu keheranan. Tiba-tiba bahunya ditepuk dari belakang. Arun kaget dan reflek nengok ke belakang.
"Kamu kaget ya....!? Dan kamu tertegun melihat pemandangan semacam ini ya...!?" Ujar Eyang Cokromanggilingan yang tiba-tiba berdiri di belakangnya.
"Terus terang saya shock.. saya tidak membayangkan kaya gini Eyang..!" Ujar Arun sembari mengusap air matanya yang meleleh.
"Dari semula kuceriterakan...apa akibat dan konsekuensi dari pesugihan. Aku sudah mengingatkan tapi kamu tetap nekad. Lantas maumu apa..!?" Ujar Eyang Cokro kalem.
Setelah mengusap air matanya Arun menjawab.
"Eyang sekarang saya tidak butuh uang. Tidak butuh harta. Butuhnya kambing ini saja saya mau bawa pulang..!" Ujar Arun mantap.
"Terus uang sekamar yang ada di rumahmu akan kamu apakan..!?" Jawab Eyang.
"Silahkan ambil dan saya tidak membutuhkannya. Saya hanya butuh kambing ini untuk saya bawa pulang..!" Tegas Arun. Eyang cukup tidak marah. Dia malah tersenyum.
"Makanya jadi orang itu jangan grusa-grusu. Dan nikmati saja apa yang Tuhan berikan. Jangan suka mengambil yang bukan hakmu. Ambil kambing itu dan pulanglah..!" Ujar Eyang sembari meninggalkan Arun yang tengah melepaskan tali yang mengikat kambing di balok kayu.
"Terima kasih Eyang..!" Usai mengucapkan terima kasih Arun dengan menuntun kambing meninggalkan tempat menyeramkan itu.
Sesampainya di jalanan umum. Di tempat ramai. Mendadak kambing yang dia tuntun lenyap. Hilang. Tetapi Arun meskipun terkejut tidak mencarinya. Sebab baik Ustadz Hamzah maupun Eyang Cokro sudah memberitahu. Bahwa kambing itu akan lenyap bila ada orang lain.
Arun tidak peduli. Sekarang yang terpikir dalam hatinya dia harus cepat sampe rumah.
Dan meskipun dari terminal bus Cirebon sudah pukul 02.00 WIB dinihari. Arun tetap melanjutkan pulang ke Pekalongan.
Sesampainya di rumah dia langsung ke kamar Reno. Ternyata anak itu sudah sembuh. Sehat seperti bangun dari tidur.
Setelah itu Arun lari ke kamar penyimpanan uang. Ternyata uang itu pun lenyap tak berbekas.
"Uang lenyap tidak masalah asal anak selamat..!" Ujar Arun sembari mengepalkan tinju.
--
--
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments
Wati Simangunsong
bgus lh klu arun msih syang anaknya
2021-12-12
0
Tito Assa
ayah yg baik...
2021-04-20
2
Candylove Therryus
ceritanya bener2 bgus thor,banyak hikmah yg bisa di petik....suka bgt
2021-03-09
0