5. TIJI TIBEH

Suad adalah pedagang Warteg di Jakarta. Namun karena Jakarta diserang.pandemi parah. Sehingga Suad berniat membuka usaha ayam goreng di kampungnya.

Setelah dia hunting saben hari. Pada hari ketiga dia dapat tempat lumayan strategis.

Sayang sewanya cukup mahal.

Dia kontrak setahun dua puluh lima juta rupiah. Bagi Suad yang biasa jualan. Harga mahal tidak mengapa. Asal laku.

Disini Suad buka ayam goreng dan bakar. Ternyata yang laku ayam bakarnya. Per ekor ayam bakar Suad jual lima puluh lima ribu rupiah.

Yah lumayan murah. Minimal bersahabat dengan kantong kelas bawah.

Namun ada hal yang sebelumnya kurang diperhitungkan. Bahwa di depan Suad juga ada penjual ayam bakar. Bahkan orang tersebut tergolong orang lama.

"Sungguh kalau aku tahu sebelumnya...aku lebih kontrak lain tempat daripada harus berhadap-hadapan kaya begini..!" Ujar Suad bicara kepada dirinya sendiri.

Sementara pedagang ayam bakar di depan Suad bernama Roni pun ngedumel yang sama.

"Aduh jaman begini..lagi Corona kok ada saingan lagi..!" Gerundel Roni dalam hati.

Masing-masing, baik Suad maupun Roni mengutarakan persoalan tersebut kepada isteri masing-masing.

"Kalau tahu dari awal ada yang jualan ayam bakar. Aku gak bakalan kontrak disitu..!" Ujar Suad kepada isterinya, Sanah.

"Terus bagaimana Kang..!?" Tanys Sanah.

"Ya kita lihat perkembangannya kalau tidak ada kemajuan ya kita tinggal atau alih kontrak saja..!" Kilah Suad.

Untungnya dari nilai kontrak setahun duapuluh lima juta rupiah. Suad baru bayar separo. Dengan catatan jika selama tiga bulan bagus. Maka Suad baru akan melunasinya.

"Ya kita lihat saja iika tiga bulan tidak ada kemajuan ya kita tinggal saja..!" Ujar Suad kepada Sanah.

Hal yg sama ternyata dilakukan Roni. Dia pun bicarakan persoalan saingan dagang tersebut dengan isterinya, Rani.

"Baru mulai dagang..eh tahu-tahu di depanku ada yg jualan ayam bakar lagi..!" Ujar Roni kepada Rani.

Yah, memang Roni setelah tidak jualan dua pekan karena sedang bangun rumah. Dia sempat kaget bahwa ada saingan baru persis di depan warungnya.

Saat Suad melakukan survey juga bertepat Roni libur. Sehingga dia pun tidak tahu jika di daerah situ, tepat di depan warungnya ada yang jualan ayam bakar.

Meskipun ini sifatnya hanya salah paham saja. Karena tidak adanya komunikasi diantara kondisi ini menjadi semacam pertarungan terselubung.

"Ini sudah kurang ajar. Musti diberi pelajaran..!" Ujar Roni kepada isterinya.

"Maksudmu...Kang..!?" Tanya Rani.

"Ya harus disikat biar cepet minggat...!" Ujar Roni dengan menggertakan gigi.

"Aku harus ke Cirebon..ke Panguragan.!!!" Ujar Roni lagi.

Panguragan Cirebon dikenal tanahnya cukup mistis. Artinya tanah tersebut jika ditaburkan rumah tangga yang bersangkutan bisa berantakan. Jika ditaburkan ke warung warungnya bakal ambruk atau rugi.

Maka Roni besok paginya pamitan isterinya ke Cirebon. Sedang Suad hanya berpatokan jika setelah tiga bulan tidak menunjukan hasil. Maka Suad berniat meninggalkannya.

Malam hari setelah dari Panguragan, Roni dengan mengendap-endap mendekati warung kemudian dia menaburkan tanah yang diambilnya dari suatu makam tua di Desa Panguragan Cirebon.

Suad yang tidak menyadari bahaya enak ngorok.

Pagi harinya, seperti biasa Suad membuka warungnya setiap pukul 08.00 WIB. Dan pagi ini pun demikian. Suad mulai menyiapkan alat bakar.

Seperti tungku dan batok kelapa.

Biasanya jam 09.00 WIB sudah ada yang beli. Meskipun tidak ramai tetapi tetap saja ada yang beli.

Jam seperti merangkak dengan cepatnya. Sudah pukul 11.00 WIB. Namun tidak satupun ayam terjual.

"Hari ini kok lain ya...sudah siang kok belum ada yang beli..!?" Ujar Suad kepada isterinya, Sanah.

"Ya akupun curiga. Sebab rasanya ini suatu yang berbeda..!" Ungkap Sanah.

"Ya ntar kutanyakan hal ini kepada Wak Tarbun..!" Ujar Suad kepada istetinya.

Dan yang disebut Wak Tarbun adalah dukun yang sangat terkenal di Desa Larangan, Brebes.

Ke sanalah, ke Wak Tarbun itulah Suad akan menuju. Dan karena sampe jam 14.00 WIB belum juga ada pembelinya. Suad akhirnya menutup warungnya.

Padahal biasanya Suad akan menutup warungnya setiap hari pukul 22.00 WIB.

Berhubung ini kejadian luar biasa. Suad lebih suka menutup warungnya dan segera pergi kepada Wak Tarbun.

"Sampurasun...!!!" Salam Saud kepada Wak Tarbun di rumahnya yang cukup sederhana di Desa Larangan, Kabupaten Brebes.

Setelah dipersilahkan masuk. Lantas Suad mençeriterakan apa yang dialaminya kepada Wak Tarbun.

"Ohw untung kamu cepat kemari ... warungmu rupanya ada yang menaburi tanah dari makam tua di Panguragan.

Aku tahu setelah kulhat melalui epek-epek ( tapak tangan) bahwa itu kerjaan tetanggamu..!" Ujar Wak Tarbun yang membuat Suad sedikit terkejut.

"Maksud Wak Tarbun..

Tetangga yang sesama jualan ayam bakar..!?" Tanya Suad memperjelas.

"Ya..kalau bukan dia siapa lagi..!" Tegas Wak Tarbun.

"Berarti ingin membunuh usahaku ya Wak..!?" Tanya Suad. Wak Tarbun mengangguk.

"Wah...wah kalau begitu dia ngajak perang...ya kalau usahaku mati dia pun harus mati. Mati satu kudu mati kabeh (semua) atau Tiji Tibeh..!!!" Ujàr Suad.

"Kalau begitu tolong saya juga Wak..agar warung dia pun bangkrut..!" Pinta Suad kepada Wak Tarbun.

Wak Tarbun menyanggupi dan Suad diminta puasa pati geni satu hari satu malam serta diberi mantera yang dia musti baca tengah malam.

Sejak saat itu warung Roni pun seperti warung mati. Kedua warung yang berhadapan dan sama-sama jualan ayam bakar semuanya sepi pembeli. Dan prinsip Suad Tiji Tibeh jadi kenyataan.

Bahkan keadaan Roni lebih tagis karena isterinya juga sakit. Sehingga tidak bisa berjualan. Demikian pula Suad setelah tiga bulan warungnya sepi. Terpaksa warung itu dia tutup dan pilih kembali jualan warteg ke Jakarta.

Saat ini Suad sudah tidak ada lagi. Roni juga jarang jualan ayam bakar. Karena isterinya masih jatuh sakit. Sehingga Roni harus menjaganya. Disamping anak-anaknya masih kecil.

Selain harus merawat isteri, Roni juga mesti menjaga anaknya. Sehingga otomatis tidak bisa jualan ayam bakar.

Roni sudah membawa isterinya ke dokter. Bahkan sudah pernah dirawat di rumah sakit. Tetapi tetap saja belum ada perubahan.

Katanya sakit lambung tetapi sudah banyak obat dari resep dokter diminumnya, tetap saja belum sembuh juga.

Dan dalam sakit ini ironisnya Roni lebih percaya kepada dokter. Lebih percaya kepada penyembuhan secara medis.

Sehingga saran beberapa orang sepuh untuk mencoba minta bantuan doa kepada Ustadz atau Kyai ditanggapi Roni dengan sinis.

Roni yang dulu sering ke mushola untuk sholat berjamaah sekarang pun tidak pernah sholat.

Sementara akibat jarang berjualan. Hampir semua barang berharga miliknya sudah habis terjual. Entah sampai kapan penderitaan Roni ini berakhir. Wallahu alam bisawab.

--

--

Terpopuler

Comments

Eriih Sukerihh Sunjaya

Eriih Sukerihh Sunjaya

cerita nya beda2 y thor

2021-03-12

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!