Lestari duduk di pangkuan Teguh di balkon sambil menikmati pemandangan malam kota Bandung.
“Mas, sampai saat ini aku belum mengerti mengapa dirimu bersedia menikahiku. Padahal Mas tau, aku ini perempuan kotor yang punya anak tanpa ayah?” tanya Lestari kepada Teguh
“Ssssttt, jangan panggil Mas, panggil Papa atuh. Kan kita udah Mamah Papahan.” Jawab Teguh sambil tersenyum
“Jangan bilang kalau kamu perempuan kotor, kamu wanita terhormat seperti wanita lainnya. Adapun kamu pernah terjerumus ke lembah nista itu sudah garis hidup yang harus kita jalani. Begitukan kata Dansatdik juga, waktu kita menghadap. Qodo dan Qodar, Jodo, pati, bagja, cilaka ti Gusti nu Maha Suci.” ujar Teguh
“Ngerti engga, jodo pati bagja cilaka?” tanya Teguh
“Engga, teu naon naon.” Jawab Lestari sambil tertawa kecil, baru itu saja bahasa sunda yang bisa dia ucapkan. Teu naon naon, tidak apa-apa.
“Hahaha” Teguh tertawa “Jodoh, kematian, kebahagian, musibah semuanya sudah ditakdirkan Allah. Kita tinggal menjalaninya saja.” Teguh berpanjang lebar
“Aku tau engkau pernah menikah siri dengan anggota pos tentara lalu diserahterimakan ke anggota tentara lainnya. Aku juga tau kalau engkau pernah disekap untuk melayani tamu karena dipaksa anggota Polisi. Aku sudah mendengar hampir semua tentangmu sayangku. Aku sudah berpikir dan menimbang, bukan hanya karena engkau cantik saja aku mau menikahimu. Aku lebih yakin kalau ini takdir kehidupan kita di dunia, aku sudah tau sebagian besar tentangmu, sisanya engkau boleh cerita kalau mau berbagi. Jangan engkau jadikan beban pikiran, masa lalu adalah tetap masa lalu, aku tetap ikhlas menikahimu sayangku. Dan aku berjanji akan membahagiakanmu, jangan lagi ada kesedihan menimpa dirimu.” Ujar Teguh sambil mencium Lestari. Mereka bercumbu di balkon lalu Teguh menggendong Lestari ke dalam. Dan di malam kedua terjadi lebih hebat dari malam pertama. Sudah tidak ada kecanggungan lagi diantara mereka berdua. Keduanya berlomba saling membahagiakan.
Asep sang pelayan berdiri depan pintu kamar hendak mengantarkan bandrek dan colenak yang tadi dipesan Teguh, tapi tidak jadi mengetuk karena sayup sayup terdengar lenguhan mereka berdua.
“Ah nanti saja diantarnya, kalau nelpon lagi. Ga enak ganggu.” Ujar Asep yang sepertinya sudah terbiasa menghadapi pengantin baru. Biasanya ada juga yang marah kalau diganggu walaupun mereka yang pesan sesuatu.
Lestari memandangi Teguh yang tertidur pulas sambil menitikkan air mata, betapa menyedihkan hidupnya dulu. Satu persatu bayangan kelam teringat jelas. Ia ingin melupakan semuanya, namun tak kuasa.
Setelah percobaan perk*saan oleh Rudi. AKP Nelson membawa mereka semua ke RS Takengon. Setelah mendapat perawatan, AKP Nelson dan anggota mengantar mereka ke rumah masing-masing. Setiap hari selama satu bulan, AKP Nelson dan anggotanya selalu berkunjung ke rumah Mbok Sulasmi sambil membawa sembako. Begitu pula para tentara dari Pasukan Jawa Barat yang bertugas disitu. Kadang datang pula Bu Dokter dari Puskesmas memeriksa kondisi Lestari dan Ibunya.
Perlahan trauma itu mulai hilang, Lestari dan ibunya dapat kembali tertawa ceria. Cuma mereka tak pernah lagi mau ke kebun untuk memetik kopi. Untuk makan sehari-hari, Lestari dan Ibunya mencuci baju seragam dan memasak untuk anggota pos tentara. Diantara salah satu anggota tentara, tersebutlah Arifin yang memberi perhatian lebih kepada Lestari. Arifin sering memberi Lestari uang jajan juga membelikan pakaian untuk Lestari dan Ibunya. Mulanya biasa saja, lama kelamaan, timbul perasaan suka. Arifin memberanikan diri menyatakan cintanya kepada Lestari dan Lestari bersedia menerima Arifin sebagai kekasihnya karena Arifin selama ini bersikap baik pada dia dan ibunya.
“De, boleh engga abang ngomong sesuatu yang penting, tapi Ade harus janji jangan marah ke abang ya.” Ucap Arifin suatu hari di halaman belakang rumah ketika Lestari sedang menjahit kancing bajunya yang lepas.
“Abang memangnya mau ngomong apa?” tanya Lestari
“Abang sayang sekali ke kamu de, abang serius. Mau kan ade jadi pacar abang? Jangan ditolak ya, abang bisa bunuh diri kalau sampai cinta abang ditolak. Abang janji akan membahagiakan ade dan Mbok.” Rayu Arifin
Lestari tidak menjawab, pipinya memerah karena baru kali ini ada pria yg menyatakan cinta padanya. Apalagi Arifin seorang Tentara yang saat itu merupakan idola para gadis di kampungnya.
Lestari tersenyum sambil mengangguk. Dia merasa bangga, ada pemuda yang jatuh cinta pada dirinya.
Arifin pun tersenyum bahagia. Hari itu mereka resmi berpacaran. Arifin mendekat hendak menggenggam tangan Lestari, tapi Lestari menepisnya.
“Maaf Bang, kita belum muhrim.” Ujar Lestari yang merupakan gadis taat beragama
“ Kan kita sudah jadi pacar.” Ujar Arifin
“Iya Bang, tapi belum halal kalau kita belum menikah” kata Lestari
“Baiklah ade, abang akan melapor ke Danpos. Supaya bisa menikah dengan ade.” Kata Arifin yang mungkin sudah ngebet
Lestari tidak menanggapinya serius, baru saja diterima cintanya, masa mau langsung melamarnya. Lestari meneruskan menjahit kancing baju dan Arifin pun berpamitan.
Rupanya Arifin serius dengan ucapannya, keesokan harinya Arifin ditemani Letnan Darmawan dan Kepala Kampung menemui Mbok Sulasmi mengungkapkan keinginannya untuk menikahi Lestari.
“Assalamualaikum” Tok tok tok terdengar suara Kepala Kampung Pak Legimin diluar mengetuk pintu.
“Mbok, ini aku Legimin.” Pak Legimin kembali mengetuk pintu
“Waalaikum salam. Iya Kang, sebentar.” Mbok Sulasmi menjawab dari dalam kamar, saat itu ia sedang beristirahat tiduran di kamar sambil dipijit kakinya oleh Lestari, mereka berdua baru selesai mencuci beberapa seragam PDL milik anggota Pos tentara.
“Mari masuk Kang, loh tumben Pak Danpos diantar, biasanya juga sendiri kesini?” tanya Mbok Sulasmi
“Ini Mbok, saya ada perlu penting sama Mbok. Mengenai anggota saya ini, Arifin.” Jawab Letnan Darmawan
“Silahkan duduk. Kang, Pak Danpos, Mas Arifin mau saya buatkan minum apa? Teh atau kopi?” tanya Mbok Sulasmi
“Engga usah repot-repot Mbok.” Ujar Pak Legimin. “Biar ga susah, air putih saja, lebih menyehatkan.” Ucap Letnan Darmawan
Lestari yang sedari tadi mendengarkan di kamar, segera ke dapur mengambil 4 gelas air putih diatas nampan, lalu mengantarnya ke ruang depan. Bukan juga ruang tamu, cuma itu satu-satunya ruangan di rumah selain kamar dan dapur.
“Silahkan Pak.” Ucap Lestari dengan senyumnya yang manis.
Letnan Darmawan terpana melihat senyum Lestari, seandainya masih bujangan, dia akan melamar Lestari untuk dirinya sendiri, bukan untuk anggotanya.
“Nah kebetulan ada Nak Lestari, sekalian sini duduk sama Mboknya.” Berkata Pak Legimin kepada Lestari
Lestari pun duduk di samping Mbok Sulasmi di bangku kayu panjang buatan almarhum ayahnya. Berhadapan dengan Kepala Kampung, Danpos dan Arifin.
“Ayo diminum Kang, Pak, Mas” ucap Mbok Sulasmi “Ada apa ya? Ko aku jadi was was Kang?” ucap Mbok Sulasmi kepada Pak Legimin
“Begini Mbok langsung saja ya, Pak Danpos dan Mas Arifin tadi malam datang ke rumahku menyampaikan niat baik. Mas Arifin ada keinginan untuk melamar Nak Lestari. Cuma beda sama kita yang disini, karena orang tua Mas Arifin ini jauh di Palembang, makanya kami, aku selaku Kepala Kampung sama Pak Danpos mewakili orang tuanya Mas Arifin mau mengajukan lamaran ke Mbok. Sekarang bagaimana jawaban dari Mbok?” Pak Legimin menjelaskan maksud kedatangannya kepada Mbok Sulasmi
Lestari sedikit kaget mendengarnya, karena ternyata Arifin serius dengan kata-katanya kemarin.
“Ko mendadak sekali ya Kang. Aku sama Lestari minta waktu buat rundingan dulu sama keluargaku. Namanya menikah kan mesti ada rencana, persiapan. Disini ada Bang Fadil wawaknya Lestari, ada Bang Daswin, ada Kak Rohanah, ada Pakciknya di Takengon, mohon waktunya dulu. Kalau aku sih asal anak anaknya pada mau, ya setuju setuju saja. Begitu ya Kang, Pak Danpos.” Mbok Sulasmi menuturkan “Mohon maklum Pak Danpos, Mas Arifin, kalau disini ya memang harus rundingan dulu.” Mbok Sulasmi menambahkan
“Kami paham Mbok. Mohon dimaafkan juga mendadak. Karena Arifin baru menyampaikan kemarin sore dan katanya sudah bilang ke Lestari.” Kata Letnan Darmawan
“Iya Mbok, kami paham. Untuk selanjutnya kami tunggu kabar dari Mbok, kapan Mbok bisa menerima kami lagi setelah musyawarah sama keluarga.” Ucap Pak Legimin sang Kepala Kampung
“Tapi betulkan Lestarinya mau? Atau Cuma akal-akalan Arifin aja nih?” tanya Letnan Darmawan ke Lestari sambil tertawa
Lestari hanya tersenyum malu-malu. Wajahnya memerah, memegang lengan ibunya.
“Dilamar wong ganteng sing gagah yo mau ya Ndo.” Pak Legimin tertawa melihat Lestari tersipu malu
Kalau nanti lamarannya diterima karena sedang Satgas, Letnan Darmawan menyampaikan bahwa pernikahan seorang prajurit harus mendapat ijin dari Komandan Batalyon terlebih dahulu. Dan karena 2 bulan lagi rencana mereka mau pulang ke home base dan dirotasi oleh Batalyon lain, Komandan Batalyon menyampaikan bahwa pengajuan nikah akan dilaksanakan di home base bersama dengan prajurit lainnya yang berencana akan meminang gadis Aceh.
Akhirnya mereka pun pamit. Mbok Sulasmi dan Lestari mengantar sampai ke depan rumah. Arifin dan Lestari saling curi pandang. Hati Lestari berbunga-bunga karena ada tentara yang mau melamarnya.
“Lestari selamat ya, kamu dilamar abang tentara.” Ucap Fitri kepada Lestari ketika ibunda Lestari Mbok Sulasmi sowan ke ayah Ani, Bang Fadillah menceritakan tentang kedatangan Kepala Kampung, Danpos dan Arifin ke rumahnya.
“Ah kamu Ani. Kan belum tentu juga jadi.” Ujar Lestari
“Eh mau aja. Seragamnya istri tentara kan bagus. Hijau muda. Jadi kaya istri pejabat kamu nanti.” Fitri berkata sambil bercanda
“Ah kamu Ani. Aku senang sih, tapi kan belum tau juga. Apakah keluarga kita setuju. Soalnya aku juga belum begitu kenal sama Bang Arifin. Taunya kan kalau dia ke rumah aja untuk antar dan ambil cucian sama minta makan.” Lestari berkata secara rasional
“Iya juga ya Mit. Kita engga tau apa betul di Jawa sana dia ga punya istri atau pacar.” Kata Fitri “Tapi Kak Rosmini betul loh, katanya dia sudah tinggal di asrama di Jawa sana.”
“Ya aku berdoa yang terbaik saja, aku ingin membahagiakan Mbok. Setidaknya ada yang menafkahi kami berdua.” Lestari berkata dengan nada sedih. Sejak ditinggal ayahnya yang meninggal karena sakit, dia dan ibunya mencari nafkah sendiri. Kadang saudara-saudara dari ayah dan ibunya membantu, tapi tidak mungkin hidup dari bantuan orang lain terus menerus. Hasil memetik kopi pun tidak bisa diandalkan sepanjang tahun karena kopi ada musimnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments