"Aduh, ini di mana?" tanya pria itu pelan, terdengar kebingungan setelah sadar dari pingsannya.
"Kamu sudah sadar, Nak?" Ayah Nafisa masuk ke kamar dengan cepat setelah mendengar suara itu, diikuti oleh Nafisa dan Ibu Revi.
"Iya, Pak. Ini di mana ya?" Pria itu memegang kepalanya yang masih terasa nyeri.
"Kamu sekarang ada di rumah kami. Tadi Bapak temukan kamu kecelakaan dan pingsan di dekat ladang, jadi Bapak bawa ke sini supaya bisa diobati," jelas Ayah Nafisa dengan tenang.
"Terima kasih banyak, Pak. Kalau Bapak nggak menolong saya, mungkin saya nggak tahu apa yang terjadi sekarang," ujar pria itu dengan nada penuh syukur.
"Iya, sama-sama. Sudah kewajiban kita untuk saling menolong, Nak. Oh iya, kalau boleh tahu, siapa namamu, dan bagaimana kecelakaan itu bisa terjadi?" tanya Ayah Nafisa penasaran.
"Nama saya Azlan Syarahil, Pak. Biasanya dipanggil Azlan. Tadi saya sedang dalam perjalanan ke kampung sebelah untuk mengisi acara pengajian. Jalannya sempit, dan tiba-tiba ada hewan melintas. Saat saya mencoba menghindar, mobil saya malah menabrak pohon," jelas pria itu yang ternyata bernama Azlan.
"Oh begitu ceritanya. Jalan di sana memang kecil, Nak, dan cukup sulit dilalui mobil. Ngomong-ngomong, Nak Azlan ini seorang ustadz, ya?" tanya Ayah Nafisa sambil tersenyum.
"Iya, Pak. Saya seorang ustadz," jawab ustadz Azlan singkat.
"Jarang sekali anak muda yang menjadi ustadz. Bapak kagum sama kamu, Nak," ujar Ayah Nafisa dengan nada kagum.
"Alhamdulillah, Pak. Semua ini berkat anugerah Allah," jawab ustadz Azlan dengan senyum tulus.
"Nak Azlan, kepalanya masih sakit, kan? Ayo, minum obat dulu," ucap Ibu Revi, yang sejak tadi mendengarkan.
"Iya, Bu. Masih terasa sedikit sakit," jawab Azlan sambil mengangguk.
"Nafisa, tolong ambilkan air buat Ustadz Azlan, ya," pinta Ibu Revi pada anaknya.
"Iya, Bu," jawab Nafisa sambil melangkah ke dapur. Tak lama kemudian, dia kembali membawa segelas air dan menyerahkannya kepada Ustadz Azlan.
"Ini Ustadz, " Nafisa melirik Ustadz Azlan sekilas, lalu menyerahkan segelas air putih pada Ustadz Azlan dan pria itu menerimanya.
"Terima kasih" Ucap ustadz Azlan yg juga melirik Nafisa sekilas lalu menundukkan kembali pandangannya dari nafisa.
"Sama-sama," jawab Nafisa singkat.
Setelah meminum obatnya, Ustadz Azlan duduk tegak. "Pak, Bu, sekali lagi terima kasih atas bantuan Bapak dan Ibu. Saya merasa sangat berhutang budi. Kalau begitu, saya pamit dulu," ucap ustadz Azlan, ia berusaha berdiri meski masih terlihat lemah. Ia hendak beranjak dari tempat tidur, karena ia merasa tak enak jika harus berlama lama di rumah Nafisa dan ia juga takut orang tuanya khawatir karena dirinya belum pulang sampai sekarang.
"Loh Nak kamu mau kemana? lebih baik kamu menginap saja malam ini disini Nak, karena kondisi kamu belum sehat betul. Lagi pula hari juga sudah malam Nak, " Ucap ayah Nafisa yg menghentikan ustadz Azlan. Ia khawatir jika pria itu pergi sekarang dan disaat kondisinya belum pulih benar, maka itu akan sangat berbahaya.
"Benar, Nak. Lebih baik istirahat di sini dulu. Kami juga nggak tenang kalau kamu harus pergi dalam keadaan seperti ini," tambah Ibu Revi.
Ustadz Azlan terdiam sejenak, mempertimbangkan permintaan itu. Akhirnya dia mengangguk.Ia merasa tak enak menolak permintaan orang tua Nafisa dan merasa dirinya juga belum pulih benar, Ustadz Azlan pun akhirnya setuju untuk menginap dirumah Nafisa.
"Ya sudah Nak, sekarang sebaiknya kamu istirahat. Nanti kalo ada apa-apa kamu bisa panggil kami" ujar ayah Nafisa sambil tersenyum.
"Iya, Pak. Terima kasih," jawab Ustadz Azlan dengan nada lega.
Setelah itu, Nafisa dan kedua orang tuanya keluar dari kamar tamu, meninggalkan Ustadz Azlan untuk beristirahat. Mereka pun pergi ke kamar masing-masing.
Didalam kamar, Nafisa mulai merebahkan dirinya. Hari sekarang menunjukkan pukul 23.00, namun Nafisa tidak bisa tidur.
"Huft, kenapa sih susah banget tidur? Padahal aku nggak mau begadang, besok kan aku harus sekolah," gumam Nafisa sambil menatap langit-langit kamar. Ia sudah mencoba memejamkan matanya, tapi rasa kantuk tetap tidak datang.
"Ayolah, mata, bantu aku tidur," ujarnya dengan nada frustasi.
Nafisa terus bergulat dengan pikirannya hingga tiba-tiba ia terdiam. Dari kamar sebelah, terdengar suara orang mengaji. Suara itu begitu merdu dan menenangkan.
"Siapa yang ngaji ya? Suaranya indah sekali," ucap Nafisa lirih. "Eh, tapi kan di kamar sebelah ada Ustadz Azlan. Apa Ustadz Azlan yang mengaji? Kalau iya, suaranya merdu banget."
Hati Nafisa terasa tenang mendengar lantunan ayat-ayat suci tersebut. "Ya Allah tenang sekali hatiku mendengarnya, andaikan aja aku dikasih suami kayak begitu nanti, uh.. Pasti aku bahagia sekali," gumamnya sambil tersenyum sendiri. Tak lama, suara mengaji itu membuat Nafisa terlelap dalam tidur yang nyenyak.
Sementara itu, di kamar sebelah, Ustadz Azlan menutup Al-Qur'an yang dibacanya. Malam itu, Ustadz Azlan juga sulit tidur. Melihat ada Al-Qur'an di kamar tamu, ia memutuskan untuk membaca beberapa ayat agar hatinya tenang.
🌻🌻🌻🌻
Esok paginya, Ustadz Azlan sudah bersiap untuk berpamitan kepada keluarga Nafisa.
"Bu, Pak, sekali lagi terima kasih banyak karena sudah menolong dan merawat saya di sini," ucap Ustadz Azlan dengan sopan.
"Iya, Nak, sama-sama. Itu sudah kewajiban kita untuk saling tolong-menolong," jawab Ayah Nafisa sambil tersenyum.
"Kalau begitu, saya pamit, Pak, Bu..."
"Iya, Nak. Hati-hati di jalan," timpal Ibu Revi.
Ketika Ustadz Azlan hendak melangkah ke pintu keluar, Nafisa tiba-tiba muncul dengan tergesa-gesa.
"Ayah, Ibu, gimana ini? Angkot ke sekolah udah nggak ada. Sebentar lagi bel masuk bunyi, Nafisa mau ke sekolah pakai apa?" keluh Nafisa. Nafisa tadi bangun agak kesiangan, dan jarak dari rumah dan sekolahnya cukup jauh maka dari itu Nafisa ketinggalan angkot. Karena biasanya Nafisa selalu naik angkot pagi kesekolah yang jam
06.00 sudah berangkat.
"Aduh, gimana ya, Nak. Di sini memang susah cari kendaraan," jawab Ayah Nafisa, bingung.
"Memangnya Nafisa sekolah di mana, Pak?" tanya Ustadz Azlan, ikut prihatin.
"Dia sekolah di SMA Cempaka Putih," jawab Ayah Nafisa.
"Kalau begitu, biar saya antar saja, Pak. Kebetulan rumah saya searah dengan sekolahnya Nafisa," tawar Ustadz Azlan dengan tulus.
Ia mau mengantarkan Nafisa kesekolah karena emang jalan rumah Ustadz Azlan dan sekolah Nafisa searah. Selain itu, juga karena ingin membalas budi kepada keluarga Nafisa yang sudah menolongnya.
"Alhamdulillah, kalau begitu, Nak. Nafisa, kamu ikut Ustadz Azlan saja, ya," ucap Ibu Revi lega.
"Iya, Bu..." Nafisa yang tidak punya pilihan lain hannya mengiyakan ucapan ibunya. Sebenarnya Nafisa sangat malu jika harus pergi berduaan dengan lelaki, apalagi Ustadz Azlan akan mengantarkannya menggunakan mobil, otomatis hannya mereka berdua didalam mobil. Setelah kecelakaan kemarin, mobil Ustadz Azlan dibawa ke bengkel oleh warga. Dan karena rusaknya tidak terlalu parah, mobil itu bisa dengan cepat di perbaiki. Maka dari itu mobil Ustadz Azlan diantarkan ke rumah Nafisa dan sudah bisa di pakai kembali.
"Ya sudah, saya pamit dulu, Pak, Bu, Assalamu'alaikum, " ucap Ustadz Azlan menyalami tangan Ayah dan Ibu Nafisa secara bergantian.
"Wa'alaikumussalam, Nak. "
"Nafisa pamit ya, Ayah, Ibu," ujar Nafisa sambil menyalami kedua orang tuanya. Ia lalu masuk ke mobil Ustadz Azlan dan memilih duduk di kursi belakang. Nafisa merasa malu jika harus duduk di kursi depan, disamping Ustadz azlan.
Di dalam perjalanan, suasana canggung menyelimuti mereka. Tidak ada percakapan yang terjadi, hanya keheningan yang menemani hingga mobil berhenti di depan pekarangan sekolah.
"Terima kasih banyak ya, Ustadz," ucap Nafisa sebelum turun dari mobil.
"Iya, sama-sama," balas Ustadz Azlan singkat.
Setelah Nafisa masuk ke dalam sekolah, Ustadz Azlan memastikan semuanya baik-baik saja sebelum melajukan mobilnya kembali menuju rumahnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
Mukmini Salasiyanti
Semangat Thorrr
2024-03-04
0