AKH...!
Teriak tertahan Neha saat sebuah tangan memgang tangannya. Dan tiada disadari, hal tersebut ternyata sukses membangunkan sisi pendekar Neha.
Perempuan cantik itu pun memberikan sodokan pada perut sosok di belakangnya dengan sikutnya. Tak hanya itu, Neha pun berhasil meraih tangan sosok itu dan membanting tubuhnya. Dari ukuran tangan dan tubuhnya Neha yakin, jika sosok itu laki-laki.
"Aww....!!" Sosok mengeluh.
"Kak Aabid...?!" ucap Neha.
Aabid mengeluh seraya bangkit. Mata Neha membulat sempurna. Tangannya menutup mulutnya.
"Kau ini pendekar juga ya...?" ucap Aabid sambil rebah di tempat tidur.
"Maaf. Aku...aku tidak tahu jika itu kakak" ucap Neha gamang.
"Jika bukan aku, lalu siapa? Hantu? Dedemit...?"
"Ya...mungkin sejenis itu"
"Kau...." ucap Aabid.
Mata laki-laki itu membulat. Dan Neha duduk di sebelah Aabid dengan rasa penyesalannya.
"Maafkan aku, kak..." ucap Neha seraya menyimpan tatapannya di ujung kakinya.
"Maaf? Kenapa kau meminta maaf...?"
Neha terkesiap. Matanya menatap sepasang kaki besar di hadapannya. Sontak Neha pun mengangkat wajah. Alangkah terkejutnya saat ia mendapati Aabid tengah berdiri di hadapannya.
"Kak...Bukankah kau tadi di sini?" ucap Neha sambil menunjuk sisi tempat tidur dimana Aabiid berada sebelumnya.
"Aku baru sampai dari kamar ibu...."
"Bagaimana...ini" ucap Neha.
Perlahan ia menjauhi Aabid dan kemudian ambil langkah seribu. Yuph, Neha berlari ke luar kamar. Rasa mencekam yang ia rasakan membuatnya histeris.
"Ibu....ibu....!" teriak Neha berulangkali.
Polah Neha tersebut tentu membuat seisi rumah gempar. Ibu yang mulai terlelap terbangun. Begitupun dengan beberapa asisten rumah tangga.
Maryam, ibu dari Aabid cemas. Ia teringat peristiwa yang menimpa keenam menantunya yang berumur sehari itu.
Maryam segera keluar kamar dan mendapati Neha yang menangis. Sebuah pemukul baseball terpancang di tangannya. Gadis yang baru sehari menjadi menantunya itu langsung memeluk Maryam ketika mendapati kehadirannya.
"Ada apa, Ndok..." ucap Maryam cemas.
Namun belum lagi, Neha menjawab Aabid berdiri di ambang pintu. Dengan gontai ia melangkah mendekati Maryam yang masih memeluk Neha.
"Sebenarnya tidak ada apa-apa, Bu. Neha hanya terkejut" ucap Aabid sambil duduk di sofa, dekat Maryam dan Neha.
"Terkejut, bagaimana?!" ucap Maryam.
"Neha terkejut melihat saya. Saya salah juga, mendekati Neha dengan tiba-tiba tanpa ba-bi-bu..." jelas Aabid.
Beberapa asisten rumah tangga yang ada terdengar cekikikan. Tawa mereka seketika tertahan saat tatapan dingin Aabid menyasar menatap mereka.
"Walaaah, Ndok. Ibu kira ada apa. Ini suami mu loh. Kok ya malah takut"
"Tapi, Bu....Tadi kak Aabid. Kak Aabid..." ucap Neha terputus.
"Apa perlu ibu temani tidur kalian?" goda Maryam.
"Ya... Tidak begitu juga, Bu" ucap Aabid.
"Sudah....pergi kembali ke kamar. Sudah larut malam" ucap Maryam sambil tersenyum.
Neha pun menuruti Maryam. Sedikit ragu ia melangkah sejajar dengan Aabid yang terlihat dingin. Sesekali ia melirik pada Aabid dengan gamang.
"Apa benar tadi adalah kak Aabid? Kenapa ada perasaan aneh begini saat berdekatan dengan kak Aabid?" batin Neha hingga sampai kembali di ruang pribadi mereka.
Aabid tersenyum tipis. Matanya menatap sesaat wajah cantik Neha. Tangan kekarnya membetulkan beberapa helai rambut yang menutupi wajah Neha.
"Istirahat lah. Aku akan menjaga mu" ucap Aabid.
"Tapi....Apa yang tadi itu kakak?"
"Ya, tentu saja. Kau tidak percaya? Ah, sudahlah. Em, aku ke dapur dahulu ya. Ingin mengambil air minum. Kebetulan sudah habis" ucap Aabid sambil menunjuk gelas kosong di meja.
Neha mengangguk ragu. Matanya tampak menatapi punggung laki-laki yang kini telah menjadi suaminya itu dengan gamang. Neha terus saja menatap Aabid di setiap langkahnya. Dan di bawah temaram lampu, siluet Aabid kian tegap. Neha tersenyum.
Tapi tunggu...di bawah temaram cahaya lampu, Aabid tampak menghentikan langkahnya. Dan hal itu membuat Neha penasaran. Mengapa laki-laki gagah itu tak melanjutkan langkahnya.
Tak sampai hitungan detik, Aabid memutar tubuhnya dengan perlahan. Seiring dengan itu terbitlah seringai menghiasi wajah Aabid. Selain itu kepalanya pun bergerak-gerak tak terkendali. Begitu mengerikan. Wajah tampan itu telah berubah menakutkan. Kemudian mendadak tubuh Aabid berubah. Ia menjadi besar dan tinggi hingga mencapai bubungan atap. Melihat itu, Neha kembali histeris. Ia begitu ketakutan mendapati Aabid yang seperti demikian.
"Akhhhh.....!!!" teriak Neha.
"Jangan...! Jangan mendekat....!!" ucap Neha berulangkali.
"Neha...Neha!! Bangun..." ucap Aabid sambil menepuk-nepuk pipi istri yang baru semalam itu.
Neha terbangun. Peluhnya membanjiri tubuh. Nafasnya pun memburu.
"Kau bermimpi?" ucap Aabid.
BUK...
Neha memukul dada Aabid. Cukup keras sehingga laki-laki itu pun meringis menahan sakit.
"Ada apa dengan mu?!" ucap Aabid sedikit meninggikan suara.
"Ada apa dengan mu katamu?!"Ada apa??!! Apa kakak tidak ingat, jika sebentar lalu kakak baru saja jadi raksasa yang menakutkan. Tinggi kakak mencapai bubungan langit-langit rumah....!!!" teriak Neha.
"Aku? Kau bermimpi. Aku baru saja dari luar menemui ibu"
"Lalu yang tadi....."
"Rasanya begitu nyata. Tidak mungkin jika itu mimpi"
"Sudah, mandi sana....Sebentar lagi tanggapan Jaranan akan mulai"
"Tanggapan Jaranan? Ah, tidak. Neha tidak mau. Sejak dahulu Neha paling ogah melihat tontonan itu. Neha di dalam saja ya..." ucap Neha.
"Di kamar maksud mu? Nanti ada raksasa lagi loh..." ucap Aabid.
Mendengar ucapan Aabid, Neha buru-buru mendekati Aabid. Lebih tepatnya lompat. Neha mengapit lengan Aabid. Beberapa pukulan ringan pun bersarang di lengan laki-laki tampan itu. Aabid tertawa ringan mendapati polah istri ketujuhnya itu.
"Wah, ibu senang melihat pengantin baru seperti ini..." ucap Maryam yang tiba-tiba saja sudah berada dalam kamar.
"Ibu..." ucap Aabid dan Neha hampir bersamaan.
Neha pun buru-buru melepas apitan tangannya di lengan Aabid. Wajahnya memerah. Neha malu.
Diam-diam ujung mata Aabid memperhatikan wajah Neha yang bersemu merah. Sisi kelaki-lakiannya terasa berontak melihat wajah cantik Neha.
"Cantik...." gumam Aabid memuji Neha.
Menyaksikan polah anak laki-laki semata wayangnya itu, Maryam tersenyum.
"Maaf, ibu masuk tanpa ketuk pintu. Tadi ibu lihat pintunya terbuka, jadi ibu masuk saja. Dan ibu bahagia mendapati kalian baik-baik saja" ucap Maryam sumringah.
Bagaimana Maryam tidak bahagia, satu malam telah dilewati Aabid dan Neha. Dan Maryam berharap ini adalah pertanda baik untuk keberlangsungan rumah tangga keduanya. Walau ada bayang ketakutan akan berulangnya peristiwa yang menimpa keenam menantunya, namun terbersit harapan mulai menyelimuti hati Maryam saat mendapati keduanya baik-baik saja di padi hari.
"Ah, tidak apa-apa Bu..." ucap Neha yang langsung membantu Maryam meletakkan menu sarapan.
"Sengaja ibu bawakan makan pagi kalian. Agar bisa asyik berduaan saat makan..." bisik Maryam sambil mengusap pucuk kepala Neha.
Neha tersenyum. Wajahnya kembali merona. Rasa takutnya terusir oleh kata canda Maryam yang sangat membuatnya malu hati. Bahkan rasa sedihnya karena harus menikah cepat pun berangsur hilang.
"Ngobrol terus, kapan makannya..." ucap Aabid.
"Oiya, Haha...." tawa Maryam disambut yang lain.
Seraya dengan itu, Maryam bersama seorang asisten rumah tangganya itu pun meninggalkan ruangan pribadi pengantin baru itu sekaligus menyisakan senyum di ujung bibir keduanya.
"Kak Aabid, mau sarapan sekarang?" tanya Neha sambil merapikan makanan.
Neha mengangkat wajahnya. Tanyanya tak mendapat perhatian.
Deg.
Wajah Neha kembali merona karena saat itu, Aabid tengah menatapnya. Senyum tipis pun menghiasi wajahnya.
"Kak..." ucap Neha.
Tangannya menggugah lengan Aabid.
"Sstt...." isyarat Aabid sambil meletakkan jari telunjuk di depan bibirnya.
Neha celingukan. Matanya menyisir sisi kanan-kiri. Mencari sesuatu yang mungkin bisa menjelaskan, mengapa Aabid berlaku demikian.
"Ada apa, Kak...?" ucap Neha setengah berbisik.
Neha pun sedikit mendekat pada Aabid, khawatir ada sesuatu yang membahayakan. Bukankah Aabid adalah tempatnya berlindung kini?
"Biarkan aku menatap wajah cantik mu, Neha..." ucap Aabid setengah berbisik.
"Apaan sih, Kak...." ucap Neha malu.
Tanpa basa-basi, Aabid merengkuh Neha dan memeluknya erat.
"Neha....."
Sebuah suara menyisip di antara angin yang baru saja masuk melewati jendela yang terbuka.
Neha terkesiap. Bulu kuduknya meremang. Neha menajamkan telinga. Khawatir salah.
"Neha...."
Dan sekali lagi, neha mendengar suara lalu yang terasa menakutkan itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments