Shanum jalan mengekori Farhan yang masuk ke dalam kamar mereka. Lelaki itu melepaskan pakaiannya lalu mengganti pakaiannya.
Shanum memang memiliki rasa curiga kala beberapa hari belakangan ini suaminya tak mandi lagi setelah pulang kerja. Wangi parfum yang berbeda, memang bukan parfum wanita, janggal jika pulang kerja terlihat lebih segar.
Makan malam juga jarang ,tak ada minat dengan menu yang di meja bahkan anak-anak juga beberapa kali tak makan siang atau makan malam.
Ada lagi ia menemukan bungkus makanan bermerk yang jelas tak mungkin mereka jangkau jika membelinya. Kejanggalan demi kejanggalan juga beberapa barang yang mencolok peralatan sekolah juga pakaiannya anak-anak baru dan pastinya harganya mahal.
Ada di sela tumpukan di almari, bahkan anak-anak sekarang jarang mengobrol lagi atau sekedar sapaan yang biasanya dia terima.
"Mas tidak mandi duluan? Kok malah ganti baju langsung rebahan? Apa tidak gerah juga lengket?" Tanya Shanum menata duduk di sisi seberang ranjang mereka.
"Enggak lah, bau ku wangi tidak seperti kamu asam juga bau bumbu dapur. " Sahut Farhan ketus seraya beringsut duduk bersandar di dinding ranjang.
Tangannya menggapai laci di meja yang ada di samping ranjang. Map coklat tipis di sodorkan ke muka shanum.
"Apa ini mas?" Tanya shanum bingung menatap Farhan tak mengerti.
"Aku ingin bercerai, kita pisah baik-baik saja. Jangan mempersulit dan drama Shanum! Aku bosan dengan kehidupan kita seperti ini. Aku jenuh, anak-anak ikut dengan ku dan rumah ini milik mu. Aku sudah urus semuanya. "
"Nantinya surat kepemilikan tanah dan rumah ini akan ku kirimkan padamu!" Penjelasan spontan itu membuat Shanum kaku dan terperangah. Shock?
"Apa salah ku mas?" Tanya Shanum terbata air matanya menetes perlahan, pertahanan nya runtuh. Dunianya hancur detik itu juga.
"Tidak ada, aku hanya jenuh hidup miskin karena sekuat tenaga ku bekerja rasanya percuma juga, jika uang ku akhirnya habis untuk ayahku yang sakit, lalu biaya sekolah."
"Kredit rumah, biaya hidup, belum lainnya. Mari kita akhiri semuanya, kau punya pekerjaan dan bisa menghidupi dirimu sendiri, tak perlu lagi kau berhemat lagi untuk kami."
Penjelasan lelaki yang sudah membersamai nya selama kurang lebih 15 tahun ini berakhir begitu saja. Shanum menata hatinya, ini pasti suaminya bercanda.. Pikir shanum detik itu juga.
"Ini hanya bergurau kan, mas? Jangan seperti ini, ini tidak lucu." Sahut Shanum geram.
"Tak ada gurauan semua ini aku yang inginkan seperti ini, jadi terima saja. Akhiri semuanya tanpa keributan, kita berpendidikan jadi tak perlu berteriak sambil melakukan kekerasan " Papar Farhan datar nada bicaranya.
"Kau bukan kuli panggul kasar di pasar yang barbar yang bisa nya bikin ricuh. Jadi tanda tangan sajalah lagian anak-anak menyukai ibu sambung mereka, tak ada alasan untuk menolak." Jelas nya.
Penjelasan tentang itu membuat dada Shanum sesak lamat lamat terdengar suara adzan maghrib. Shanum bangkit dan berwudhu. Menjalankan kewajibannya menghadap kepada sang pencipta dan penguasa hidup ini.
Shanum terdiam menunduk di sajadah seusai menjalankan shalat tiga rakaatnya tak ada suara bahkan kini Shanum tersadar bahwasanya sudah lama sekali mereka tidak shalat berjamaah.
Lebih tepatnya sang suami tak menjalankan kewajibannya sebagai imam sebagai makhluk hamba Allah. Shanum menghela nafas bersama dengan lelehan air matanya." Anakku juga tak lagi ke masjid lagi. Iman mereka sudah tergadaikan bersama dengan suamiku. Kenapa aku lalai tidak mengingatkan kewajibannya?" Keluh Shanum dengan nada lirih.
Gumaman lirih itu terdengar jelas oleh Farhan. Lelaki itu mengalihkan pandangan menahan buliran air mata nya. Bangkit beranjak keluar dari kamarnya.
Anaknya sudah duduk di meja melingkar menunggu sang ibu karena tidak ada pergerakan.. Shanum yang biasanya memasak setelah magrib. Menyiapkan makan malam untuk mereka.
"Makan malam pesan saja ya ? Ini pesankan di aplikasi ponsel ayah, makan di samakan saja. Ini uang nya " Farhan memberikan uang beberapa lembar.
"Jangan merepotkan ibu dan jangan ganggu dia, pesan saja makanan buat sarapan pagi besuk sekalian. Bisa pakai rice cooker kan?" Farhan menatap ketiga anaknya dan Liana mengangguk
Ia pun berjalan ke almari pendingin mengambil air di botol. "Jangan lupa isi air juga, ya?" Farhan mengingat kan dan lagi ketiganya mengangguk.
'Ibu sedikit butuh waktu untuk menerima keadaan ini." Lanjut nya dan berlalu masuk ke kamarnya. Anak-anak terdiam dan melakukan perintah sang ayah.
Farhan memilih setia duduk di ranjang menatap shanum yang masih bersimpuh di kain persegi panjang itu. Wanita cantik itu terdiam hanya bahunya bergetar hebat juga tangannya bergerak memainkan tasbihnya.
Hingga kumandang adzan isya wanita itu menjalankan empat rakaat itu lagi terduduk di sana. Melafalkan dzikir tak berhenti, mendadak dia bangun dan tergesa-gesa keluar.
Farhan mengikuti dari belakang tak bersuara. Shanum mematung di antara dapur dan ruang tamu. Anak-anak nya yang asyik makan dengan lahapnya sesekali mengobrol mendadak terhenti.
"Maaf, maafkan ibu. Maafkan, belum bisa membelikan baju mewah, makanan lezat, mengajakmu bertamasya.." Ucap shanum terbata bata luruh di tempat.
Menangis tersedu-sedu menyayat hatinya melihat anaknya asyik makan tanpa menawarkan padanya. Padahal ia ingat kewajibannya sebagai ibu belum masakan makan malam. Cobaan apa ini?
Karena ingat anaknya belum makan makanya ia tergesa keluar dari kamar tidur nya. Kenyataannya anaknya sudah tak membutuhkan nya. "Ayah mu sudah cerita kalian menerima ibu sambung kalian dan mau tinggal bersama mereka kan?" Tanya tersendat sambil tersenyum, terlihat menyedihkan disela tangisan.
Haris memalingkan wajahnya menahan airmata, juga Liana. Galang menatap sedih dan tersedu. " Maafkan aku ibu, aku ingin di sukai karena anak orang kaya." Ucap Haris tercekat.
"Tidakkah kalian menyayangi ku? Kenapa meninggalkan ibu sendirian?" Tanya Shanum terbata.
"Maafkan aku, aku capek hidup miskin Bu." Haris mengambil kotak makan malam nya dan berlalu. Masuk ke kamarnya lalu diikuti Liana yang melakukan hal yang sama.
Gadis remaja itu tak bersuara hanya menunduk dan menahan suara tangisannya, Farhan memalingkan wajahnya meraup wajahnya kasar.
Menahan airmata nya tidak ingin lemah di hadapannya Shanum. Galang menatap wajah ibunya yang menangis tersedu-sedu. Bocah itu turut menangis sambil memakan makanannya.
"Maafkan aku Bu.." Ucapnya lirih dan Shanum bangkit dan hendak berlalu namun kepala nya terasa berat dan matanya berkunang-kunang. Tubuh nya limbung meluncur ke lantai.
Dengan sigab Farhan menangkap nya dan membawanya ke kamar. "Ibu .." Pekik Galang menggema seisi rumah gaduh semua berlari ke kamar sang ibu
"Ini sudah lama yah, kita ke rumah sakit bagaimana jika ibu benar sakit parah?" Ucap Haris cemas, yang lain juga .
Liana mengusap kayu putih di kedua kakinya, sedangkan Farhan mengusap di sekitar hidung dan Galang dan Haris bergantian mengusap tangan Shanum.
"Badannya dingin ayah, ini menakutkan. Jangan pergi Bu. Aku akan kirimkan makanan enak Bu janji ku " Liana mengusap kaki juga memijit nya.
Farhan bingung lalu mengambil pakaian sang istri dua tiga set lalu memberikan kunci dan tas tersebut ke Haris. " Ayo ke rumah sakit." Ajak Farhan sambil membopong tubuh nya Shanum diikuti anaknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
leni
😭😭😭 ya allah gk tega liat shanum menderita kya gt, ank2 jg gk ada ota*k, masa demi uang mereka tega menyakiti hati ibu kandung sendiri??
2023-11-30
0