teror

Tiga Minggu setelah kematian Angga.

"Mbak, mbak" panggil Anto.

"Iya, tunggu Sebentar" Wati berlari kecil menuju keluar rumah.

"Ada apa nto?" Tanya Wati.

"Aku kesini mau mengambil motor itu" Anto menunjuk motor yang sedang berdiri di dalam rumah Wati.

"Kenapa?" Tanya Wati bingung.

"Apanya yang kenapa? Sudah jelas-jelas motor itu milik ku sekarang. Mbak kan tau kalau suami mbak membeli motor itu memakai uang ku separuh. Jadi ya sekarang motor itu sudah sah menjadi milik ku" jelas Anto panjang lebar.

"T-tapi kan kata mas Angga, motor itu ada hak Alfi di sana" jawab Wati.

"Itu dulu mbak. Ketika suami mbak masih hidup. Selama ini aku tidak protes ketika motor itu hanya di kuasai oleh suami mbak. Ya sekarang dia kan sudah mati. Jadi motor itu sepenuhnya menjadi hak milik ku" protes Anto.

Wati tercengang mendengar kan perkataan dari sang adik ipar. Karna selama almarhum Angga masih hidup, Anto tidak pernah berkata kasar kepada nya.

"Mbak akan menyerahkan motor itu nto. Tapi mbak ada permintaan sedikit, sekiranya kamu Sudi untuk memenuhi nya" pinta Wati.

"Katakan!. Jangan membuang-buang waktu ku mbak. Aku sibuk" Anto mengalihkan pandangan nya kesamping.

"Mbak mohon sekiranya Alfi sekolah nanti. Izin kan dia memakai motor itu untuk kesekolah. Sepulang sekolah motor itu akan kembali kepada mu. Hanya itu saja" ujar Wati memohon.

"Baiklah permintaan mbak akan saya kabulkan. Tapi saya juga punya syarat untuk mbak" Anto tersenyum sinis.

"Katakan lah apa syarat nya?" Ucap Wati.

"Setiap kali Alfi memakai motor saya. Maka mbak harus memberikan saya uang 20 setiap harinya." Kata Anto tanpa perasaan.

"20 ribu? Apakah itu tidak kemahalan nto? Kan kamu tau semenjak mas mu meninggal mbak sama sekali sulit untuk mendapatkan uang. Boro-boro mau makan enak nto. Makan pake beras saja kami jarang nto. Cuma makan singkong rebus untuk mengganjal perut" Wati menatap Anto dengan sendu. Ada gurat kesedihan yang terpancar di matanya.

"Itu sih masalah mbak. Kalau mbak tidak mau ya sudah. Berarti perjanjian kita batal. Tapi kalau mbak sanggup aku akan mengizinkan Alfi membawanya." Anto pergi meninggalkan Wati dengan mengendarai motor milik Angga.

"Mak. Kok motor bapak di bawa paman?" Tanya Alfi kecil.

"Itu bukan motor bapak pit. Selama ini bapak cuma minjam sama paman kamu. Jadi karna bapak udah nggak ada , maka nya paman kamu mengambilnya kembali. Kamu nggak usah sedih, nanti kalau kita ada rezeki emak beli lagi yang baru" Wati membujuk serta menenangkan hati Alfi.

Alfi kecil cuma tersenyum gembira mendengar penuturan sang ibu.

***

(Flashon)

"Emak ngapain?" Tanya Alfi yang masuk ke dalam rumah.

"Eh nggak ada pit. Ini mata emak kelilipan" ujar Wati berbohong.

"udah emak nggak usah sedih lagi. Dan jangan bohongi aku Mak. Aku bukan anak kecil lagi" protes Alfi.

Wati tersenyum getir melihat anaknya begitu tegar menghadapi pahitnya kehidupan yang sedang mereka rasakan.

Alfi berlalu meninggalkan sang emak. Alfimemilih untuk tidur sejenak untuk menetralkan rasa lapar yang semakin menjadi.

Perut Alfi berbunyi menandakan untuk segera di isi. Namun Alfi masih enggan, darah bercampur belatung masih saja terbayang-bayang di benak Alfi.

"Kecebong anyut tu si Lia. Gara-gara dia gue nggak bisa makan. Mana perut lapar banget lagi" Alfi menggerutu.

Tanpa Alfi sadari Lia sudah nangkring di pojok kamarnya. Lia merasa kasihan dengan kehidupan Alfi.

"Betapa beruntungnya aku bisa terlahir dari keluarga yang mampu. Jika di bandingkan dengan Alfi, kehidupan ku lebih layak dan lebih mewah. Maaf kan Lia ibu. Lia belum bisa membahagiakan ibu. Bahkan Lia sudah membuat ibu malu" ujar Lia dengan nada sedih.

"Ngapain lu meratap di pojokan sana. Lu kira  gue nggak bisa dengar ucapan lu" cibir Alfi yang menyadari kehadiran Lia.

"Al, kamu mau tidak bantuin aku lagi. Kamu tau kan loker tempat biasa aku menyimpan barang di sekolah. Buka lah loker itu dan ambil kotak pensil yang ada di dalam nya" ucap Lia.

"Untuk apa?" Alfi menaikan alis nya ke atas.

"Ambil saja dulu, nanti kamu akan tau apa isinya" pinta Lia.

Alfi mengangguk menyetujui permintaan Lia. Dan Lia menerbitkan senyuman manis dari bibirnya.

"Kapan kita akan melakukan balas dendam?" Tanya Lia. Alfi spontan mematung mendengar pertanyaan itu.

"Al, kamu tidak bohongkan?. Kamu sudah berjanji akan menolong aku untuk balas dendam" Lia mengingat kan Alfi.

"Iya Lia. Aku selalu ingat kok. Kapan kamu mau? Aku akan mengikuti nya" ujar Alfi mantap.

"Malam Jum'at Kliwon, sekitar 3 hari lagi. Aku akan memastikan target pertama kita"  ujar Lia sambil menghilang.

Keesokan harinya.

Alfi berangkat ke sekolah seperti biasanya. Dan sesampainya di sekolah, Alfi teringat tentang ucapan Lia kemarin sore Kepada Alfi.

Dengan langkah gontai Alfi mendekati loker milik Lia. Semenjak kematian Lia, tidak ada yang berani membuka loker itu. Karna setiap ada yang berniat membukanya, maka akan di ganggu oleh hal-hal mistis.

Terlebih lagi loker itu sama sekali tidak bisa di buka, walau kunci nya menggantung di sana.

Alfi memegang kunci yang tergantung di loker milik Lia. Dengan mengucapkan bismillah Alfi memutar kunci itu.

"Ceklek ceklek" kunci berhasil di buka.

Alfi mencari kotak pensil yang ada di dalam loker. Dan ternyata benar kata Lia. Alfi segera meraih kotak pensil itu dan kembali menutup loker. Untung saja Alfi membukanya pada pagi hari. Dimana semua siswa belum banyak yang berdatangan, sehingga Alfi tak menjadi pusat perhatian murid yang lain.

Alfi membawa kotak pensil milik Lia ke dalam kelas. Tak ada niat Alfi untuk membukanya. Alfi menyimpan kotak itu di dalam tas nya.

"Kenapa di simpan Al?" Tanya Lia yang datang secara tiba-tiba.

"Astagfirullah, Lia. Kebiasaan deh lu kayak gini" protes Alfi yang hampir terjatuh dari kursinya.

"Hihihi, kenapa tidak kamu intip isinya?" Tanya Lia.

"Ini bukan hak gue. Jadi buat apa gue intip-intip segala?" Cibir Alfi.

"Semua yang ada di dalam buat kamu Al" ujar Lia tersenyum.

"Maksud k-kamu?" Tanya Alfi benar-benar tidak mengerti.

"Apakah aku harus mengulang kembali perkataan yang sama untuk kedua kalinya?" Ejek Lia.

"Sudah lah, tidak usah di ulangi lagi" Alfi pura-pura tidak peduli.

Dengan secepat kilat Lia menghilang meninggalkan Alfi. Tak berapa lama kemudian teman-teman sekelas Alfi mulai berdatangan.

Pagi ini ada seseorang yang menarik perhatian Alfi. Laki-laki yang semenjak kematian Lia tidak lagi menampak batang hidungnya. Pagi ini dia kembali datang bersekolah.

'tumben sekali Fii hadir, selama ini dia kemana?' batin Alfi.

Ketika jam pelajaran dimulai, buk guru sempat bertanya tentang keberadaan Fii selama ini?

"Fii? Kemana saja kamu selama menghilang?" Tanya buk wasila. Tak ada jawaban yang keluar dari mulut Fii.

"Mungkin dia berkabung buk. Atas kepergian kekasih tercinta" sahut Iqbal yang mendapat tatapan tajam dari Fii.

"Apakah itu benar?" Tanya buk wasila lagi.

"Yap, bisa jadi buk." Jawab Fii sambil menunduk.

Alfi hanya diam menatap kearah Fii. Sebisa mungkin Alfi mencari tau apa yang terjadi sebenarnya di balik gerak gerik Fii.

Sedangkan Lia dengan senyum kelicikan, nangkring di atas lemari sambil tertawa kecil.

"Kamu akan mendapatkan balasan nya yank" ucap Lia, yang mampu membuat Fii mengangkat kepalanya.

'apakah dia juga mendengar ucapan lia' batin Alfi.

"Ada apa Fii?" Tanya buk wasila. Karna sikap Fii tiba-tiba berubah dan terlihat kebingungan.

"Tidak ada buk. Ayah izin ke toilet sebentar ya?" Izin Fii.

"Baru juga masuk sudah mau izin sekali" protes buk wasila.

"Saya kebelet buk. Sungguh" Fii mengangkat  jari telunjuk dan jari tengah di tangan kanannya.

Akhirnya Bun wasila mengizinkan Fii untuk keluar.

"Ibuk kasih waktu 5 menit. Kalau dalam 5 menit kami tidak kembali, ibuk pastikan kamu akan dikeluarkan dari sekolah ini" ancam buk wasila. Fii mengangguk setuju.

Fii berlari-lari kecil menuju toilet. Setelah masuk kedalam toilet, tiba-tiba saja pintu toilet yang Fii tempati tidak bisa di buka.

"Hihihihi" Lia tertawa sembari duduk di atas bak kamar mandi. Kaki nya menjuntai kebawah dengan wajah yang sangat menyeramkan.

"Astagfirullah, ampun Lia, ampun" Fii tertunduk sambil memegangi kepalanya. Berharap hantu Lia segera pergi.

"Apa kabar mu hari ini, pasti sangat bahagia bukan" ujar Lia dengan suara yang melengking. Fii beralih menutup telinganya agar tidak terlalu sakit.

"Tok, tok, tok" seiring ketukan pintu Lia menghilang secepat kilat.

Fii bangkit dan menggedor pintu dari dalam.

"Woy bukain. Tolongin gua, gua di kunci" teriak Fii.

Rinal yang hendak membuang hajad segera mendorong pintu kamar mandi yang di tempati Fii.

"Loh, nggak di kunci kok" ujar rinal bingung.

"Sumpah tadi ada yang kunciin gua dari luar. Hiiiii ngeri cuy" ujar Fii dengan wajah yang sudah pucat pasi.

Dengan langkah cepat Fii kembali memasuki ruangan kelas. Fii langsung duduk di kursinya tanpa banyak drama lagi. Dan Fii mengikuti pembelajaran sampai tuntas.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!