"Paman?" Tanya Alfi sambil berdiri kembali.
"Mana emak kamu?" Tanya paman Alfi.
"Emak lagi istirahat, ada apa paman?" Tanya Alfi dengan nada datar.
"Saya beri tahu sama kamu ya. Jangan pernah lagi kamu memakai motor saya. Lihat sekarang, motor saya Jim alias mati total. Ini gara-gara kamu sering ugal-ugalan membawanya." Jelas Anto dengan nada sinis.
"Pokoknya saya tidak mau tau. Kalian harus ganti rugi motor saya" sambung Anto.
"Maaf paman. Aku membawa motor paman karna paman yang meminta nya. Dan itupun harus kami bayar setiap kali memakai nya. Jadi kalau motor paman rusak itu tidak ada sangkut pautnya sama kami. Dan satu lagi paman, aku selalu membawa motor paman dengan hati-hati kok" Jawab Alfi dengan berani.
"Dasar bocah tengil kamu ya. Sudah berani kamu melawan saya. Baru juga di kasih beasiswa sudah sombong kamu. Dasar tidak tau terima kasih" bentak Anto. Tak lama berselang Anto angkat kaki dari rumah Alfi.
Wati mengelus dadanya dari dalam rumah. Tidak mungkin kalau Wati tidak mendengar perseteruan anak dan saudara dari suaminya nya itu.
'Mas, lihat lah adek mu. Setelah kepergian mu dia semakin semena-mena dengan aku dan anak kita mas. Padahal motor itu tidak sepenuhnya milik dia. Ada hak anak kita di sana' batin Wati sehingga dia terngungu.
(Flashback)
"Nto aku boleh pinjam uang mu tidak. Aku hendak membelikan motor untuk Alfi. Soalnya uang punya ku tidak mencukupi" jelas Angga almarhum ayah Alfi.
"Uang ku ada sekitar 3 jutaan Bg. Kalau abg mau kita kongsi saja beli Motor nya. Uang abg separuh dan uang ku separuh. Kita pakai motor nya gantian saja Bg. Bagaimana abg mau tidak?" Tanya Anto.
"Lagian untuk sekarang ini aku tidak terlalu membutuhkan motor. Jadi abg bisa memakai nya sepenuhnya. Tapi ya nanti kalau aku mau pakai sekali-kali boleh lah ya" bujuk Anto.
Angga berfikir sejenak, tidak ada salahnya juga berkongsi dengan anto. Toh mereka berdua juga saudara kandung kok. Tanpa Angga tau bahwa Anto orang yang sangat picik sekali pemikiran nya.
"Ya sudah kalau begitu, aku setuju. Kapan kita cek motor nya nto. Jangan lama-lama ya, nanti uang ku keburu habis terpakai." Ujar Angga sambil kembali kerumahnya.
"Dari mana mas?" Tanya Wati.
"Dari rumah Anto dek. Mas berniat mau membeli kan Alfi motor, jadi mas mau kongsi dengan Anto. Kalau tidak demikian kita tidak akan mendapatkan nya dek" jelas Angga.
"Alfi kan masih kecil mas. Untuk sekarang belum membutuhkan motor mas. Uang nya bisa kita tabung dulu sampai bisa membeli motor atas nama kita sendiri" saran Wati.
"Tapi dek, kamu kan tau kehidupan kita sangat pas-pasan. Kalau ada motor mas bisa ngojek untuk tambahan penghasilan." Tutur Angga memberikan pengertian.
"Ya sudah mas, aku nurut saja sama mas. Semoga kedepannya tidak ada sangkerta tentang motor itu" ujar Wati menyerah.
"Owh ya, Alfi mana dek?" Tanya Angga.
"Anak kita sedang tidur mas, tadi habis makan." Wati menyibakkan tirai kamar yang sudah sangat lusuh. Di dalam sana tertampang Alfi kecil sedang tidur nyenyak.
"Ya sudah ambilkan mas makan ya. Perut mas juga lapar" pinta Angga dengan manja.
Beberapa tahun kemudian.
"Mas, jangan tinggalin aku mas. Aaaaa maaasssss" tangis Wati pecah, melihat sang suami sudah terbujur kaku di tengah rumahnya.
"Sudah mbak, kamu yang sabar ya. Ikhlas kan kepergian Angga" salah satu tetangga menenangkan Wati.
"Maaaaasssss, tolong jawab aku maaasss. Hikss" Wati betambah terngugu.
Sedang kan Alfi kecil hanya terpelongo melihat keramaian di rumahnya. Alfi kecil tidak mengerti apa pun tentang situasi saat ini. Alfi memeluk Wati dari samping, berharap Wati mau memberikan penjelasan kepada nya.
Namun Wati tidak mampu berkata-kata lagi, hanya pelukan yang mewakili perasaan Wati saat itu.
"Mbak apakah boleh jenazah kita selenggarakan?" Tanya para tetangga. Wati masih menangis tersedu-sedu.
"Mbak, tidak baik menahan jenazah untuk lebih lama di dunia ini. Dia akan merasa kan sakit ketika terkena udara dunia ini. Kasihan pak Angga mbak" bujuk seorang laki-laki lagi.
Akhirnya Wati pasrah dan mengangguk lemah. Wati juga ikut menyelenggarakan jenazah sang suami.
Ketika pemandian di mulai, air mata Wati masih menetes tidak mau berhenti.
Sembari mengusap bagian tubuh sang suami Wati selalu berdoa dengan lirih.
"Ya Allah, ampunilah mata suami hamba. Sungguh mata ini yang selalu menatap kami penuh kasih sayang dan dengan mata ini lah beliau menunjuki kami jalan kebaikan." Wati mengusap mata sang suami.
"Ya Allah, ampunilah tangan suami hamba ini. Sungguh dengan tangan ini lah dia memberikan nafkah yang halal untuk kami. Dengan tangan ini lah kami merasakan sentuhan yang mampu membuat kami tenang." Wati mengusap kedua tangan sang suami. Setiap sentuhan yang Wati lakukan, dia selalu meminta ampunan untuk sang suami dan selalu mendoakan semua kebaikan untuk nya.
Orang yang ikut memandikan jenazah sampai terharu mendengar setiap penuturan Wati yang begitu tulus.
Untuk terkahir kali nya Wati melihat wajah Angga. Wati dengan terpaksa menerbitkan senyum di balik air matanya yang semakin deras.
"Mas, aku ikhlas kan kepergian mu. Ya Allah aku kembalikan suami yang paling aku cintai ke sisi mu. Aku mohon, kasihi dia seperti aku mengasihinya, hiks" Wati mengafani jenazah sang suami, sehingga tertutup sempurna.
Dengan deraian air mata yang masih mengalir, Wati mengantar sang suami ke peristirahatan terakhir nya.
Kali ini Wati tidak ikut masuk mengantar di dalam liang, proses pemakaman Wati serah kepada yang sudah berpengalaman. Wati hanya terduduk melihat jenazah sang suami di timbun dengan tanah yang masih merah.
"Mak, kok bapak di timbun pake tanah Mak. Nanti bapak tidak bisa bernafas loh" ujar Alfi kecil yang senantiasa mendampingi Wati.
"Huhuhuhu, hiks. Alfi" Wati semakin tidak bisa menahan kesedihannya. Bagaimana caranya agar Wati bisa menjelaskan kepada Alfi kecil.
Seorang tetangga berinisiatif mengambil Alfi kecil dan perlahan memberikan pemahaman kepada Alfi.
Selepas kepulangan semua pelayat Wati dan Alfi masih tinggal di pemakan. Wati memeluk gundukan tanah yang masih basah itu.
Tak pernah terfikir kan oleh Wati akan di tinggal oleh sang suami secepat ini. Apakah bisa Wati menghidupi anak mereka satu-satunya itu.
Dengan berjalan gontai Wati dan Alfi berjalan pulang kerumah peninggalan sang suami. Ketika sampai di rumah, keadaan rumah sangat sepi. Tidak ada keluarga atau sanak famili yang datang untuk menghibur atau menemani mereka.
Langkah kaki Wati berhenti di depan pintu. Semua kenangan manis yang tercipta di rumah sederhana mereka, kembali terlintas di benak Wati.
"Mak bapak meninggal karna apa?" Tanya Alfi yang polos.
(Flashback)
Hari ini Angga sedang men Dodos sawit mang Ujang, bersama dengan anto. Sedang asyik-asyiknya mendodos tiba-tiba saja sawit itu terjatuh mengenai kepala Angga.
Kepala Angga di hantam oleh bongkahan sawit yang memiliki berat yang lumayan berat. Angga meninggal di tempat. Namun tidak ada setitik pun darah yang keluar dari anggota tubuh nya.
Begitulah keterangan dari Anto adik kandung dari Angga. Anto meminta tolong kepada warga sekita untuk membawa jenazah Angga pulang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments