Baik emang adik ipar yang satu itu, mau menjemput Ali walaupun mungkin dia sendiri kerepotan. Berbeda dengan kakak sulungnya Mayang, itu wanita egois dan sangat cerewet, pernah sekali aku di pukul kepalaku pekai baskom gara-gara aku bilang keteknya bau.
Serius itu kakak ipar keteknya sangat bau, seperti tidak mandi seminggu. Kurasa reksona saja dia tak mampu beli.
Aku putuskan pulang dari rumah sakit, malas menunggu Mayang, toh ada ibunya yang setia menunggunya di rumah sakit. Mau peduli pada siapa lagi selain anaknya, bapak mertua sudah pergi meninggalkan dunia ini dua tahun yang lalu.
Masih teringat betul saat dia mau meninggal juga menitipkan Mayang pada ibu mertua, jadi apa salahnya jika Mayang ibu mertuaku yang rawat sementara. Ah, sungguh tragis jika kuingat kepergian beliau, beliau pergi kena serangan jantung. Saat beliau menyaksikan Mayang kucukur rambutnya sampai botak, habisnya aku sangat kesal pada istriku itu rambutnya sangat bau dan berkutu. Bukan salahku juga bapak mertua meninggal, toh dia yang datang ke rumahku tanpa aba-aba dan juga tanpa salam.
Dulu aku terpesona dengan kecantikan Mayang, matanya yang bulat juga giginya yang rapi dan rambut lurus sampai menyentuh bokong. Tapi kini dia berubah menjijikkan semenjak melahirkan Muhammad Ali Afran, aku juga di buat bingung sama Ali dia bocah tapi begitu menyayangi ibunya yang dekil itu.
Mengingat tentang Mayang kadang membuat perutku mual saja. Mayang wanita yang kusebut istri itu masih ku gauli, walau bagaimanapun aku juga punya nafsu. Walau kadang bau area kesuakuaan para laki-laki itu membuatku hampir muntah. Sering kali aku menyuruh Mayang mandi dulu sebelum kami menjalankan ritual malam, tapi masih saja aku mencium aroma yang tak sedap. Ah entahlah.
___
Kini aku sampai di rumah. Tinggal sendiri sementara waktu membuat hati ini sedikit tenang, tak ada teriakan dan tangis Ali memanggil ibunya dan tak ada suara Mayang. Sungguh tenang.
Jam menunjukkan pukul tujuh malam, perut ini rasanya minta di isi, walau tadi aku ada makan siang bersama karyawan cantik di kantor tapi aku malu untuk memesan nasi tambah.
Aku memasuki dapur yang terlihat berantakan, sisa makanan ada di meja, biasanya Ali makan sendiri Mayang sibuk mencuci pakaian kami bertiga, kadang aku heran sama Mayang apa tidak bisa dia menyuapi Ali baru dia mencuci, jadi tak seberantakan ini. Sangat malas untuk membersihkan sisa makanan ini. Lalu kubuka lemari penyimpanan ikan, tapi nihil, tak ada lauk apapun di sana, ya kami memakai lemari penyimpanan ikan namun bukan kulkas karena banyak kucing liar berkeliaran di sekitar sini.
Hanya ada beberapa bungkus mie instan dan beberapa butir telur. Biasanya kalau ada Mayang pasti aku di masakan ikan kari, kadang ikan sambal. Lalu untuk apa mie instan ini Mayang simpan. Terpaksa aku merebus mie instan dan telur, lumayan untuk mengganjal perut yang keroncongan.
Heum, biasanya ada Mayang yang sudah berbaring di tempat tidur sebelum aku masuk kamar, kebiasaan istriku itu jorok, mandi saja tidak saat hendak tidur.
Bebas, aku sibuk memainkan ponselku dan melihat beberapa foto cewek cantik di sana. Segar sekali mata ini memandang cewek-cewek ini, bajunya yang seksi juga dadanya yang montok membuat mata ini enggan berkedip. Ah, sungguh berbeda dengan Mayang dia sudah pernah menyusui Ali mana mungkin dia bisa berubah secantik ini lagi.
__
Pagi ini aku harus makan di luar, karena tak ada yang memasak. Duh, sial sekali hidupku saat ini, kadang aku berpikir mencari pengganti Mayang, tapi rasanya rugi sekali jika belum mendapatkan warisan dari orang tua Mayang yang hanya tinggal satu. Tak lama lagi dia juga akan pergi untuk selamanya, toh dia juga sudah tua.
Ah, pagi-pagi tak ingin merusak mood gara-gara memikirkan Mayang, lebih baik aku segera berangkat ke kantor, sarapan di sana lebih baik sambil lihat teman yang cantik di kantor, kalau bisa aku ajak dia makan sekalian. Kau yakin dia juga lain waktu akan mentraktirku makan.
Motor ninja kesayanganku sudah ku hangatkan sebelumnya.
Ceklek.
Pintu terkunci, berangkat!
Sangat pelan aku melajukan motor kesayangan ini, jangan sampai nanti aku harus mengganti kerusakannya begitu cepat. Sepanjang jalan aku melihat ibu-ibu dengan memakai celana kotor di hamparan sawah, mereka sedang menanam padi, itu sebabnya aku tak mengijinkan Mayang ikut kesawah, walau dia merengek puluhan kali padaku.
Jadi ingat Mayang saat kuliah dulu, aku tergila-gila padanya. Mayang yang masih kuliah saat itu juga tergila-gila padaku hingga termakan bujuk rayuanku agar dia segera berhenti kuliah dan menikah denganku, Mayang tak dapat menolak, kutahu cintanya begitu besar padaku.
Malang sekali nasibku kini harus menerima kenyataan bahwa istriku itu wanita dekil, jika kupikirkan saat ini aku menyesal menikahinya.
****...
”Hampir aja,” lirihku pelan lalu aku melirik pemuda berpakaian lusuh yang hampir saja ku tabrak. Harusnya dia tak lalu lalang, karena ini parkiran.
”Maaf, Mas.” Dia berlalu.
Apa? Hanya maaf?
Dia sudah membuat ban motorku sedikit menipis tapi hanya minta maaf. Dasar laki-laki kampungan. Walaupun wajahnya tampan tapi tak menjamin bahwa dia kaya, pakaiannya saja lusuh.
Masih menunjukkan pukul tujuh kurang, aku masih banyak waktu untuk makan dan sedikit bertukar cerita dengan gadis-gadis cantik di sini, salah satu yang membuatku betah kerja di sini.
”Nita!” Teriakku sembil melambaikan tangan kearah teman kantorku itu. Matanya membulat sempurna, sungguh begitu indah. Sekilas kulihat mereka bertiga berbisik-bisik lalu tertawa terbahak.
Gadis bertubuh ramping itu mendekatiku, manik mata kecoklatan itu menatapku ragu.
”Ada apa, Bang?” Tanyanya lalu berdiri tepat di sampingku. Aroma vanila di tubuhnya begitu menggoda.
”Makan yuk!” Ajakku, aku menangkupkan kedua tanganku sebagai permohonan. Dia hanya bergumam lirih itu tanda setuju.
Kami melangkah ke kantin dekat kantor bersamaan. Bermacam menu ada di sana, aku memilih ayam geprek, malu jika aku memesan makanan murah walau sebenarnya aku ingin sekali memesannya, untuk saat ini kurasa menghemat kutunda saja, masa bodoh dengan istriku dia mau makan apa di sana, lagian ibu mertua tidak mungkin tinggal diam jika Mayang menginginkan sesuatu. Namun gadis yang ada di sampingku saat ini terlihat malu-malu.
”Pesanlah, Nit,” pintaku pada gadis ramping nan menggoda ini.
”Mau mie goreng aja,” jawabnya singkat. Mungkin gadis ini malu karena dia baru satu bulan bekerja di sini.
Tak butuh waktu lama makanan yang kami pesan tiba, aku tergesa memakan makanan yang menurutku begitu menggoda hingga aku lupa mencuci tangan. Ah, tanganku bersih karena baru saja mandi di rumah tadi, lagian naik motor pakai sarung tangan.
Makananku habis tak tersisa, kulihat Anita tak menghabiskan mie yang ia pesan. Beginilah wanita jika baru kenal, tapi jika satu rumah maka makanan sisa anaknya saja ia makan. Aku pernah melihat istriku memakan makanan sisa Ali.
”Kok ga habis, Dek?” tanyaku hati-hati takut menyinggung perasaannya.
”Kenyang tadi udah sarapan di rumah,” jawabnya ragu. Dasar wanita, harusnya dia kasih tahu padaku bahwa dia tadi sudah sarapan. Jadi tak harus ikut makan, mana mienya masih satu suap dia makan.
Aku berlalu menuju kasir, tak lupa membawa piring mie bekas Anita lalu menyodorkan pada kasir tersebut.
”Mbak, bisa di bungkus kan?” tanyaku pada kasir yang kini menatapku bingung.
”Bisa, Mas.” Ia meraih piring lalu memberikan pada karyawan yang lain. Anita dari jauh menatapku heran namun aku mengabaikannya, ini lumayan bisa kumakan nanti di rumah karena belum tentu istriku Mayang pulang hari ini.
Bersambung..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments