05. Sampai Bulan Januari: Kesialan Bertubi-tubi

..."Rasa ingin mengubur diri hidup-hidup itu ada, ketika kesialan dalam hidup datang silih berganti." -Laura Anatasha Relieska...

...****...

"Opah!" Laura memanggil Galih yang tengah menyeruput kopi hitam di depan teras rumah. Suasana di luar mulai terasa dingin apalagi ketika hari yang perlahan berganti senja.

"Hm." Galih menoleh sekilas lalu kembali menyibukkan diri dengan membaca berita harian di koran.

"I-itu, mini market di mana, ya?"

"Jam segini kamu mau ke mini market?" Galih menatap raut wajah cucunya lekat-lekat. Tidak salah? Pikirnya.

"Hm, mau beli cemilan buat ntar malem."

Galih melipat koran dan menaruhnya di atas meja seraya menghela napas. "Kalo jangan kaki emang lumayan jaraknya. Ada tepat di depan gerbang sekolah baru kamu. Kalau berani, kamu boleh ke sana jalan kaki paling lambat sepuluh menit. Tapi kalau nggak berani, tuh pake aja motornya Opah! Sering dipake sama Si Wulan buat belanja ke pasar."

Laura tampak berpikir sejenak. Helaan napas lantas ia embuskan. "Hm, tapi 'kan Laura gak bisa bawa motor,"

"Kamu gak bisa bawa motor?" Kedua alis Galih berkerut. Sementara Laura sendiri mengangguk beberapa kali.

"Yang bener aja kamu! Masa bawa mobil mewah bisa, giliran bawa motor matic nggak bisa. Ngaco kamu, Laura!" Galih terkekeh pelan, tak habis pikir dengan perangai dari cucunya.

"Terus aku gimana? Mobil Opah, deh, minjem."

Galih menghentikan kekehannya, lalu kembali menyeruput kopinya dengan santai. "Mobil Opah lagi dibenerin. Barusan banget dianterin ke bengkel."

Raut wajah Laura kian cemberut. Mulutnya berdecak seraya melirik ke arah layar ponselnya.

"Ya udah, aku jalan kaki aja."

"Yakin?" Pertanyaan Galih membuat langkah kaki Laura terhenti. Lagi-lagi gadis itu menghela napasnya. "Baru jam setengah enam, nggak akan lama, kok."

"Ya udah, tapi hati-hati!"

"Hm."

...****...

"Ck! Paling lama sepuluh menit apanya? Ini mah lebih." Laura menggerutu sebal seribanya di mini market. Entah sudah berapa kali gadis itu mendengus antara menahan lelah dan menahan kesal.

Saat tiba mengambil sebuah keranjang belanjaan, netranya melirik ke arah luar mini market. Tepatnya pada gerbang sekolah menengah atas yang letaknya benar-benar saling berhadapan dengan mini market.

Mau dilihat dari sisi manapun, sekolah lamanya tetap begitu mewah dengan seragam khas yang tidak dimiliki oleh sekolah negeri manapun. Laura jadi kesal sendiri ketika minggu depan nanti, seragam elitnya harus berganti dengan seragam putih abu biasa.

"Dahlah, males. Pokoknya, gue harus tetep tampil modis saat awal masuk sekolah nanti!"

Cukup lama gadis itu memilah barang belanjaannya. Banyak yang dia beli, seperti sabun mandi, sikat gigi, sampo, beberapa bungkus camilan ringan, minuman kemasan dan lain sebagainya.

Sebenarnya, Laura tidak terbiasa belanja kebutuhan kamar mandi di mini market seperti ini. Tidak ada satu pun sabun mandi maupun sampo yang sering dia pakai terpampang di etalase. Tetapi kalau beli di online pun juga percuma tidak ada. Harus beli langsung di official mart di mal. Sedangkan di sini tidak ada mal. Jadi untuk sementara ini, Laura akan mulai membiasakan diri dengan produk biasa.

Sekitar kurang lebih setengah jam, Laura selesai memilah belanjaan. Kedua kaki jenjangnya yang polos berbalutkan celana jeans mini di atas lutut, membuat beberapa orang yang berada di mini market memokuskan perhatian pada Laura.

Bisa dibilang, Laura adalah satu dari sepuluh gadis yang memakai pakaian minim diwaktu menjelang malam begini. Meski begitu, tak sedikit yang memuji kaki jenjangnya yang begitu mulus dan cantik.

"Ada membernya, Kak?" Seorang kasir bername tag Bayu, bertanya halus pada Laura. Tak ayal, laki-laki itu juga dibuat gagal fokus oleh pesona Laura. Apalagi ketika Laura tersenyum kecil sembari menggelengkan kepala. Hampir saja dia terpesona jika seseorang di belakang tidak berdeham keras untuk menyadarkannya.

Sekitar lima menit, proses scane dan pembayaran pun selesai. Laura menghela napas saat menyadari barang belanjaannya begitu banyak dan berat.

"Gila! Mana lumayan jauh lagi rumahnya Opah. Aah, harusnya gue nggak beli semua tadi." Sebelum benar-benar melangkah meninggalkan mini market, Laura menyempatkan diri melirik jam di ponselnya. Pukul 6 sore lebih 15 menit tertera di sana.

"Pantesan gelap." Gerutu Laura. Perasaannya mendadak tidak nyaman. Sebisa mungkin gadis itu meyakinkan diri sendiri untuk tetap tenang.

Dirasa cukup tenang, barulah Laura berjalan cepat menenteng barang belanjaannya. Jantungnya berdegup sangat kencang apalagi ketika melihat jalan menuju rumah opahnya tampak begitu sepi dan gelap. Hanya diterangi oleh beberapa lampu tiang di bagian pinggiran jalan.

Tetap saja hal itu membuat Laura takut. Kedua kakinya semakin gencar melangkah maju. Sialnya, entah karena Laura yang tidak cukup fokus, ditambah perasaannya yang terus menyuruhnya untuk cepat-cepat pergi, salah satu kakinya menginjak sebuah kerikil berukuran sedang sehingga mengakibatkan tubuhnya tidak stabil dan berakhir jatuh ke aspal.

Barang belanjaannya berceceran, namun beruntungnya keresek belanjaannya tidak sampai sobek. Namun sialnya, kedua lututnya tergores dan salah satu kakinya seperti terkilir.

Sial!

"Hari ini gue kenapa, sih? Dari pagi sampai sekarang siallll terus perasaan. Gak lihat apa sekarang udah malem? Mana sakit lagi, awh!" Laura meringis saat mencoba bangkit dari posisinya.

Beruntung lukanya tidak parah. Laura masih bisa berdiri bahkan kembali memunguti barang belanjaannya yang berceceran. Sayang, belum sempat Laura memunguti semuanya, perasaannya tiba-tiba labil. Bibirnya cemberut dengan sepasang bola mata yang entah sejak kapan mulai berkaca-kaca.

"Sialan! Udah diusir dari rumah. Sekarang? Gue jatuh dan nggak ada satu pun yang tolongin gue!" Gerutuan Laura berakhir menjadi sebuah tangisan melengking. Kedua tangannya dengan spontan memeluk lututnya seraya menunduk menyembunyikan raut wajahnya.

Kenapa semenyedihkan ini? Di mana letak salahnya? Laura hanya ingin bahagia, tetapi kenapa rasanya begitu sulit?

Kedua orang tuanya menentang dengan keras. Sahabat bahkan pacar yang Laura miliki memutuskan untuk meninggalkannya.

"Berengsek!"

"Heh! Waras lo?" Laura seketika mendongak tatkala mendengar sahutan rendah yang sanggup menyejutkannya.

Perasaan kesal bercampur takut seolah melebur ketika mengetahui siapa yang baru saja menyahutinya. "Gama?" Laura bergumam, lalu berusaha bangkit berdiri.

Apesnya, Laura lupa kalau salah satu kakinya baru saja terkilir. Tubuhnya kembali limbung sampai berakhir terjatuh ke atas aspal, lagi.

Melihat tampang Laura yang begitu menyedihkan, dengan terpaksa Gama berjongkok di hadapan gadis itu. "Lo gak pa-pa?"

Bukannya membalas, Laura malah menunduk sambil sesekali menyeka wajahnya. Jujur saja, Laura malu berhadapan dengan Gama disaat seperti ini.

Kenapa juga harus bertemu dengan Gama disaat Laura dalam keadaan mengenaskan? Menyebalkan!

Diam-diam Gama memerhatikan lutut Laura yang terluka, lalu beralih pada pergelangan kakinya yang terlihat tidak baik-baik saja. Helaan napas panjang lantas Gama embuskan.

Niat Gama keluar rumah saat ini ialah untuk membeli beberapa buah gorengan seperti permintaan papanya. Namun, semua itu diharuskan terurung karena pertemuannya dengan Laura yang cukup menyedihkan.

Gadis itu menangis di pinggir jalan yang begitu sepi. Suasana sekitar bahkan mulai berganti gelap. Entah karena apa gadis itu demikian. Yang pasti, Gama tidak bisa membiarkan gadis kota itu keluyuran dengan begitu menyedihkan.

"Sini, gue bantuin! Mana lagi yang sakit?" Gama menyentuh pelan kaki Laura, namun anehnya, gadis itu malah menangis kencang sampai berderai air mata.

Panik? Tentu saja!

Sekuat apa sentuhan tangan Gama sampai membuat Laura menangis seperti saat ini?

"Heh, lo nangis? Anj*r, jangan-jangan kaki lo patah? Coba lurusin kaki lo!"

"Enggak! Kaki gue nggak patah!" Rengek Laura, masih setia dengan tangisannya.

"Te-terus? Lo kenapa nangis, woi!" Takut berakhir seperti tadi, Gama memutuskan untuk semakin berhati-hati saat hendak menyentuh kaki Laura.

Untungnya, Laura tidak lagi menangis histeris seperti sebelumnya. Gadis itu hanya menunduk sembari menyembunyikan raut wajahnya yang kacau dengan rambut panjangnya.

Gama lagi-lagi menghela napasnya. Salah satu tangannya merogoh sesuatu yang berada di saku jaket. Gerak-gerik Gama diam-diam diperhatikan oleh Laura. Sudut hatinya menghangat ketika Gama membukakan sebuah plester untuk ditempelkan di lututnya yang terluka.

Tidak parah. Hanya tergores biasa. Darah yang keluar pun sudah mengering. Namun rasa perihnya masih terasa hingga saat ini.

"Awh!"

"Diem, kalau mau sembuh! Lagian lo jalan pelan-pelan aja kali, gak usah buru-buru amat, jatoh 'kan jadinya?"

"Kok, lo bisa tahu?" Gerutuan Laura membuat Gama menoleh. Kekehan ringan juga tampak menghiasi wajah tampan Gama yang mendapat pencahayaan minim.

"Menurut lo?" Tanpa diduga-duga, Gama menyentil dahi Laura sampai membuatnya memekik. "Ak! Apaan sih lo? Sakit, tahu!"

"Bangun! Gue anterin lo pulang."

"Hah?"

...****...

"Lho? Laura kenapa?" Omah Sonya mendelik tajam saat cucunya pulang ke rumah dalam keadaan pincang. Dan yang paling membuat Omah Sonya curiga adalah, Laura yang diantar pulang oleh Gama.

Dia nggak ngapa-ngapain cucuku 'kan?

"Laura jatuh, Omah. Tadi Gama yang bantuan Laura," terang Laura, sesaat ketika dia baru saja didudukkan di sebuah sofa.

"Kok, bisa?" Raut wajah Omah Sonya berubah cemas. Dengan cepat wanita tua itu mengecek kaki cucunya, sampai tidak memedulikan rengekan kesakitan dari Laura.

"Omah, Gama izin pamit dulu!"

"Eh, iya. Makasih, ya, Gama! Duh, seharian ini udah ngerepotin kamu dua kali. Em, gimana kalau kamu ikut makan malam di sini?"

"Makasih buat tawarannya, Omah! Tapi Gama disuruh Papa ke warung depan buat beli gorengan. Jadi, nggak bisa lama-lama." Tolak Gama halus. Laura yang sedari Gama dan omahnya mengobrol hanya bisa diam dan menjadi penonton.

"Gitu? Ya udah, tapi lain kali harus mau, ya!" Ujar Omah Sonya, yang dibalas anggukkan sopan oleh Gama.

"Iya, Omah. Pasti! Kalau gitu, Gama pamit dulu." Sebelum benar-benar pamit pergi, Gama menyempatkan diri melirik sekilas Laura yang tampak cemberut dengan wajah yang sedikit menunduk.

"Besok gue ke sini lagi."

^^^To be continued...^^^

...Laura⬇️...

...

...

...Gama⬇️...

Terpopuler

Comments

Ghania-chan

Ghania-chan

minimal gendonglah mas jgn cm nanya doang

2023-09-23

1

lihat semua
Episodes
1 01. Sampai Bulan Januari: Bar
2 02. Sampai Bulan Januari: Pertengkaran Keluarga
3 03. Sampai Bulan Januari: Hari Tersial
4 04. Sampai Bulan Januari: Gagal Fokus
5 05. Sampai Bulan Januari: Kesialan Bertubi-tubi
6 06. Sampai Bulan Januari: Restu Papa
7 07. Sampai Bulan Januari: Hari Pertama
8 08. Sampai Bulan Januari: Suara Mengerikan
9 09. Sampai Bulan Januari: Jin Gama
10 10. Sampai Bulan Januari: Serba Serbi Laura
11 11. Sampai Bulan Januari: Luna Bertindak
12 12. Sampai Bulan Januari: Dag Dig Dug Serr
13 13. Sampai Bulan Januari: Pertemuan Penting
14 14. Sampai Bulan Januari: Second Wish
15 15. Sampai Bulan Januari: Dendam itu Nyata
16 16. Sampai Bulan Januari: Pingsan
17 17. Sampai Bulan Januari: Deja Vu
18 18. Sampai Bulan Januari: Salah Kostum
19 19. Sampai Bulan Januari: First Kiss
20 20. Sampai Bulan Januari: Ada yang berbeda ...
21 21. Sampai Bulan Januari: Kang Ghosting
22 22. Sampai Bulan Januari: Gama, please!
23 23. Sampai Bulan Januari: Hampir aja ketahuan
24 24. Sampai Bulan Januari: Objek Bully
25 25. Sampai Bulan Januari: Gama Mengamuk
26 26. Sampai Bulan Januari: Perjanjian Rahasia
27 27. Sampai Bulan Januari: Penguntit?
28 28. Sampai Bulan Januari: Panggilan Pusat
29 29. Sampai Bulan Januari: Perkenalan Dua Saudara Tiri
30 30. Sampai Bulan Januari: Ancaman Gama
31 31. Sampai Bulan Januari: You'll be mine
32 32. Sampai Bulan Januari: SIT (Surat Izin Telat)
33 33. Sampai Bulan Januari: Sebuah Peringatan
34 34. Sampai Bulan Januari: Dia yang Dibenci Laura
35 35. Sampai Bulan Januari: Nebeng Mandi
36 36. Sampai Bulan Januari: Laura & Gama
37 37. Sampai Bulan Januari: Pertikaian Dua Saudara Tiri
38 38. Sampai Bulan Januari: Ketahuan
39 39. Sampai Bulan Januari: Rahasia Laura
40 40. Sampai Bulan Januari: Kebrengsekan Revian
41 41. Sampai Bulan Januari: Perjanjian Dulu
42 42. Sampai Bulan Januari: Melupakan Soal Janji
43 43. Sampai Bulan Januari: Affair With Me
44 44. Sampai Bulan Januari: Sandiwara Luka
45 45. Sampai Bulan Januari: Balas Dendam
46 46. Sampai Bulan Januari: Tak Ingin Kehilanganmu
47 47. Sampai Bulan Januari: Keinginan Memberontak
48 48. Sampai Bulan Januari: Hari Kemah
49 49. Sampai Bulan Januari: Perkemahan yang Sebenarnya
50 50. Sampai Bulan Januari: Pacaran Terosss
Episodes

Updated 50 Episodes

1
01. Sampai Bulan Januari: Bar
2
02. Sampai Bulan Januari: Pertengkaran Keluarga
3
03. Sampai Bulan Januari: Hari Tersial
4
04. Sampai Bulan Januari: Gagal Fokus
5
05. Sampai Bulan Januari: Kesialan Bertubi-tubi
6
06. Sampai Bulan Januari: Restu Papa
7
07. Sampai Bulan Januari: Hari Pertama
8
08. Sampai Bulan Januari: Suara Mengerikan
9
09. Sampai Bulan Januari: Jin Gama
10
10. Sampai Bulan Januari: Serba Serbi Laura
11
11. Sampai Bulan Januari: Luna Bertindak
12
12. Sampai Bulan Januari: Dag Dig Dug Serr
13
13. Sampai Bulan Januari: Pertemuan Penting
14
14. Sampai Bulan Januari: Second Wish
15
15. Sampai Bulan Januari: Dendam itu Nyata
16
16. Sampai Bulan Januari: Pingsan
17
17. Sampai Bulan Januari: Deja Vu
18
18. Sampai Bulan Januari: Salah Kostum
19
19. Sampai Bulan Januari: First Kiss
20
20. Sampai Bulan Januari: Ada yang berbeda ...
21
21. Sampai Bulan Januari: Kang Ghosting
22
22. Sampai Bulan Januari: Gama, please!
23
23. Sampai Bulan Januari: Hampir aja ketahuan
24
24. Sampai Bulan Januari: Objek Bully
25
25. Sampai Bulan Januari: Gama Mengamuk
26
26. Sampai Bulan Januari: Perjanjian Rahasia
27
27. Sampai Bulan Januari: Penguntit?
28
28. Sampai Bulan Januari: Panggilan Pusat
29
29. Sampai Bulan Januari: Perkenalan Dua Saudara Tiri
30
30. Sampai Bulan Januari: Ancaman Gama
31
31. Sampai Bulan Januari: You'll be mine
32
32. Sampai Bulan Januari: SIT (Surat Izin Telat)
33
33. Sampai Bulan Januari: Sebuah Peringatan
34
34. Sampai Bulan Januari: Dia yang Dibenci Laura
35
35. Sampai Bulan Januari: Nebeng Mandi
36
36. Sampai Bulan Januari: Laura & Gama
37
37. Sampai Bulan Januari: Pertikaian Dua Saudara Tiri
38
38. Sampai Bulan Januari: Ketahuan
39
39. Sampai Bulan Januari: Rahasia Laura
40
40. Sampai Bulan Januari: Kebrengsekan Revian
41
41. Sampai Bulan Januari: Perjanjian Dulu
42
42. Sampai Bulan Januari: Melupakan Soal Janji
43
43. Sampai Bulan Januari: Affair With Me
44
44. Sampai Bulan Januari: Sandiwara Luka
45
45. Sampai Bulan Januari: Balas Dendam
46
46. Sampai Bulan Januari: Tak Ingin Kehilanganmu
47
47. Sampai Bulan Januari: Keinginan Memberontak
48
48. Sampai Bulan Januari: Hari Kemah
49
49. Sampai Bulan Januari: Perkemahan yang Sebenarnya
50
50. Sampai Bulan Januari: Pacaran Terosss

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!