"Galih! Laura mana? Kok, jam segini belum juga sampe?" Sonya, wanita dengan usia yang tak lagi muda, namun pesonanya masih begitu cantik dan awet muda, bertanya halus pada suaminya, Galih.
Terdengar dengusan napas pelan dari Galih yang membuat Sonya seketika memokuskan perhatiannya pada pria tua yang masih sangat sehat dan berstamina itu.
"Barusan sopirnya telepon, katanya mobilnya mogok. Dia minta aku untuk jemput Laura di depan."
"Ya ampun! Sendirian?" Sonya semakin khawatir apalagi melihat respons berupa anggukkan pelan dari Galih.
"Ya udah, si Nurdin mana? Suruh jemput Laura sekarang, cepet!" Nurdin adalah sopir di kediaman Galih dan Sonya yang telah mengabdikan diri lebih dari sepuluh tahun.
"Masalahnya, si Nurdin baru aja aku liburin tadi pagi. Paling dia kembali kerja minggu depan. Gimana, dong?" Galih menggaruk kepalanya bingung. Sementara Sonya, wanita itu meringis membayangkan betapa ketakutannya cucunya sendirian di tempat yang sepi penduduk.
"Terus gimana? Kasihan Laura! Kamu 'kan tahu Laura itu gak bisa lama-lama di tempat sepi, Galih!"
"I-iya, iya, aku tahu! Ini aku mau ke tempat Rian, mau minta tolong sama anaknya." Galih beranjak dari sofa lalu bergegas ke luar rumah.
"Hm, bagus. Sana, buruan! Nanti keburu banjir air mata cucu kita." Ucap Sonya, lalu mengikuti langkah suaminya.
...****...
Walau waktu telah menunjukkan pukul dua siang, tetapi suasana di sekitar Laura terasa cukup mengerikan. Minimnya orang-orang yang lewat membuat Laura terus berpikir negatif.
Sialnya lagi, ini sudah lewat lima belas menit dari yang dijanjikan oleh Pak Anto. Tidak ada yang menjemputnya, bahkan Pak Anto pun sampai saat ini masih belum juga kembali.
Entah sudah berapa kali Laura keluar masuk mobil untuk mengecek keadaan sekitar. Dan sekarang, Laura mulai merasakan ketakutan tak biasa. Ingin dirinya merutuki Pak Anto yang dengan tega meninggalkannya sendirian di sini.
Tetapi balik lagi, tidak ada gunanya. Toh, orangnya juga lagi pergi.
"Lama banget ya ampuuunnnn! Pak Anto udah ngasih tahu Opah belum, sih? Kok sampai sekarang masih belum jemput gue?" Jujur saja, kedua bola mata Laura sudah sangat berkaca-kaca. Entah sudah berapa kali dirinya menyeka matanya.
Karena terlanjur pengap juga berada di mobil yang tengah dalam keadaan mati, Laura memutuskan keluar dari mobil, lagi. Dengan tampang bete, Laura menyandarkan tubuhnya pada badan mobil. Bibirnya cemberut dengan kedua lengan yang dilipat di depan dada. Lagi-lagi Laura mengecek ponselnya. Berharap dapat sinyal, nyatanya nihil. Masih tetap sama.
"Sialan! Ngeselin banget sih! Apa sebanyak itu dosa gue sampai gue dihukum bertubi-tubi kayak sekarang? Aaarghhh!"
"Woi!"
Disaat Laura tengah berbicara sendiri, seorang pemuda dengan mengendarai motor KLX datang menghampirinya. Tak ayal, pemuda itu bahkan sampai menyahutinya dengan asal.
Hampir saja Laura mau meluapkan emosinya juga pada pemuda itu, jika saja matanya ini tidak salah menangkap objek yang saat ini berada di hadapannya.
Merasa ada yang tidak benar, Laura menggeleng-gelengkan kepala sembari memejamkan mata. Sayangnya ketika Laura kembali membuka mata, yang terlihat tetaplah sama. Seorang pemuda dengan tubuh proporsional menuruni motor KLX dengan wajahnya yang begitu tidak nyata.
Laura sampai spontan mundur beberapa langkah saat pemuda itu turun dari atas motor dan berjalan menghampirinya.
Gila, anj*r! Ganteng banget! Siapa nih? Calon jodoh gue, kah?
"Heh! Kok malah diem? Bukannya jawab gue sahutin. Lo Laura bukan?" Sentakkan dari pemuda itu seketika menyadarkan Laura dari lamunannya.
"Hah? Kok lo bisa tahu nama gue? Gue artis, ya, sampai lo aja yang tinggal di sini tahu gue?" Jawaban Laura yang melenceng ke mana-mana, membuat pemuda itu spontan menepuk jidatnya.
"Heh, lo nggak usah geer jadi cewek! Gue ke sini juga karena permintaan Opah Galih. Lo cucunya 'kan? Ya udah, buruan naik!" Ketika pemuda itu hendak berbalik, dengan cepat Laura menarik pergelangan tangannya.
Saat pemuda itu kembali menoleh, tatapan dingin nan menusuk membuat Laura spontan melepaskan tangannya. "Eh, so-sorry! Kalau boleh tahu, nama lo siapa?"
"Ngapain?"
"Kok ngapain? Jelas-jelas gue nanyalah!" Agak sedikit menyebalkan ketika pemuda jangkung itu bertanya sangat singkat.
"Nggak penting. Buruan naik! Bawa sekalian barang-barang lo!"
Sabar, Laura! Di depan lo saat ini adalah cogan, dan lo harus tahan emosi. Lo bisa, pasti bisa!
"Eh, tapi, barang-barang gue banyak. Yakin mau sekalian dibawa pake motor tinggi gitu?" Ucapan Laura dibalas keterdiaman mutlak oleh pemuda itu. Tampak raut wajahnya yang berubah fokus seolah tengah memikirkan satu hal.
"Di mana barang-barang lo?" Pertanyaan balik itu membuat senyum Laura tercetak. Tanpa mengatakan sepatah kata, Laura berjalan mengitari mobilnya, diikuti oleh pemuda itu yang mengekor di belakang.
Dengan sekali tarikan, pintu bagasi terbuka. Tampak beberapa buah koper besar beserta tas besar lain yang ditumpuk memenuhi bagasi tersebut. Pemuda itu sampai bergidik ngeri melihat tumpukkan barang-barang tersebut yang sudah jelas tidak akan muat dibawa oleh motornya.
"Ini lo mau liburan, apa mau pindahan?" Lirikan tajam dari pemuda itu dibalas cengiran manis oleh Laura. "I-iya, mulai sekarang gue pindah ke sini."
Terdengar helaan napas panjang dari mulut pemuda itu. "Sopir lo bakalan balik ke sini lagi 'kan?"
"Iyalah, dia lagi nyari orang yang bisa benerin mobil,"
"Ditinggal aja dulu di sini. Kalau ada barang berharga, ambil sekarang! Gue lagi buru-buru soalnya."
"Oke." Balasan cepat di luar dugaan, membuat pemuda itu spontan melirik pada Laura yang berdiri memunggunginya. Kedua tangan Laura tampak sibuk membuka koper untuk mengambil barang berharganya. Tak lain dan tak bukan ialah, laptop keramatnya.
Bukan apa-apa laptopnya disebut laptop keramat. Hanya saja, laptopnya ini sangatlah privasi. Terdapat banyak film serta anime 21+ yang menumpuk tak terhingga di sana.
Sebut saja Laura nakal. Tetapi setidaknya walau demikian, Laura tidak seperti Anne yang sudah sangat sering dicelup sana sini. Ya, Laura tahu semua kebejatan teman-temannya. Satu hal yang dia tidak tahu. Teman-temannya tidak pernah berlaku tulus pada Laura.
"Udah!" Dirasa selesai, Laura menenteng tas berisi laptop keramatnya dengan sangat hati-hati. Kopernya pun sudah kembali dirapikan. Tanpa berkata apa-apa lagi, pemuda itu menutup pintu bagasi seraya mengode Laura untuk berjalan mengekorinya.
"Ya udah, buruan!"
...****...
Senyum sumringah mulai tercetak jelas di wajah Sonya. Wanita tua itu berlari menghampiri cucunya yang baru saja turun dari atas motor bersama seorang pemuda yang sangat Sonya kenali.
"Akhirnya, Cucu Omah sampai juga!" Sonya menatap tampilan Laura dari atas sampai bawah. Dan, persis seperti tampilan gadis kota. Modis, bergaya dengan pakaian seksi yang membuat sebagian pahanya terekspos.
Sonya sampai melirik tajam pada pemuda itu yang baru saja selesai memarkirkan motornya.
Dia nggak *****-grepein cucuku 'kan? Batin Sonya.
"Siang, Omah! Hm, saya izin langsung pulang aja kalau-"
"Sebentar! Omah panggilin Opah Galih dulu, ya. Dia ada sesuatu yang mau disampaikan sama kamu katanya." Sonya menyela cepat, dibalas anggukkan paham oleh pemuda itu.
Saat Laura hendak lanjut caper, tangannya tiba-tiba ditarik paksa oleh omahnya. "Ayo, masuk! Omah udah siapin makan siang yang enak buat kamu!"
"Tapi-"
"Udah, ayo, buruan!" Kode-kode tak biasa dari gestur wajah omahnya membuat Laura dilema. Di satu sisi Laura masih ingin menanyakan siapa nama pemuda itu. Tapi di sisi lain, Laura tidak bisa membantah perintah omahnya.
Sehingga pada akhirnya, Laura memilih menyingkirkan rasa penasarannya akan siapa nama dari pemuda itu.
Dengan berat hati, Laura akhirnya mengikuti langkah Sonya yang menariknya untuk segera masuk ke dalam rumah. Walau demikian, kepalanya terus menoleh ke belakang, menatap si pemuda tampan itu yang tidak meliriknya sedikit pun.
...****...
"Omah!"
"Hm."
"Cowok yang tadi orang sini?" Sempat terjadi jeda argumen antara Laura dan juga Omah Sonya. Terdengar dengusan pelan yang diiringi dengan anggukkan kepala.
"Iya."
"Namanya siapa?" Tanya Laura lagi, mencoba mengorek informasi tentang pemuda tampan itu.
Jujur saja. Wajahnya sulit dilupakan. Walau dia memiliki ekspresi yang dingin, wajahnya tetap terlihat begitu tampan. Apalagi dengan postur tubuhnya yang bikin ngiri. Benar-benar idaman Laura!
"Kenapa? Kamu suka sama Gama?"
"NAMANYA GAMA?!" Laura spontan memekik saat Omah Sonya menyebut nama pemuda itu. Omah Sonya bahkan sempat dibuat melatah gara-gara pekikan melengking dari cucunya.
"Iya. Udah, jangan nanya-nanya lagi!"
"Dia ... masih sekolah?" Seolah tidak mengindahkan perkataan Omah Sonya beberapa detik yang lalu, Laura kembali melontarkan pertanyaan lain.
"Iya, seumuran sama kamu. Udah, ya. Sekarang kamu lanjutin makannya-"
"Jadi Laura juga masuk di sekolahnya Gama, Omah?"
"Hm."
"Sekelas, nggak?" Tuntut Laura, membuat Omah Sonya pusing mendengar rentetan pertanyaan Laura yang seolah tidak ada habisnya.
"Kamu nanya? Kamu pikir Omah temen sekelasnya? Mana Omah tahulah!" Balasan dari Omah Sonya seketika membuat raut wajah sumringah Laura luntur. Bibirnya mengerucut karena Omah Sonya tidak ingin terlalu membahas soal Gama.
Tapi nggak pa-pa! Seenggaknya, gue tahu siapa namanya. Emm, Gamaaa! Lo ganteng banget siiii, jadi pengin nyulik aaw!
^^^To be continued...^^^
...Laura...
...Gama...
...
...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
Ghania-chan
brightttt😍
2023-09-23
2
Ghania-chan
laura-chan!
ternyata kau slh 1 wibu sesad wahahaa
2023-09-23
1