Kabar bahagia

"Kamu mau pulang ke rumah apa ikut dengan anak saya ke kota?"

Rengganis tersenyum mendengar pertanyaan dari Bu Sari, bukan karena dia senang diberi pilihan untuk ikut bersama Anggara, melainkan karena kebaikan Bu Sari yang peduli dan perhatian padanya.

"Saya pulang ke rumah aja, Bu."

"Gak takut?"

"Takut apa, Bu? Kan bapak sudah ditangkap polisi."

"Lo gak ngerasa trauma?" tanya Amara.

"Trauma itu apa, Mba?"

"Lo ... Lo gak tau trauma?" Amara terkejut.

Rengganis hanya menggelengkan kepala sambil tertawa kecil.

"Bu, ibu yakin wanita ini mau dijadikan istri kakak?"

Bu Sari mengabaikan Amara.

"Ya udah kalau itu keputusan kamu. Lagi pula rumah kita dekat. Kamu langsung ke rumah saya kalau ada apa-apa."

"Iya, Bu."

"Ayo kita pulang."

Anggara yang sedari tadi diam mengikuti langkah ibunya keluar dari kamar rawat inap tempat Rengganis. Dia membawa tas yang berisi pakaian Rengganis yang tidak seberapa.

"Biar saya saja, Mas." Rengganis berusaha mengambil tas itu, akan tetap Anggara menolak.

"Tidak usah, lagi pula ini ringan. Kamu masih belum sembuh total."

Rengganis merasa amat senang atas sikap Anggara padanya. Tidak disangka pria tampan itu begitu baik memperlakukan dirinya.

"Tapi, Mas. Mas kenapa gak angkat teleponnya? Dari tadi bunyi terus."

"Nanti akan saya angkat. Sekarang kita pulang saja dulu. Kamu harus banyak istirahat agar lekas pulih."

Lagi-lagi Rengganis dibuat senang oleh sikap baik Anggara. Sesekali wanita itu tersenyum yang sekuat tenaga dia sembunyikan. Wajahnya sedikit memerah karena tersipu malu.

"Mari masuk," ajak Rengganis pada Amara dan Anggara saat mereka sampai di rumahnya.

"Jadi di tempat ini Lo babak belur dihajar laki-laki setengah iblis itu?"

Rengganis hanya tersenyum mendengar ucapan Amara sambil menyimpan tas yang semula dibawakan oleh Anggara.

"Lebih tepatnya di sini. Terkahir yang saya ingat adalah tempat ini. Saat itu saya tertidur dan bapak menendang saya."

"Eeittts, stop! Stop! Hadeuuuh, benar-benar ya ini cewek. Orang lain sih mungkin butuh pemulihan mental, lah dia malah cerita tanpa rasa takut sedikitpun. Dasar aneh!"

"Lebih baik kamu jangan terlalu lama tinggal di tempat ini. Ikutlah ke kota. Bagaimana pun juga kita akan menikah. Kamu harus bisa menyesuaikan diri dengan kehidupan saya di kota."

"Saya butuh waktu dulu, Mas. Bagaimana juga saya dari kecil di sini. Tidak mudah pergi begitu saja dalam waktu yang sangat cepat."

"Hidup Lo sama kakak itu jauh beda. Kalau gak dari sekarang, kapan Lo mau belajar mengikuti kehidupan kami? Tar orang pikir Lo pembantu kakak gue lagi. Lo harus belajar mengikuti cara berpakaian kami, itu yang pertama. Sisanya bisa diatur nanti."

"Iya, Mba."

"Saya tidak akan memaksa. Kamu bisa memikirkannya dulu. Tapi lebih cepat lebih baik. Ini juga untuk kebaikan kamu sendiri. Setidaknya di rumah saya kamu lebih aman."

"Iya, Mas. Nanti kalau sudah siap, saya bilang sama Bu Sari."

"Lo minta aja no wa kakak. Gampang."

"Wa itu apa ya, Mba?"

Amara melotot mendengar pertanyaan Rengganis.

"Kakak? Yakin mau nikah sama dia?"

"Ya sudah, biar nanti ibu yang mengabari saya. Saya permisi. Kamu jaga diri di sini, oke."

Amara sekali lagi memeriksa wajah Rengganis. Memastikan bahwa dia benar-benar wanita yang akan menjadi istri kakaknya. Lalu setelah itu dia berlari kecil mengikuti Anggara yang sudah terlebih dulu pergi.

Rengganis menghela nafas. Dia mengeluarkan pakaian dari dalam tas. Membawanya ke belakang untuk dia cuci. Meski tubuhnya masih lebam membiru, tapi bagi Rengganis itu bukanlah sesuatu yang menyakitkan.

Terbiasa hidup dalam kekerasan yang dilakukan bapaknya, membuat Rengganis sudah tidak peduli lagi pada luka yang ada di tubuhnya. Seperti hal yang wajar untuknya.

Selesai mencuci, Rengganis mulai bebenah rumah. Lalu dia memasak nasi, menggoreng telor. Setelah semuanya matang, Rengganis pergi ke halaman belakang. Makan dengan nasi hangat dan telor ceplok yang dikucuri kecap. Memandang kebun di belakang rumah, di bawa pohon dengan terpaan angin dingin yang lembut membuat dia merasa tenang.

Bukan angin, pohon, ataupun kebun yang membuatnya merasa nyaman. Tapi bayangan tentang ibunya lah yang membuat dia merasa betah berlama-lama di sana.

Keesokan harinya Rengganis sudah mulai kembali bekerja di toko. Pagi sekali dia keluar dari rumahnya menuju rumah Bu Sari, dengan harapan dia bisa segera bertemu dengan Anggara. Namun, dari kejauhan dia melihat sebuah mobil pergi meninggalkan halaman rumah Bu Sari.

Ada yang perih, namun bukan luka yang terlihat. Langkah kaki penuh semangat, berubah menjadi langkah yang gontai.

"Sudah mau kerja?" tanya Bu Sari.

"Iya, Bu. Jenuh lama di rumah sakit cuma tiduran terus."

"Barusan Anggara dan Amara kembali ke kota. Mereka cuma libur sebentar."

"Iya, tadi saya lihat mobil mereka pergi."

"Ada apa? Kamu kecewa gak bisa ketemu Anggara dulu?" tanya Bu Sari yang melihat raut kekecewaan di wajah Rengganis.

"Sebenarnya saya buru-buru ke sini karena ingin bertemu," jawabnya malu-malu.

"Ya kenapa kamu nolak ikut sama mereka kemarin?"

"Saya belum pamitan sama ibu saya, Bu."

Bu Sari tersenyum miris mendengar ucapan Rengganis. Dia tahu kebiasaan anak gadis itu dan mengerti apa yang dimaksud dengan ucapan Rengganis.

"Jadi kapan kamu siap ikut ke kota?"

"Kasih saya waktu lagi, Bu. Nanti saya akan bilang sama ibu. Lagian kalau saya ke kota, ibu sama siapa di sini?"

"Masih mikir saya?"

"Ya kan kita sama, Bu. Sama -sama sendiri di kampung ini."

"Kamu benar. Makanya kalau kamu bersedia pergi ke kota, saya pun akan ikut dan kita tinggal di sana."

"Iya?" tanya Rengganis tidak percaya. Bu Sari mengangguk mantap.

"Ibuuu, kenapa gak bilang dari sebelumnya. Kan saya pasti akan ikut sama Mas Anggara kalau ibu juga ikut." Rengganis merengek.

Bu Sari tertawa.

"Besok kita ke sana. Supir ibu yang akan jemput. Gimana? kamu senang?"

Rengganis bersorak-sorai sambil meloncat-loncat seperti anak kecil. Rona kebahagiaan itu terpancar jelas di wajah Rengganis.

Episodes
1 Rengganis
2 Calon istri
3 Adik ipar
4 Kabar bahagia
5 Anggara
6 Gaun biru
7 Bobo bareng?
8 Nyamuk
9 Pafrum
10 Pertemuan
11 Playing victim
12 Dunia yang sempit
13 Unboxing
14 Tipu daya setan
15 Sang Putra
16 Bossy
17 Prik
18 Healing
19 Luka gores
20 Syal merah
21 Dua kabar buruk
22 Hujan dan payung
23 Pulang
24 Dia yang pergi
25 Wasiat
26 Tempat berlindung
27 Kesalahan sesaat
28 Putus asa
29 Menyerah
30 Desa
31 ????
32 Nenek
33 Telur rebus
34 Perpisahan
35 Dia datang
36 ICU
37 Terbongkar
38 Restu
39 Menyusun rencana baru
40 Salah faham.
41 Fakta yang terbongkar
42 Murah
43 Kejutan lain
44 Wanita di kursi roda
45 Keajaiban
46 Asal usul
47 Berpulang
48 Bukti
49 Dia yang kembali
50 2 liontin
51 Datang dan Pergi
52 Karena kita adalah jodoh
53 Fitnah lucknut ;)
54 Belok.
55 Tak selamanya pelangi itu indah
56 Pembalasan Nugraha.
57 Kenal lebih jauh
58 Efek jera
59 Cemburu
60 Rencana Singha
61 Pantai
62 Permintaan maaf
63 Insiden tak terduga
64 Kembali ke tempat semula
65 Pengalihan aset
66 tamu tak diundang
67 gemuk
68 Kabar gembira
69 Sosok itu?
70 Kemarahan Nugraha
71 Kekasih haram
72 Sisi lain
73 Sisa Rasa
74 Malam kelam
75 Masa kritis
76 Tidak bisa kompromi
77 Garis dua
78 Iri
79 Menginap
80 Perubahan hormon
81 Buku harian
82 Bimbang
83 Tamu Tak beretika.
84 Spek bidadari
85 Kesabaran yang usai
86 Secarik kertas
87 Kesendirian
88 Rindu yang menyesakkan
89 Sosok itu
90 Ibu
91 Pura-pura tidak tahu
92 Rudapaksa
93 Sekenario bejad
94 Memposisikan diri
95 Keegoisan
96 Mimpi
Episodes

Updated 96 Episodes

1
Rengganis
2
Calon istri
3
Adik ipar
4
Kabar bahagia
5
Anggara
6
Gaun biru
7
Bobo bareng?
8
Nyamuk
9
Pafrum
10
Pertemuan
11
Playing victim
12
Dunia yang sempit
13
Unboxing
14
Tipu daya setan
15
Sang Putra
16
Bossy
17
Prik
18
Healing
19
Luka gores
20
Syal merah
21
Dua kabar buruk
22
Hujan dan payung
23
Pulang
24
Dia yang pergi
25
Wasiat
26
Tempat berlindung
27
Kesalahan sesaat
28
Putus asa
29
Menyerah
30
Desa
31
????
32
Nenek
33
Telur rebus
34
Perpisahan
35
Dia datang
36
ICU
37
Terbongkar
38
Restu
39
Menyusun rencana baru
40
Salah faham.
41
Fakta yang terbongkar
42
Murah
43
Kejutan lain
44
Wanita di kursi roda
45
Keajaiban
46
Asal usul
47
Berpulang
48
Bukti
49
Dia yang kembali
50
2 liontin
51
Datang dan Pergi
52
Karena kita adalah jodoh
53
Fitnah lucknut ;)
54
Belok.
55
Tak selamanya pelangi itu indah
56
Pembalasan Nugraha.
57
Kenal lebih jauh
58
Efek jera
59
Cemburu
60
Rencana Singha
61
Pantai
62
Permintaan maaf
63
Insiden tak terduga
64
Kembali ke tempat semula
65
Pengalihan aset
66
tamu tak diundang
67
gemuk
68
Kabar gembira
69
Sosok itu?
70
Kemarahan Nugraha
71
Kekasih haram
72
Sisi lain
73
Sisa Rasa
74
Malam kelam
75
Masa kritis
76
Tidak bisa kompromi
77
Garis dua
78
Iri
79
Menginap
80
Perubahan hormon
81
Buku harian
82
Bimbang
83
Tamu Tak beretika.
84
Spek bidadari
85
Kesabaran yang usai
86
Secarik kertas
87
Kesendirian
88
Rindu yang menyesakkan
89
Sosok itu
90
Ibu
91
Pura-pura tidak tahu
92
Rudapaksa
93
Sekenario bejad
94
Memposisikan diri
95
Keegoisan
96
Mimpi

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!