Bab 2

Malam menjelang. Hari mulai gelap. Semilir angin terasa menerpa kulit wanita yang kini nampak berdiri diam di jendela kamar barunya. Di sebuah rumah bernuansa minimalis tak bertingkat yang kini menjadi tempat tinggal barunya bersama sang suami.

Wajah itu nampak muram. Mata itu terlihat sendu. Acara ijab kabul sudah selesai sejak pagi tadi. Status istri orang kini sudah resmi disandangnya. Masa mudanya mungkin sudah berakhir. Dan mulai hari ini, ia harus memerankan peran barunya sebagai istri dari pria cacat itu.

Akkhhh...!! Tidak mau!!!

Zee tidak mau Dewa. Ia hanya mencintai Angga! Ia sangat merindukan pria itu. Sedang apa ia sekarang? Akh, Zee rindu ingin bertemu. Tiga hari setelah Zee pamit dan minta putus dari laki laki itu, ia sudah tak pernah lagi bertemu dengan pria pujaannya itu.

Baik baik kah ia sekarang?

Entahlah...

Ceklek...

Pintu kamar tak begitu luas namun nampak rapi dan nyaman itu terbuka. Seorang pria pincang dengan sebuah tongkat sebagai penyangga tubuhnya itu nampak masuk ke dalam kamar tersebut.

Itu Dewa! Suami Zee.

Zee menoleh. Ia diam. Begitu juga dengan Dewa yang hanya menatap datar ke arah istri kecilnya itu lalu berjalan menuju ranjangnya dengan bantuan tongkat itu.

Pria berusia tiga puluh lima tahun itu kemudian mendudukkan tubuhnya di ujung ranjang. Menghadap ke arah kaca lemari yang cukup besar yang berada di kamar itu. Di sandarankan nya tongkat miliknya itu di dinding. Laki laki tersebut kemudian melepaskan kaos putihnya dan meletakkannya di ranjang. Membuat tubuh tegap berhias tato yang tak sedikit itu terekspos jelas disana.

"Tidurlah, ini sudah malam!" ucap pria itu tanpa menoleh ke arah sang istri dengan pembawaannya tenang.

Zee tak langsung menjawab.

"Gue mau pulang!!" Ucapnya.

"Pulang kemana? Ini kan rumah kita," jawab pria pincang itu.

"Ini rumah lo, bukan rumah gue!"

Dewa tak langsung menjawab. Ia nampak menghela nafas panjang.

"Tidurlah!" Ucap laki laki itu lagi pada istri kecilnya.

Zee mengangkat satu sudut bibirnya.

"Lo pikir gue mau tidur seranjang sama lo?" tanya wanita itu.

Dewa menoleh tanpa berucap.

"Asal lo tau, ya. Gue nggak pernah menginginkan pernikahan ini! Ini semua kemauan Papa!" ucap Zee.

Dewa diam. "Aku tahu," jawabnya kemudian.

"Gue nggak suka sama lo! Gue udah punya pacar!!" ucap Zee lagi dengan penuh amarah.

"Ya. Aku juga tahu," jawab Dewa lagi dengan tenang.

Zee menatap kesal ke arah Dewa.

"Gue benci sama lo!" tambah wanita itu.

Dewa memejamkan matanya. Ia tersenyum, lalu mengangguk.

"Aku juga tahu," jawabnya.

Zee kesal dengan respon Dewa yang terus menjawab 'aku tahu' itu. Gadis itu melipat kedua lengannya di depan dada.

"Tahu, tahu! Tahu doang tapi nggak ada reaksi apa apa!" gerutu Zee.

"Dasar pinc*ng!" tambahnya dengan suara yang lebih pelan.

Dewa diam. Ia kemudian bergerak. Meringsut memposisikan tubuhnya di atas ranjang sembari menyeret kakinya yang lumpuh sebelah.

"Aku tahu semua yang kau rasakan. Aku juga tahu kau meninggalkan seorang laki laki saat kau memutuskan untuk menikah denganku," ucap Dewa. Ia mulai menarik selimutnya.

"Aku juga tidak begitu menginginkan pernikahan ini, Zee. Aku melakukan ini hanya demi kedua orang tuaku. Usiaku sudah matang, orang tuaku ingin melihatku berkeluarga."

"Aku minta maaf, jika keegoisan keluargaku serta ayahmu sudah merenggut kebahagiaanmu. Kalaupun kau tidak menginginkan untuk menikah denganku, setidaknya lakukanlah ini demi membahagiakan orang tua kita."

"Ayahmu khawatir dengan pergaulanmu yang terlampau bebas. Itulah sebabnya dia memilih untuk menikahkanmu denganku di usiamu yang masih sangat muda."

"Kita jalani saja alur cerita ini. Kita mulai berumah tangga sampai semampu kita. Jika memang nanti pada akhirnya kita benar benar tidak sanggup, aku tidak keberatan jika harus menceraikanmu," ucap Dewa.

Zee terdiam sejenak, lalu mengangkat satu sudut bibirnya sinis.

"Enak di elo! Lo udah pegang pegang gue, lo udah make gue, abis itu lo seenaknya ngelepeh gue gitu aja! Ogah! Kalau lo emang nggak tertarik sama pernikahan ini, ya udah, ceraiin gue sekarang!!" bentak Zee Zee.

"Jangan bodoh kamu! Kau lupa kalau ayahmu punya riwayat sakit jantung? Kau mau membunuhnya dengan ulahmu?!" tanya Dewa.

Zee tak menjawab.

 "Aku tidak akan menyentuhmu kalau kau tidak menginginkannya. Aku bukan laki laki brengseek yang mudah terpancing jika melihat wanita! Lagipula, kalaupun aku sang*, aku juga akan berfikir ulang, aku tidak begitu tertarik dengan perempuan tepos sepertimu!" ucap Dewa dengan santainya.

Zee melotot. Ia menatap kesal ke arah Dewa. "Cih! Sembarangan banget lo ngomong. Lo pikir gue juga sudi apa disentuh Om Om pinc*ng kek lo!"

Dewa tak menjawab. Ia hanya mengangkat satu sudut bibirnya.

"Di rumah ini hanya ada satu kamar tidur. Kalau kau tidak mau tidur disini, terserah. Tidurlah di dapur atau kamar mandi!" ucap Dewa sembari mulai memeluk gulingnya dan memejamkan matanya.

Zee berdecak kesal sembari menghentakkan kakinya ke lantai.

"Serah!" ucapnya kesal kemudian berlalu pergi dari kamar itu sembari membawa sebuah bantal. Entah mau kemana, yang penting tidak seranjang dengan pria itu.

Dewangga hanya tersenyum simpul. Ia pun tak peduli. Ia lebih memilih untuk segera tidur dan mengistirahatkan tubuhnya.

...****************...

Sementara itu di tempat terpisah. Di sebuah tempat hiburan malam yang penuh dengan hingar bingar kawula muda.

Pemuda tampan itu kembali menenggak alkohol dalam gelas slokinya. Entah sudah berapa gelas yang ia tenggak malam ini. Entah sudah berapa jam ia yang frustasi mencari hiburan di tempat ini. Hatinya hancur. Asmara kandas. Alkohol dan club malam pun menjadi tempat pelariannya.

Model pendatang baru sekaligus leader dari sebuah grub band terkenal yang bernama Great Mates itu mabuk parah. Pria yang akrab disapa Angga itu sesekali terdengar berteriak, mengumpat, memaki, memukuli meja, memukuli dirinya sendiri, menangis, memanggil manggil nama Zee.

Hancur. Kacau balau. Kisah cinta yang sudah terjalin dua tahun lamanya tiba tiba sirna dalam sekejap mata. Sungguh, ini sangat menyakitkan baginya.

"ZEEEEE....!!!" teriak pria itu lagi. Ia kembali meraih gelas slokinya, lalu menenggaknya. Tempat itu begitu riuh, namun hati Angga terasa sepi. Beberapa hari yang lalu ia juga pernah datang ke tempat ini, menghabiskan waktu berdua dengan Zee guna merayakan diterimanya wanita itu di sebuah universitas di kota tersebut. Setelahnya mereka pulang di malam hari. Angga bahkan sempat mencicipi manisnya bibir kekasihnya itu sebelum mereka berpisah. Namun keesokan paginya, Zee datang padanya, ia mengatakan bahwa ia tak bisa melanjutkan hubungannya dengan Angga. Zee harus menikah dengan laki laki pilihan orang tuanya.

Siapa yang tak sakit? Siapa yang tak marah? Siapa yang tak kecewa??!

Angga tahu pernikahan itu bukan keinginan Zee Zee, tapi wanita itu tak punya kuasa untuk melawannya karena semua sudah menjadi kehendak ayah Zee yang tak pernah menyukai hubungan mereka.

Angga kembali meraih gelas slokinya. Ia berniat untuk kembali menenggak alkohol itu, namun tiba tiba...

.

.

.

Seeett...

Sebuah tangan lentik menghalangi pergerakan pria mabuk itu. Angga yang sudah dalam pengaruh alkohol itupun menoleh. Dilihatnya disana, seorang wanita cantik nampak berdiri di sampingnya, merampas gelasnya dan menatapnya iba.

"Cukup, Ngga! Berhenti nyiksa diri lo sendiri!!" Ucap wanita itu, Nadira Asyifa, atau yang lebih sering dipanggil Dira.

 "Aakkhh!!" Ucap Angga mencoba menepis tangan Dira dan hendak kembali meraih gelas slokinya, namun wanita itu tak mengizinkannya. Ia merampas gelas itu dari tangan Angga lalu menenggaknya sendiri. Pemuda itu mengumpat hebat. Dira menarik sebuah kursi disana lalu duduk. Ia mendekatkan wajahnya pada Angga yang nampak babak belur baik wajah maupun hatinya itu. Tangan lentik Dira tergerak, menyentuh pundak pria tampan itu.

"Semua akan baik baik aja, Ngga! Dunia tetap berjalan dengan indah walaupun nggak ada Zee Zee di sisi lo," ucap wanita itu.

Angga dengan mata merah akibat alkohol yang ditenggaknya itu nampak menoleh, menatap wajah cantik wanita yang kini nampak tersenyum manis itu.

Angga tersenyum. "Semua akan baik baik aja?"

"Ya..." Jawab Dira.

Angga yang mabuk itu tersenyum. Ia terkekeh. Lalu tertawa terbahak bahak. Entah, apa yang ia tertawakan. Nasibnya? Atau mungkin kata katanya!

Yah, namanya juga mabok!

...----------------...

Terpopuler

Comments

charryheart 🍒

charryheart 🍒

woy lh ada muka di Gabriel 😄

2023-12-20

1

Mamah Kekey

Mamah Kekey

kok bertato sih thor

2023-12-10

1

meE😊😊

meE😊😊

pedes y mulut mu zee🤨🤨

2023-09-25

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!