06:30 Pagi.
Laki laki bertato itu keluar dari kamarnya. Dengan bantuan sebuah tongkat sebagai alat bantu jalannya, laki-laki itu nampak mengayunkan kakinya yang lumpuh sebelah menuju dapur rumah miliknya.
Laki laki itu melewati ruang tengah. Dewa tiba tiba menghentikan langkah kakinya kala mendengar suara dengkuran halus di sana. Pria berjambang tipis yang hendak berangkat bekerja sebagai seorang guru musik di sebuah SMA internasional di kota itu kemudian menoleh ke arah sumber suara.
Dilihatnya di sana, televisi masih menyala. Zee, istri kecilnya, nampak tertidur dengan pulas nya di sebuah sofa panjang ruangan itu. Selimut tebal bahkan masih menutupi tubuhnya yang sedikit berisi itu. Ia seolah tak peduli dengan sinar mentari yang mulai berani memancarkan panasnya ke permukaan bumi.
Dewa menghela nafas panjang. Laki-laki yang sudah terbiasa bangun pagi itu lantas melongok menatap ke arah jam dinding. Padahal jam sudah menunjukkan pukul setengah tujuh lebih, tapi wanita itu belum juga bangun dari tidurnya.
Bukankah hari ini ia kuliah? Pikir Dewa.
Laki laki matang itu menghela nafas panjang. Ia kemudian berjalan mendekati sofa tempat dimana Zee tidur sejak semalam. Laki laki itu kemudian mendudukan tubuhnya di tepian sofa. Sebuah ruang sempit tepat di samping tubuh Zee yang berbalut selimut tebal. Laki laki itu kemudian meraih sebuah remote tv yang berada di atas meja lalu mematikan kotak canggih yang sepertinya tidak dimatikan sejak malam itu.
"Zee..." Ucap Dewa, namun tak ada sahutan dari wanita muda itu. Wanita itu bahkan tak bergerak sama sekali.
Dewa menggerakkan tangannya, menyentuh pundak istri kecilnya itu lalu mulai menggoyang goyangkannya dengan posisi tubuh yang sedikit membungkuk.
"Zee, bangun! Ini sudah siang. Kau tidak kuliah?" Ucap Dewa.
"Emmgghh....." Gadis muda itu menggeliat di atas sofa panjangnya. Matanya masih terpejam. Dewa menarik tangannya. Zee perlahan mulai membuka matanya. Gadis itu menguap. Dewa reflek sedikit memundurkan wajahnya.
Zee nampak mengedip-ngedipkan matanya, mengedarkan pandangannya ke segala arah sembari mengumpulkan kesadarannya yang masih jalan jalan entah kemana.
Zee kemudi menatap sosok tinggi tegap yang kini duduk di sampingnya dengan wajah datar itu. Mereka saling diam sejenak. Lalu...
.
.
.
"Aakkhh...!!!" Pekik gadis itu sambil terlonjak dari tidurnya. Dewa yang berada di sofa yang sama dengan Zee pun ikut kaget.
Gadis itu reflek bangkit, duduk di pojokan sofa sambil menarik selimutnya guna menutupi bagian depan tubuhnya. Ia menatap penuh selidik ke arah Dewa yang kini nampak kesal.
"Ngapain lo disini?!" Tanya Zee dengan suara sedikit ngegas.
Dewa diam. Ia menghela nafas panjang sambil menatap datar ke arah istrinya.
"Apa kau tidak lihat? Ini sudah siang! Bukankah kau harus kuliah?! Bisa bisanya anak perempuan jam segini masih tidur!" Ucap Dewa menggerutu di akhir kalimatnya.
Zee diam sejenak. Ia menatap jendela kaca itu. Benar, di luar sudah terang benderang. Sepertinya ini memang sudah mulai siang. Wanita itu kemudian melongok ke arah jam dinding. Dilihatnya di sana jam sudah menunjukkan hampir pukul 07.00 pagi.
Zee menoleh ke arah Dewa yang masih memasang wajah datar. Ia kemudian menetralkan ekspresinya. Ia tak mau terlihat bodoh di mata Dewa.
"Apasih?! Gue tahu ini udah siang. Gue tuh biasa dibangunin pembantu! Ya maaf kalau gue bangunnya kesiangan! Lagian ya udah sih, toh gue juga bisa bangun sendiri. Nggak usah sok sokan perhatian! Cari cari kesempatan buat pegang pegang gue!" Ucap Zee.
Dewa diam. Ia mengangkat satu sudut bibirnya. "Aku tidak pernah punya maksud untuk mencari cari kesempatan. Kalau aku mau, aku bisa melakukannya kapanpun padamu. Kau kan istriku?" Ucap Dewa tanpa beban.
Zee berdecih sembari memutar bola matanya.
Dewa mengangkat dagunya. Ia kemudian bangkit dari posisi duduknya.
"Bangun! Cepat mandi. Bereskan ini semua sebelum kau berangkat kuliah! Aku tidak suka rumahku kotor!" Titah pria itu sembari berjalan menjauh dari tempat itu menggunakan bantuan tongkatnya.
"Biriskin ini sibilim biringkit kiliih!" Ucap Zee menirukan ucapan Dewa.
"T*i lo!" Gerutunya kemudian. Entahlah, melihat wajah pria itu benar benar membuatnya seolah tak bisa berhenti meratapi nasibnya yang malang. Menikah dengan pria yang usianya jauh diatasnya.
Wanita itu kemudian meraih bantal dan selimutnya. Ia bergegas masuk ke dalam kamarnya untuk membersihkan diri dan berganti baju sebelum berangkat ke kampus.
Ya, Zee Hayfa Zeira atau lebih akrab dipanggil Zee Zee itu adalah seorang gadis muda berusia sembilan belas tahun yang saat ini tercatat sebagai seorang mahasiswi di sebuah universitas ternama di kota itu. Belum ada tiga bulan ia mencicipi bangku kuliah setelah lulus SMA, wanita itu sudah dipaksa menikah dengan laki laki pilihan ayahnya.
Laki laki yang kini menjadi suaminya itu bernama Dewangga Bima Caturangga, biasa dipanggil Dewa. Ia adalah seorang pria dewasa berusia tiga puluh lima tahun. Seorang pria yang berprofesi sebagai guru musik di sebuah Sekolah Menengah Atas bertaraf internasional yang berada di kota itu.
Pernikahan mereka terjadi tanpa rasa cinta. Keduanya bahkan baru sekali bertemu sebelum akhirnya dipaksa untuk menikah. Perjodohan yang terjadi diantara mereka adalah hasil kesepakatan dari kedua orang tua masing-masing, yaitu Tuan Danu Wijaya, ayah Zee, serta Tuan Adiawan Caturangga, ayah Dewa.
Kedua pria paruh baya itu adalah sepasang sahabat lama. Pergaulan Zee yang dianggap terlampau bebas di usianya yang masih sembilan belas tahun itu membuat Tuan Danu seolah begitu khawatir akan masa depan putri tunggalnya tersebut. Alhasil, ia memutuskan untuk menjodohkan Zee dengan Dewa, pria matang yang belum memiliki pendamping di usianya yang sudah menginjak kepala tiga.
Dewa adalah pria mapan dan dewasa dengan kisah hidup yang dramatis. Ia adalah mantan bad boy dan penyanyi yang cukup dikenal pada masanya. Yang dimana laki laki itu harus mendapatkan teguran dari Tuhan saat pamornya sedang di atas awan kala itu.
Dewangga Bima Caturangga dulunya adalah seorang musisi yang cukup dikenal di kalangan anak muda. Ia adalah seorang penyanyi papan atas dengan segala ketenaran yang ia miliki. Berada di puncak karir, memiliki paras yang tampan, serta terlahir dari keluarga yang berada, membuatnya seolah lupa daratan. Kehidupannya begitu bebas. Pergaulannya begitu liar. Ia dipuja-puja banyak wanita. Orang-orang yang berada di sampingnya juga kebanyakan bukan orang-orang yang baik. Hingar bingar dunia benar benar membuatnya lupa.
Hingga suatu ketika, teguran datang padanya. Laki laki itu mengalami kecelakaan dahsyat kala ia tengah dalam kondisi mabuk berat. Kecelakaan itu berhasil mengubah kehidupannya dalam sekejap mata. Ia dinyatakan lumpuh. Karirnya hancur. Kekasihnya pergi meninggalkannya, termasuk kawan kawannya. Dewa yang dulu diagung-agungkan sebagai bintang muda yang bersinar, dalam sekejap mata berubah menjadi pecundang yang tak berguna. Semua menjauh, meninggalkan ia dengan kelumpuhan yang hingga kini belum dapat disembuhkan. Kekasihnya bahkan dengan tega mencampakkan dan memilih menikah dengan laki laki lain.
Dewangga yang dulu hilang. Berganti dengan Dewangga si pincang yang gagal dalam segala hal.
Lama terpuruk, pria itu perlahan kemudian mencoba untuk bangkit. Ia mulai menata hidupnya. Ia memilih menyalurkan hobi bermusiknya dengan menjadi seorang guru musik di sebuah SMA internasional di kota itu. Kehidupannya pun mulai kembali tertata, namun hingga saat usianya sudah menginjak tiga puluh lima tahun, laki laki itu belum juga mendapatkan pendamping hidup.
Hingga ketika sang ayah berencana menjodohkan dirinya dengan anak dari sahabatnya, Dewa pun mau mau saja. Ia sudah tidak punya kriteria khusus. Ia tidak punya angan angan untuk menikah dengan siapa dan seperti apa. Ada yang mau dengan pria cacat sepertinya saja ia sudah sangat bersyukur. Yang penting ia punya pendamping, dan keinginan sang ayah yang tak sabar ingin segera menimang cucu bisa terwujud. Tak peduli seperti apa wujud istrinya. Ia sudah tak tertarik untuk mencintai dan mencari wanita. Ia sudah trauma pasca di tinggal menikah oleh kekasih hatinya. Ia menikah hanya karena pasrah dan demi menyenangkan hati kedua orang tuanya. Selebihnya, terserah!
...****************...
Beberapa menit kemudian,
Zee yang sudah rapi nampak keluar dari satu satunya kamar yang berada di rumah tak bertingkat itu. Dewa memang sengaja membeli rumah yang tak terlalu luas tanpa anak tangga dan hanya memiliki satu kamar tidur. Tidak lain dan tidak bukan adalah untuk memaksa istrinya itu agar mau tidur seranjang dengannya. Tentu, paksaan dalam hal ini adalah paksaan secara halus.
Dewa tahu, Zee tak menyukai pernikahan ini. Sebenarnya hampir sama dengan dirinya. Bedanya, Zee menolak mentah mentah pernikahan itu, sedangkan Dewa, lagi lagi hanya pasrah. Nikah boleh, enggak juga nggak apa apa.
Mengingat latar belakang pernikahannya adalah atas dasar perjodohan, pasti akan sangat sulit mengajak wanita itu melakukan aktivitas selayaknya sepasang suami istri nantinya. Itulah sebabnya ia sengaja mempersempit ruang gerak Zee, agar wanita itu terus bergantung padanya.
Ia memang tak begitu tertarik pada Zee Zee dan pernikahan ini. Bocah ingusan itu sebenarnya sama sekali tak menarik baginya. Tapi ya sebagai seorang laki laki, tentunya ada hasrat yang butuh dilampiaskan. Sebuah hasrat yang sudah terkubur sejak bertahun tahun lamanya. Kini, ia tinggal serumah dengan seorang gadis muda belia. Masa iya mau dianggurin?? Kan sayang🤭😝
Zee berjalan mendekati meja makan. Dengan mengenakan celana jeans sobek, kaos oversize hitam, sneaker, jam tangan si salah satu lengannya, serta rambut yang digerai, wanita itu nampak mendekati Dewa yang tengah menyantap sepotong roti miliknya.
Zee diam sejenak. Dilihatnya disana, meja berbentuk persegi itu nampak kosong. Tak ada makanan secuil pun selain roti dan susu di hadapan Dewa.
"Sarapan gue mana?!" Tanya Zee.
Dewa menoleh sambil memasukkan sepotong roti di ujung garpunya itu ke dalam mulutnya.
"Apa?" Tanyanya.
"Sarapan gue mana?" Tanya Zee.
"Selain pincang, budek juga nih orang!" Gerutu Zee dengan suara pelan.
Dewa memalingkan wajahnya dari istrinya. Ia menatap lurus ke depan.
"Apa kau tidak salah ucap? Harusnya kau yang bangun sejak pagi dan menyiapkan sarapan untuk suamimu. Bukan bangun siang dan teriak teriak minta sarapan!" Ucap laki laki itu yang kemudian mulai menyeruput susu di hadapannya.
Zee mendengus kesal. "Gue nggak biasa nyediain sarapan orang asing. Gue nggak bisa!" Ucapnya kemudian.
"Mulai sekarang biasakan. Sarapanku gampang. Aku hanya perlu sepotong roti untuk mengganjal perut. Aku tidak pernah makan nasi di pagi hari. Aku yakin kau tidak sebodoh itu sampai tidak tahu caranya menyiapkan roti di atas meja!" Ucap Dewa sambil menoleh ke arah istri kecilnya.
Zee mengetatkan gigi-giginya. Ia menghentakkan kakinya ke lantai. Ia kesal sekali dengan pria tua di hadapannya ini. Wanita itu nampak jengkel. Tanpa basa basi ia meraih sisa roti di hadapan Dewa lalu menggigitnya beberapa kali, membuat laki laki itupun terkejut melihat ulah sang istri kecil.
"Hei!!" Ucap Dewa.
Zee tak peduli. Tanpa permisi, ia lantas meraih gelas susu milik Dewa, lalu menyeruput minuman itu hingga hanya tersisa seperempat gelas saja.
"Kau...." Ucap Dewa kesal.
Zee selesai dengan sarapan singkatnya. Ia kemudian mengusap area sekitar bibirnya yang basah.
"Makasih, Om!" Ucapnya yang kemudian berlalu pergi meninggalkan tempat itu. Ia tak peduli dengan Dewa yang terus menerus menggerutu memanggil namanya.
Zee berjalan keluar dari rumah itu. Namun baru saja ia sampai di depan pintu utama rumah itu, tiba tiba ia menghentikan langkahnya.
Kosong. Hanya ada halaman tak terlalu luas dengan rumput hijau disana. Zee berjalan ke samping rumah. Tak ada garasi. Tak ada motor ataupun mobil.
Zee mengernyitkan dahinya. Wanita itu berdecak kesal, lalu berlari kembali ke dalam rumah, menemui sang suami yang kini sudah berjalan menuju ruang tamu.
"Dewa!!!" Ucap Zee.
Dewa menghentikan langkah kakinya.
"Mobilnya mana?" Tanya Zee.
"Mobil apa?" Tanya Dewa balik.
"Ya mobil lo lah!" Jawab Zee.
"Aku tidak punya mobil!" Jawab Dewa santai.
Zee mengernyitkan keningnya lagi.
"Yang kemarin buat nganter kita kesini?" Tanyanya.
"Mobil Papa,"
Zee mengernyit lagi.
"Trus kita gimana?"
"Apanya?"
"Perginya..!"
"Aku dijemput temanku!" Ucap Dewa.
"Gue?" Tanya Zee sambil menunjuk ke arah dirinya sendiri.
Dewa diam sejenak. Lalu mengangkat satu lengannya seolah berkata "tidak tahu".
Zee menipiskan bibirnya kesal.
"Atau...kau mau berangkat bersamaku? Kita searah.." ucap Dewa.
Zee menatap kesal pria itu.
"Ogah!" jawabnya.
Dewa tersenyum samar. "Ya sudah kalau begitu. Jalan kaki aja. Kan kakinya lengkap!" jawabnya santai. Laki laki itu kemudian berlalu pergi melewati istrinya dengan bantuan tongkatnya.
Zee menatap kesal ke arah punggung kokoh Dewa.
"Udah pincang, budek, miskin, ngeselin lagi! Iiihhh...gue gimana berangkat kuliahnya..!! Akkhh...!!" Rengek gadis muda itu.
...----------------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
Susi Yuliani
Perlu lbh jauh lg bc nya br bs komentar
2024-01-14
2
Elizabeth Yanolivia
tata bahasanya kasar, bisa diperhalus lagi ya thor
2024-01-02
1
Mamah Kekey
sabar dewa istri mu perlu beradaptasi
2023-12-10
1