PASUKAN PERLINDUNGAN BENCANA

            “I-itu apa yang terjadi?” tanya Niel.

            Sama seperti Niel yang bingung dan tidak mengerti dengan apa yang terjadi, Deon juga merasakan hal yang sama. Hanya saja, Deon hanya membeku melihat pemandangan tidak biasa di depan matanya saat ini.

            “Algiz!!”

            Pria yang dari tangannya mengeluarkan es dan mampu menghentikan api membara yang membakar pesawat tadi, berteriak memanggil nama wanita yang masih melayang di udara.

            “Ya,” balas wanita yang dipanggil Algiz dan tadi bertukar duduk dengan Deon.

            Wanita itu mengangkat kedua tangannya dan membuat bentuk portrait dengan jari telunjuk dan ibu jarinya seperti yang dilakukan fotografer atau pelukis untuk menangkap objek yang jadi tujuannya. Setelah melakukan itu, wanita itu menepukkan kedua tangannya dan bersamaan dengan itu, pesawat yang-

            Brukkkkk!

            Pesawat yang terbakar itu hancur remuk seolah tepukan tangan kecil itu mampu meremukkan badan pesawat yang besarnya mungkin ratusan kali lipat dari tangan wanita itu.

            “Kamu menghancurkan pesawatnya??” tanya pria itu lagi.

            “Ya.” Wanita yang disapa Algiz itu melayang kembali ke dalam koridor, menginjakkan kakinya lagi di lantai dan langsung mengarahkan tangannya lagi seolah ingin menembak. Sama seperti sebelumnya, pistol silver muncul dalam sekejap mata dan langsung menutup lubang kaca yang tadi jadi jalan masuknya.

            “Apa tidak ada orang di dalamnya??” tanya pria itu lagi.

            “Tidak ada. Aku sudah memeriksanya, pesawat itu kosong. Siapapun pelakunya, dia membuat ledakan itu dari jarak jauh.”

            Klik.

            “Aku paham.” Pria itu bicara dengan alat komunikasi yang terhubung di telinganya dan setelah itu bicara pada wanita yang dipanggilnya dengan nama Algiz. “Mereka sebentar lagi datang.”

            “Selalu saja datang terlambat.”

            Tap, tap, tap.

            Deon yang masih membeku, mendengar suara langkah kaki berlari dalam jumlah banyak berasal dari belakangnya.

            “Deon!”

Niel bersama dengan dua pengawalnya, langsung menarik Deon untuk minggir ketika pasukan serba pakaian hitam datang dari arah belakang Deon dengan berlari dan menghampiri wanita bernama Algiz dan pria disampingnya.

            “Algiz, Isaz!! Kalian baik-baik saja??” tanya pria lain.

            “Ya, seperti yang kamu lihat. Kami baik-baik saja.”

            Isaz, Algiz?? Deon menatap ke arah Algiz-wanita yang tadi bertukar tempat duduk dengannya. Nama yang aneh.

            “Aku sudah mengurus segalanya di sini. Pihak pemerintah yang akan membereskannya seperti biasanya.”

            Algiz melihat ke arah Deon, Niel dan dua pengawalnya. “Empat orang di sana! Buat kesepakatan dengannya! Orang yang mengenakan kacamata hitam dan masker hitam di sana adalah aktor terkenal!”

            “Aku mengerti. Kalian pergi lebih dulu, nanti aku akan menyusul setelah memastikan masalah di sini beres semua.”

            “Ini lebih mudah.”

            Algiz mengangkat kedua tangannya secara bersamaan. Satu tangannya mengarah ke Deon dan satu tangannya yang lain mengarah ke arah seberang koridor yang lain. Kedua tangan itu membentuk posisi menembak seperti sebelumnya.

            “Deon!!”

            Niel bersama dengan dua pengawal Deon, langsung mengambil posisi melindungi Deon ketika menyadari dua tangan wanita bernama Algiz itu muncul dua pistol silver dalam sekejap mata.

            Syut, syut!!

            Dua tembakan dilepas.

            Krek, krek, brak.

            “Akhhhhh!”

            “Akhhhh!”

            Niel yang membuat Deon merunduk karena merasa wanita bernama Algiz akan menembaknya, kemudian mengangkat kepalanya untuk mengintip. Deon mengintip dan melihat sekelilingnya, tapi tak menemukan satu pun orang yang terluka. Kecuali ponsel dan kamera CCTV yang hancur remuk.

            Tap, tap.

            Deon melihat pasukan serba hitam yang berjalan pergi bersama dengan wanita bernama Algiz dan pria yang tadi namanya disebut dengan Isaz sementara pria yang tadi datang bersama dengan pasukan serba hitam tinggal bersama dengan pasukan serba hitam yang tersisa dan tersenyum ke arah Deon.

            “Sekarang … silakan mengajukan komplain untuk kerusakan ponsel kalian. Temanku itu sangat tidak suka jika seseorang merekamnya, sudah jadi kebiasaan jika ada kamera yang menyala dia akan menghancurkannya.” 

            Pria itu bicara dengan senyuman di wajahnya seolah ponsel dan kamera yang rusak karena tembakan tadi hanya berjumlah satu atau dua saja. Tapi melihat jumlah ponsel yang rusak, itu bukan jumlah yang murah.

            Siapa sebenarnya mereka?? Deon berharap bisa menemukan wanita itu lagi.

            *

            Broom, broom!

            Deon duduk dengan tenang di mobilnya. Berkat kekacauan yang terjadi di bandara, Deon bersama dengan Niel dan dua pengawalnya berhasil menghindari kumpulan penggemarnya yang biasanya menunggu dan menghadang di pintu keluar. Serangan ******* yang terjadi benar-benar jadi penyelamat dan Deon sedikit bersyukur untuk itu.

            “Siapa mereka??” gumam Deon.

            “Ya, aku juga penasaran. Padahal wanita itu sepanjang perjalanan tadi terlihat biasa-biasa saja. Tapi melihat betapa sigapnya dia tadi menghadapi serangan tak terduga tadi, pantas saja dia tahu jika ada penggemar fanatik yang menguntit Deon di pesawat.” Niel ikut berkomentar.

            “Mungkin mereka adalah anggota Pasukan Perlindungan Bencana.” Salah satu pengawal Deon membuka mulutnya.

            “Pasukan Perlindungan Bencana??” tanya Deon.

            “Ya.”

            “Siapa mereka?” tanya Deon lagi. Karena wajah wanita yang dipanggil Algiz itu sangat mirip dengan wajah wanita bernama Madaharsa dalam mimpinya, Deon penasaran dengan segala hal tentang wanita itu. Sebisa mungkin Deon ingin bisa bertemu lagi dengan wanita itu.

            “Pasukan Perlindungan Bencana dibentuk delapan tahun yang lalu pasca bencana serentak yang terjadi sepuluh tahun yang lalu. Dari yang aku dengar, mereka adalah orang-orang terpilih yang memiliki kemampuan khusus. Kemampuan itu mereka dapatkan ketika mereka mampu bertahan hidup ketika bencana itu terjadi.”

            “Jadi … maksudmu mereka adalah korban bencana yang selamat?” tanya Niel yang juga sama penasarannya.

            “Itulah yang aku dengar. Siapa mereka, nama mereka dan dari mana mereka berasal, itu menjadi rahasia. Mereka berkeliaran menggunakan kode. Pasukan itu tersebar di seluruh penjuru dunia dan berada di bawah Serikat Kebangsaan.” Pengawal Deon memberikan penjelasannya lagi.

            “Jadi mereka adalah anggota kelompok kelas internasional??” gumam Deon.

            “Ya. Tidak hanya itu, dari yang aku dengar kelompok itu punya banyak kelas pembagian di dalamnya. Kelas terendah menggunakan kode angka seperti first, second. Kelas kedua menggunakan nama dewa-dewa dalam cerita dan kelas tertingginya menggunakan rune futhark sebagai kode mereka.”

            “Rune apa?” Niel dan Deon tidak paham.

            “Rune Futhark.” Pengawal Deon memberikan ponselnya setelah melakukan pencarian mengenai huruf-huruf rune futhark. “Silakan lihat ini.”

            Deon dan Niel melihat ponsel pengawalnya dan menemukan ada 24 buah huruf dari rune futhark.

            “Algiz dan Isaz.” Niel menunjuk dua huruf yang namanya sama seperti nama panggilan dari wanita yang tadi bertukar kursi dengan Deon dan pria yang mengeluarkan es dari tangannya.

            “Ada 24 huruf Rune Futhark, tapi seingatku di kelas tertinggi dari Pasukan itu hanya ada tujuh orang saja yang menggunakan nama dengan kode itu.”

            “Kenapa cuma tujuh??” tanya Niel lagi.

            “Saya kurang tahu. Tapi mungkin saja karena tujuh orang itu punya kemampuan khusus yang tidak dimiliki oleh orang kebanyakan. Pria dengan nama Isaz tadi mampu mengeluarkan es dari tangannya sementara wanita dengan nama Algiz tadi mampu melakukan banyak hal yang jelas mustahil dilakukan oleh manusia kebanyakan.”

            “Kamu tahu banyak soal pasukan itu?” tanya Deon. “Dari mana kamu tahu?”

            “Saya pernah bertemu dengan salah satu anggota mereka dari kelas terendah. Banyak dari kelas terendah bekerja sebagai pengawal pemerintahan. Seperti pengawal presiden.”

            “Ehhh??” Deon merasa curiga dengan pengawalnya. “Lalu temanmu itu menceritakan organisasi itu??”

            “Tidak. Saya pernah berusaha untuk mendaftar masuk ke dalam organisasi itu. Dari yang saya dengar semakin tinggi kelasnya, semakin banyak hak istimewa yang diberikan. Satu hak istimewa dari kelas tertinggi adalah mereka punya hak khusus untuk masuk ke negara manapun tanpa terkecuali.”

            “Walah enaknya!!” ujar Niel.

            Deon menatap ke jendela mobilnya melihat pemandangan jalan yang dilewatinya. Huft!! Melihat betapa hebatnya dia, sepertinya akan sulit bagiku untuk bertemu lagi dengannya!! Bukan sulit lagi mungkin lebih tepat jika aku bilang mustahil!!

 

 

 

 

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!