HUJAN METEOR DAN HARAPAN

 

            Uwahhhh!!!

            Deon mengeluh setelah seminggu tinggal di desa Niel berasal. Selama seminggu ini, tugasnya banyak sekali. Dari ikut berkebun dan beternak sepanjang hari hingga malam harinya ikut mengobrol dengan Nenek dan Ibu Niel yang sepertinya suka padanya.

            Srek, srek.

            Deon mengayunkan sabit kecilnya membersihkan gulma di kebun sayur milik keluarga Niel merasakan tangan dan bahunya serasa hampir mati rasa. Ditambah lagi sengatan matahari di tengah hari, benar-benar menyengat.

            “Deon, eh salah, Dewa!! Apa kamu sudah menggunakan tabir surya tadi??” Setiap harinya Niel terus mengajukan pertanyaan itu kepada Deon karena merasa khawatir kulit Deon yang putih seputih salju akan terbakar dan berubah menjadi kecoklatan bak kue panggang.

            “Huft!! Tenang saja, aku sudah pakai tadi, Niel!!”

            “Ma-maaf, Dewa! Di rumah memang selalu begitu! Nenek dan Ibuku tidak suka melihat orang bermalas-malasan.” Niel merasa bersalah melihat Deon bekerja keras selama seminggu tinggal di desanya.

            “Huft!! Tak heran kamu jarang pulang ke rumah!! Begitu di rumah, kamu harus bekerja lebih parah dari pada jadi manajerku!!” balas Deon.

            “Hahaha!!” Niel tertawa mendengar jawaban Deon. “Kamu benar, Dewa!! Ini adalah satu dari beberapa alasan aku jarang pulang! Begitu pulang, aku tak akan bisa beristirahat dengan benar!! Tapi … “

            “Tapi apa??” Deon terus bicara sembari mengayunkan sabit kecilnya dan mencabut gulma.

            “Cara ini adalah cara terbaik membuatmu tidur dengan nyenyak. Seminggu ini, kamu tidur dengan nyenyak di malam hari bukan??”

            “Yahh itu memang tak bisa aku pungkiri!!” Deon setuju. Setelah bekerja keras di siang hari, malam harinya Deon benar-benar merasa lelah dan tertidur begitu saja ketika mendengar obrolan Nenek dan Ibu Niel. Bahkan Deon yang biasanya tidak bisa tertidur di sembarang tempat, bisa jatuh tertidur di mana pun dirinya berada.

            Wushhhh!! Angin kencang berembus dari bukit kecil tak jauh dari rumah Niel. Seminggu ini, Deon merasa sedikit tertarik dengan bukit kecil itu dan diam-diam memperhatikannya selama berkebun.

            “Hei, Niel!!” panggil Deon.

            “Ya?”

            “Bukit kecil itu, apa aku bisa ke sana??” tanya Deon.

            “Tentu boleh. Bukit itu bukan milik pribadi. Siapapun boleh ke sana. Kamu ingin ke sana??”

            “Ya.” Deon menganggukkan kepalanya.

            “Pemandangan di sana lebih bagus ketika malam hari atau waktu matahari terbit. Mau ke sana nanti malam?? Kalo beruntung kamu bisa melihat bintang jatuh di malam hari. Ahhh!!” Niel tiba-tiba berteriak sembari mencari ponselnya.

            “Kenapa kaget begitu??” Deon heran.

            “Aku ingat nanti malam harusnya akan ada hujan meteor! Pas sekali timingnya!!” Niel memeriksa kalender di hpnya yang sudah lama ditandainya.

            “Dari mana kamu tahu??” tanya Deon. “Bukannya sinyal di sini sedikit sulit??”

            “Aku sudah menandainya sebulan yang lalu.” Niel menunjukkan kalender di hpnya. “Tadinya kalo kita punya waktu luang, aku ingin mengajakmu pergi melihat ini karena kamu memiliki masalah tidur selama beberapa bulan terakhir ini.”

            “Ahh. Kamu perhatian sekali, Niel.”

            Niel tersenyum kecil. “Tentu saja. Kamu adalah aktorku dan aku adalah manajermu. Jadi aku harus melakukan ini. Meski aku tak pernah bilang, tapi aku juga penggemarmu, Deon. Mungkin aku adalah penggemar paling beruntung karena aku bisa melihatmu syuting dan berakting dengan mata kepalaku sendiri.”

            Deon tersenyum kecil mendenhar pengakuan Niel. “Trims.”

            “Jadi nanti mau ke bukit itu??” Niel bertanya untuk memastikan.

            “Ya.”

            Malam harinya.

            Dan benar saja ketika malam tiba, Niel dan Deon yang pergi ke bukit kecil itu di malam hari lebih tepatnya dini hari, menemukan hujan meteor seperti ucapan Niel.  Deon mengabadikan momen itu dengan hpnya dan memotret hujan meteor yang dilihatnya secara langsung untuk pertama kalinya. Klik, klik.

            “Nggak buat permintaan??” Niel bertanya pada Deon.

            “Kamu percaya dengan hal seperti itu??” balas Deon.

            Niel mengangguk. “Percaya juga tidak ada salahnya. Sapa tahu harapanku didengar oleh Tuhan.”

            Deon menggelengkan kepalanya tak percaya. “Kamu ada-ada saja!”

            “Buat permintaan saja! Sapa tahu doamu terkabul!” Niel memaksa.

            Huft!!! Tadinya Deon tidak ingin membuat permintaan konyol, tapi karena Niel yang terus memaksanya, Deon tak punya pilihan lain selain membuat permintaan.

            Aku harap di dunia yang sepi ini, aku bisa menemukan satu orang saja yang mampu membuatku tak merasa sepi lagi. hanya satu orang saja, aku harap aku bisa menemukan orang itu.

            *

            “Madaharsa!”      

            “Kenapa kamu terus memanggil namaku??”

            “Aku, aku tak tahu. Hanya ingin saja. Apa aku tidak boleh melakukannya??”

            “Berhentilah melakukannya! Aku bosan mendengarnya!”

            “Kamu bosan mendengar namamu sendiri?? Kenapa?? Bukannya itu namamu sendiri??”

            “Ya, aku bosan karena kamu terus memanggilnya!!”

            Apa ini??

            Deon melihat seorang wanita duduk di sampingnya di bukit yang tak dikenalnya. Wanita yang dipanggilnya dengan nama Madaharsa itu, tersenyum padanya seolah dirinya dan wanita itu telah mengenal untuk waktu yang lama. Warna merah merona di pipi Madaharsa, membuat Deon bingung dan heran. Entah itu karena rasa malu atau kilauan matahari sore yang sedang mereka lihat bersama, Deon tak bisa menentukannya dengan benar. Tapi …

            Dag, dig, dug.

            Denyut jantung Deon yang berdetak lebih kencang dari biasanya, membuat Deon merasa tak nyaman.

            “Madaharsa.”

            Mulut Deon bicara lagi tanpa perintah darinya.

            “Apa lagi?”

            “Bisakah kita terus seperti ini??”

            “Maksudnya?”

            Ya, benar maksudnya?? Deon bertanya dalam benaknya.

            “Mungkin iya, mungjin juga tidak. Bagaimana pun, aku punya tanggung jawab. Kamu tahu aku adalah penjaga benda pusaka di tempat ini.”

            Benda pusaka?? Maksudnya?? Deon bertanya lagi dalam benaknya.

            “ … Hidupku, aku tak punya kebebasan sebanyak manusia lainnya. Aku terikat dengan tugas ini. Jadi aku tak bisa memberikanmu kepastian.”

            Kepastian?? Kepastian buat apa?? Deon bertanya lagi dan kali ini dirinya semakin bingung, semakin tidak mengerti. Deon menatap wanita bernama Madaharsa yang tersenyum menatap langit senja. Kilauan cahaya senja yang menyinari wajah Madaharsa membuat Deon merasa jantungnya semakin tak terkendali.

            Dag dig dug.

            Siapa sebenarnya kamu? Kenapa jantungku berdetak kencang seperti ini? Deon mencoba mengangkat tangannya dan kali ini tubuh yang tadinya tak bisa dikendalikan oleh Deon akhirnya menuruti dirinya. Tangan Deon bergerak ke atas dan hendak menyentuh wajah Madaharsa. Sayangnya sebelum tangan Deon berhasil menyentuh wajah Madaharsa, wanita itu menoleh dan membuat Deon terkejut.

            Eh??

            Madaharsa tersenyum pada Deon dan pandangan Deon pun berubah gelap gulita.

            “Dewa!!! Nak Dewa!!”

            Deon membuka matanya dan menemukan Niel bersama dengan ibunya menatapnya dengan wajah cemas. “Ehm??” Deon mencoba bangkit dari  tidurnya sembari mengucek matanya yang terasa masih ingin menutup dan tertidur. Deon menatap Niel dan ibunya sekali lagi, dan benar saja dua wajah yang sedang menatapnya terlihat sangat cemas. “Kenapa dengan wajah Ibu dan kamu, Niel? Apa ada yang salah??”

            Niel menggenggam tangan Deon. “Kukira kamu nggak bakal bangun dari tidurmu! Kalo kamu tidur lebih lama lagi, aku pasti akan memanggil kepala desa dan membawamu ke rumah sakit!”

            “Rumah sakit? Kenapa ke sana??”  Deon menatap langit di luar jendela kamarnya dan menemukan jika matahari yang terlihat harusnya sudah berada tepat di atas kepala. “I-ini sudah siang! Kok bisa aku??”

            Deon akhirnya paham alasan Niel dan Ibunya cemas melihat dirinya akhirnya bangun dari tidurnya.

 

 

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!