“Apa yang anda lakukan! Cepat lepaskan tangan anda dari tubuh Paman saya." Satria menarik tangan Adipati dengan keras.
"Asal kalian tahu, sampai kapanpun saya tidak akan bertanggung jawab atas kehamilan putri anda Tuan Adipati. Jadi lebih baik sekarang anda bawa anak dan istri anda pergi dari rumah saya," perintah Satria sambil menyeret tangan Adipati ke arah pintu.
Intan yang merasa jika semua yang mereka lakukan hanyalah sia-sia langsung mengajak kedua orang tuanya meninggalkan rumah Satria. Tidak berapa lama mereka pun tiba di rumahnya. Sukma yang sejak tadi diam sambil menahan amarahnya kini kembali melampiaskan kekesalannya kepada Intan.
"Ini semua gara-gara kamu, besok kita pasti akan menjadi bahan hinaan oleh para tetangga!". Bentak Sukma sambil menjambak rambut Intan.
"Aku! Kenapa Mama terus menyalahkanku, apa Mama tidak sadar semua ini juga karena kesalahan Mama yang memintaku untuk segera menikah, apa Mama lupa bagaimana Mama terus memberikan aku waktu untuk menikah hingga semua itu membuatku depresi," bentak Intan sambil menangis.
"Kamu saja yang tolol, Mama memintamu menikah bukan mendatangi dukun cabul itu," jawab Sukma.
"Tidak ada pilihan lain, ucapan keluarga Satria ada benarnya." Sukma tiba-tiba teringat akan ucapan Rudi.
"Apa maksud Mama, jangan bilang Mama ingin menggugurkan kandungan Intan," ucap Adipati seakan tahu apa yang ada di dalam pikiran sang istri.
"Tidak ada pilihan lain, Pa. Intan harus menggugurkan anak itu, Mama tidak mau menangungmenangung malu karena ulah anak tolol ini."
"Tidak! Sampai kapanpun aku tidak akan menggugurkan anak ini, aku yakin bisa merawatnya dengan baik," bentak Intan sambil menoleh ke arah Sukma.
“Merawatnya dengan baik, apa kamu pikir menjadi Ibu hanya dengan memberi makan, dan memberi pakaian. Mama tahu kamu wanita berumur, tapi bagaimana pun juga kamu belum paham tentang bagaimana mengurus anak," jelas Sukma.
"Mama benar, walaupun aku sudah berusia 30 tahun tapi aku belum pernah mengurus bayi. Apa aku tega membunuh darah dagingku sendiri," batin Intan sambil duduk di sofa.
Adipati yang merasa sangat lelah dan bingung langsung berjalan meninggalkan ruang tamu menuju ke kamarnya. Ada rasa kecewa dan menyalahkan dirinya sendiri atas kejadian yang menimpa Intan. Namun, bagi Adipati semua itu hanya penyesalan yang sia-sia.
***
Satu minggu berlalu sejak kedatangan Adipati dan keluarganya ke rumah Satria. Adipati yang merasa bertanggung jawab penuh atas kehamilan sang putri berniat untuk menjual restoran yang dimilikinya, serta membawa keluarganya pergi meninggalkan kota Jakarta. Sukma yang mengetahui rencana sang suami pun menolak dengan tegas.
"Tidak! Aku tidak setuju jika restoran dan rumah kita harus dijual, kenapa tidak lebih baik kita gugurkan saja bayi itu. Aku yakin itu adalah jalan keluar yang baik," ucap Sukma sambil duduk di samping sang suami.
“Apa kamu sudah gila, Ma. Kandungan Intan sudah memasuki bulan ke 8 dan sekarang kamu memintaku untuk menggugurkannya. Aku tidak setuju dengan ide gilamu itu, Ma.”
“Kenapa? Banyak kok wanita yang hamil diluar nikah dan mereka menggugurkan kandungannya, dan mereka juga baik-baik saja,” jawab Sukma sambil berdiri membelakangi sang suami.
“Jika kehamilan Intan masih berusia satu atau dua bulan Papa bisa mempertimbangkannya, tapi ini usia kehamilan Intan sudah masuk di bulan kedelapan dan itu pasti sangat membahayakan Intan. Papa tetap pada keputusan awal untuk menjual rumah dan restoran kita.” Adipati berdiri dari tempat duduknya dan berjalan keluar kamar.
“Tidak, rumah dan restoran tidak boleh sampai terjual. Aku tidak mau hidup dalam kesusahan dan keterpurukan, aku harus bisa menggagalkan keinginan Mas Adipati,” batin Sukma sambil menggenggam tangannya.
Disaat keluarga Intan mencari sedang mencari jalan keluar untuk masalah mereka. Di tempat terpisah anggota komunitas Spiritual Mata Batin justru dihebohkan oleh berita kehamilan Intan. Intan memang sengaja memposting video dan foto kehamilannya serta dengan jelas mengungkap siapa ayah dari anak yang dikandungnya saat ini.
“Lebih baik kita tanyakan masalah ini kepada Satria sebagai ketua komunitas,” usul Dimas yang saat itu menjabat sebagai wakil ketua.
“Aku setuju, bagaimanapun juga Satria harus bertanggung jawab atas kehamilan Intan jika memang dia adalah Ayah biologis bayi tersebut,” jawab Ratna yang juga salah satu anggota.
“Kalau perlu kita bawa perkara ini ke jalur hukum, agar Satria bersedia mempertanggungjawabkan perbuatannya kepada Intan,” usul seseorang yang lain.
"Saya setuju, apa yang sudah di lakukan Satria bisa mencoreng nama komunitas kita," imbuh anggota yang lain.
Setelah melakukan diskusi yang panjang, Dimas pun akhirnya menunjuk 3 orang anggota untuk menemaninya bertemu dengan Satria. Satria yang saat itu belum mengetahui jika seluruh anggota komunitasnya mengetahui masalah kehamilan Intan langsung bersedia saat dimas mengajaknya bertemu. Mereka yang sudah penasaran dengan kebenaran yang ada langsung mengintrogasi Satria dengan pertanyaan yang bertubi-tubi.
"Apa maksud kalian? Aku sama sekali tidak tahu tentang kehamilan Intan," jawab Satria saat Dimas dan yang lain menanyakan tentang kehamilan Intan.
"Apa kamu yakin, kamu tidak tahu tentang berita kehamilan Intan. Sedangkan seluruh anggota Mata Batin saja tahu berita kehamilan Intan, bahkan Intan menyebutmu sebagai Ayah dari anak yang ada dalam kandungannya." Dimas menjelaskan sambil menatap wajah Satria yang Terlihat gugup.
"Dan kalian percaya?" tanya Satria sambil tertawa terbahak-bahak.
"Jelas kami percaya, karena Intan memberikan rekaman cctv saat kalian ada di sebuah hotel," jawab seorang anggita hingga membuat Satria terdiam.
"Dasar wanita kurang ajar, bagaimana mungkin dia bisa berpikir untuk meminta rekaman video itu. Awas kamu Intan, aku akan membuat perhitungan denganmu," batin Satria sambil memainkan cangkir kopi yang ada di hadapannya.
Dimas dan beberapa anggota komunitas yang ada di tempat itu berusaha untuk mendesak Satria agar dia mau berkata jujur dan bersedia bertanggung jawab atas kehamilan Intan. Bahkan mereka mengancam akan membawa kasus ini ke jalur hukum dengan tuduhan pemerkosaan. Namun, hal itu tidak membuat Satria takut, Satria tetap teguh pada pendiriannya untuk tidak bertanggung jawab.
"Jika kalian ingin melaporkan ku ke kantor Polisi silahkan, aku akan buktikan jika anak yang ada di dalam kandungan Wanita tua itu bukanlah anakku," ucap Satria sambil berdiri dari tempat duduknya.
“Baik, jika itu keputusanmu kami terpaksa membawa masalah ini ke jalur hukum dan sebagai wakil ketua Komunitas Mata Batin aku akan menutup komunitas ini sampai masalah ini selesai," jawab Dimas sambil menatap wajah Satria degan tajam.
Satria yang merasa ketakutan langsung berjalan meninggalkan restoran tersebut. Saat di dalam mobil Satria langsung menghubungi Intan dan memintanya untuk menemui Satria di hotel biasa mereka bertemu. Namun, ajakan Satria justru ditolak Intan dengan alasan tidak ada lagi yang perlu dibicarakan di antara mereka.
"Brengsek, wanita itu benar-benar ingin menghancurkan ku. Aku harus segera melakukan sesuatu untuk menutup mulut wanita murahan itu," ucap Satria sambil memukul kemudi mobilnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments