Sukma yang memiliki sifat keras, dan cerewet kepada Intan terlihat terus mendesak sang putri agar berkata jujur. Namun, hal itu justru membuat Intan terlihat semakin tertekan dan menangis. disaat yang bersamaan Adipati yang sejak pagi ada di restoran tiba di rumah, ada rasa bingung dalam hatinya saat melihat sang putri menangis hingga sesenggukan.
“Ada apa, Ma? Kenapa Intan menangis sampai seperti itu,” tanya Adipati yang baru saja masuk ke dalam rumah.
“Papa lihat itu. Mama menemukan sebuah testpack di bawah tempat tidur, tapi saat Mama tanya kepada Intan dia justru hanya diam membisu dan menangis!” jawab Sukma dengan nada kesal.
“Ma, Intan itu bukan gadis remaja yang bisa kamu atur ataupun kamu paksa seperti ini. Apa kamu lupa jika Intan sekarang sudah berusia 30 tahun,” ucap Adipati sambil duduk di samping sang istri.
“Aku tahu, tapi Mama seperti ini karena demi kebaikan dia juga. Dan apa salahnya Mama tanya masalah test ini,” jawab Sukma sambil terus menatap Intan dengan tatapan marah.
“Ya sudah, lebih baik biarkan Intan masuk ke kamarnya. Nanti setelah semua sudah tenang kita tanyakan hal ini lagi,” ucap Adipati.
“Intan lebih baik kamu masuk ke kamar dan istirahat, nanti jika kamu sudah merasa tenang kamu bisa menjelaskan semua kepada kami,” perintah Adipati kepada sang putri.
Bagi Intan, Adipati adalah sosok seorang Ayah yang baik. Sejak Intan kecil Adipati selalu memberikan Intan kebebasan untuk menentukan kemana arah hidup yang dia inginkan, asal hal itu masih dalam kewajaran dan tidak menyimpang dari ajaran agama. Intan yang merasa aman langsung berdiri dan mulai berjalan ke arah kamarnya dengan perlahan.
“Intan, tunggu."
Perlahan Sukma mulai mendekati Intan yang berdiri tidak jauh dari tempatnya. Melihat Sukma yang hampir mendekat Intan pun terlihat gugup dan menggeser kakinya sedikit menjauhi sang ibu. Sukma yang merasa curiga dengan perubahan sang putri selama ini langsung memegang tubuh Intan.
“Jadi selama ini, kamu … .” ucap Sukma saat dia mulai meraba perut Intan yang sudah membuncit.
“Maafkan Intan, Ma,” jawab Intan yang langsung menangis histeris.
“plak!” tiba-tiba Sukma menampar pipi Intan dengan keras.
“Papa lihat, selama ini Intan telah menyembunyikan kehamilannya kepada kita!” teriak Sukma sambil membuka sedikit kaos yang dipakai Intan.
“Hamil,” ucap Adipati sambil terdiam seakan tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.
“Mama memintamu untuk mencari kekasih yang mau menikahimu, bukan menyuruhmu untuk melakukan zina. Dasar perempuan tolol, bisa-bisanya kamu menyembunyikan ini kepada kami!” bentak Sukma sambil sedikit mendorong tubuh sang putri.
“Maafkan Intan, Ma. Intan benar-benar khilaf, semua ini Intan lakukan agar Intan sembuh dari pengaruh ilmu hitam yang dikirim seseorang,” jawab Intan sambil terus menangis.
“Ilmu hitam, jadi selama ini kamu pergi ke dukun untuk mencari jodoh?” tanya Adipati sambil berdiri dari tempat duduknya.
“Iya, Pa. Saat Mama mendesak Intan untuk segera menikah, Intan berpikir keras bagaimana mungkin aku bisa menikah sedangkan sikapku kepada laki-laki sangat dingin dan terkesan cuek, yang ada dalam pikiranku hanyalah karier dan karier. Maka dari itu aku berpikir jika ada seseorang yang telah mengirim ilmu sihir kepadaku,” jelas Intan sambil menunduk.
“Ya Allah, Intan. Harusnya kamu bisa berdiskusi dengan Mama dan Papa sebelum kamu melangkah, kamu bukan gadis remaja … .” belum selesai Adipati berbicara Sukma langsung menjambak rambut Intan dan menyeretnya ke kamar mandi.
“Dasar anak tolol, harusnya kamu bisa bedakan mana yang benar mana yang salah. bukannya malah hamil diluar nikah, kamu memang tidak bisa di banggakan. Hanya bisa bawa malu orang tua saja!” bentak Sukma sambil mengguyur tubuh Intan dengan air.
“Berhenti, Ma! Apa yang kamu lakukan,” bentak Adipati sambil mengambil gayung dari tangan sang istri.
Sejak kecil Intan memang bukanlah anak yang melawan orang tuanya apalagi kepada Sukma. Bagi Intan orang tuanya adalah jalan untuknya meraih mimpi dan sukses. Jadi tidak heran saat Sukma memperlakukan Intan dengan kasar dia hanya menangis tanpa mau melawan.
“Apa Papa tidak lihat, anak kita hamil tanpa suami? Itu akan membuat kita malu di keluarga besar dan di lingkungan ini!" bentak Sukma dengan mata tajam.
"Papa tahu, tapi bukan seperti ini caranya, Ma. Ini hanya akan membahayakan Intan dan bayinya saja." Adipati berusaha membantu Intan berdiri.
“Biarkan saja, Mama sudah tidak peduli dengan anak ini. Lebih baik kamu suruh dia bereskan pakaiannya dan pergi dari rumah ini,” perintah Sukma kepada sang suami.
“Intan lebih baik kamu masuk ke dalam kamar, dan ganti pakaianmu. Beberapa menit lagi Papa akan ke kamarmu,” perintah Adipati sambil mengusap rambut Intan dengan lembut.
Perlahan Intan pun berjalan ke arah kamarnya, pakaian yang basah kuyup membuatnya sedikit merasakan dingin. Setelah Adipati memastikan sang putri sudah masuk ke dalam kamar. Dia langsung menarik tangan Sukma dan mengajaknya ke ruang keluarga.
“Sekarang kamu ikut aku!" perintah Adipati sambil menarik tangan Sukma dengan kasar.
"Ada apa! Kamu mau menyalahkanku lagi," bentak Sukma sambil melepaskan tangan sang suami dengan kasar.
"Aku tidak menyalahkanmu, tapi apa bisa kamu tidak bersikap terlalu keras kepada Intan. Apalagi dengan kondisi dia yang sekarang!" jawab Adipati sambil menatap Sukma dengan tajam.
“Terlalu keras. Apa kamu tidak lihat dia sudah hamil di luar nikah, dan itu berarti kita akan dikucilkan oleh tetangga khususnya seluruh keluarga besar dan kamu tahu itu gara-gara siapa? Gara-gara aib yang sudah dibawa oleh Putri kesayanganmu itu!" bentak Sukma.
"Aku tahu, tapi Intan bukan anak abg yang bisa kamu perlakukan sesuka hatimu, dia itu sudah bukan anak remaja lagi. Kita bisa bicarakan baik-baik, lagi pula semua ini juga karena kesalahanmu yang terlalu memaksakan kehendak," jawab Adipati sambil duduk di sebuah sofa.
"Kesalahanku? Jadi kamu pikir aku Ibu yang gagal dalam mendidik anak."
"kamu tidak gagal, Ma. Hanya saja kamu terlalu menuntutnya untuk secepatnya menikah, sedangkan kita tahu jodoh itu rahasia Tuhan," jelas Adipati sambil berdiri dari tempat duduknya.
"Sudah, lebih baik kamu siap-siap. Kita akan menemui keluarga laki-laki itu untuk meminta pertanggung jawabannya," tambah Adipati sambil berjalan ke arah kamar Intan.
Sukma hanya bisa terdiam mendengar ucapan Adipati, sejenak dia mulai berpikir tentang sikapnya kepada Intan selama ini. Hanya karena malu atas cibiran banyak orang dia harus mendesak sang putri untuk segera menikah. Hingga hal itu berimbas pada mental sang putri.
"Apa mungkin jika aku terlalu memaksakan kehendak? Tapi semua aku lakukan demi kebaikan putri ku," gumam Sukma sambil duduk di sofa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments