"Kalian sudah menemukan keberadaan nya?" Seorang pria dewasa duduk di kursi kantor dengan handphone bermerek di telinganya, bertanya pada seseorang di seberang telepon. percakapan mereka sepertinya berjalan tidak lancar terlihat dari ekspresi suram yang pria tampan itu perlihatkan.
Wajah tegasnya semakin suram ketika orang di seberang sana tidak memberikan jawaban yang ia inginkan.
"Apa perlu aku menghancurkan seluruh bar di kota ini hanya untuk mencari satu orang wanita malam?" Sungutnya penuh amarah, rahang nya mengeras ketika bawahan nya belum juga berhasil menemukan keberadaan wanita yang dia cari.
Perlu berapa lama lagi bagi orang-orangnya untuk mencari keberadaan wanita 'itu'? setelah malam panas yang mereka lalui setahun yang lalu dia sama sekali tidak pernah bertemu wanita itu lagi.
Tidak ada wanita yang bisa lari dari pengawasannya seperti ini, bahkan tidak ada yang sanggup lari darinya setelah menghabiskan malam bersamanya. Wanita-wanita yang pernah tidur dengannya pasti akan kembali melempar kan tubuh mereka padanya cuma-cuma.
Tapi wanita itu berbeda! hanya dengan bayaran sebesar 50 juta per-malam wanita itu langsung menghilang tanpa jejak!
Pasti ada alasan yang membuat wanita itu pergi begitu saja bahkan sampai harus keluar dari Bar tempatnya bekerja, dan hanya ada satu alasan yang begitu kuat.
Wanita itu pasti kabur setelah membawa benihnya! setelah itu dia pasti akan kembali beberapa waktu untuk meminta pertanggung jawaban dari nya dengan menggunakan bayi itu.
"Sialan!" Umpatnya kasar hampir saja Handphone di tangan nya melayang ke udara jika saja dia tidak ingat Ponselnya sangat-lah penting dari pada harga apartemen sepuluh lantai.
Pria tampan itu meremas rambutnya jengkel andai saja malam itu dia menggunakan pengaman ia tidak perlu mencari wanita sampai seperti ini.
"Ari.....Aku akan segera menemukan mu." Gumamnya merasa begitu yakin akan menemukan wanita yang bernama Ari tersebut.
.
.
"Nona Viona?"
Viona yang tengah melihat bayi Aruna di dalam tabung inkubator langsung menoleh pada suster yang memanggil namanya.
"Iya? ada apa suster?"
Suster itu kemudian menyerahkan sebuah surat yang dia sembunyikan di kantung bajunya pada Viona, dengan dahi mengerut heran gadis itu menerima saja pemberian Suster tersebut.
"Sebelum meninggal dunia, Nona Aruna menitipkan surat ini pada saya."
Viona membaca nama yang tertulis di luar amplop surat, di sana benar tertulis namanya 'teruntuk Viona Calista'.
Setelah mengantar surat Aruna kepada penerimanya Suster tersebut pamit undur diri dari sana, Viona menatap surat di tangannya dengan perasaan campur aduk, kapan Aruna menyiapkan surat ini?
"Viona, ayo kita pulang."
Kepala nya menoleh pada ibu panti yang berdiri tidak jauh darinya, wanita paruh baya itu tengah menggendong seorang bayi laki-laki di dekapannya, Viona tersenyum lembut menghampiri ibu panti dan keponakannya dengan riang lalu menyapa bayi tampan yang tengah terlelap itu. "Halo sayang, ini mama yang akan merawat kamu," sapa Viona pada malaikat kecil Aruna.
Bayi itu sama sekali tidak mirip dengan ibunya, satu-satunya yang mewarisi sang ibu hanyalah matanya yang teduh itu.
"Kamu bawa apa nak?" tanya ibu panti begitu matanya menangkap sebuah amplop di tangan Viona.
"Oh! ini? entahlah bu, aku belum membuka nya sama sekali," jawab gadis itu.
"Begitu ya? kalau begitu sebaiknya kita segera pulang, sebentar lagi sepertinya akan turun hujan." Viona mengangguk setelah membayar tagihan rumah sakit mereka langsung pulang ke panti.
"Ayo kita pulang." Viona tersenyum sendu pada bayi mungil yang harus kehilangan ibu nya saat dia lahir, bahkan tidak ada yang tau siapa ayah kandung bayi ini.
.
.
Setelah sampai di panti asuhan tempat Aruna dan adik-adiknya di rawat oleh ibu panti Viona memilih menepi dari orang-orang di sana, tempat yang menjadi tujuannya adalah kamar mendiang Aruna.
Di keluarkan nya surat dari Aruna yang di titipkan pada suster untuk di berikan padanya.
Di dalam amplop ada surat yang di tulis dengan kertas, bahkan kertas tersebut tidak mulus terlihat sekali jika yang menulisnya terlihat buru-buru.
Viona mengusap kertasnya dengan lembut hatinya terasa sakit melihat bagaimana tulisan Aruna yang tidak rapi dia bisa merasakan jika Aruna menulis surat ini saat dia tengah berjuang di rumah sakit.
"Bahkan di saat-saat terakhir kamu masih bisa menulis surat untukku." Gumam Viona sebelum akhirnya membuka surat dari Aruna
Hai Saudari terbaikku
Sayang sekali kalau kamu sudah menerima surat ini berarti aku sudah tidak ada ya?
Viona tidak bisa menahan air matanya begitu membaca kalimat pembuka dari Aruna, bahkan gadis itu sudah tau jika dia tidak akan selamat saat menulis surat ini.
Maaf merepotkan mu selama ini, aku juga ingin meminta maaf karena harus merepotkan mu dan Ibu panti untuk merawat bayiku.
Aku sangat ingin merawat bayiku, memberikan nya ASI lalu menidurkan nya tapi sayangnya Tuhan belum mengijinkan aku melakukan nya.
Bisakah aku meminta tolong pada mu?
Tanpa sadar Viona mengangguk ketika membaca kalimat tersebut di surat.
Tolong jaga bayiku Viona buat dia tidak kekurangan kasih sayang sedikitpun walaupun tanpa ibu kandung maupun ayahnya.
Kamu tidak perlu merawatnya biarkan dia tinggal bersama ibu panti, karena aku tau suami mu nanti gak akan mengijinkan bayiku ada di rumah tangga kalian.
Temui dia sesekali agar aku tenang saat dia berada di bawah pengawasan mu.
Aku juga ingin memberitahukan pada mu jika aku sudah menyimpan uang di lemari untuk keperluan bayiku nanti.
Mungkin aku hanya bisa mengucapkan Maaf dan terimakasih untuk mu dan ibu panti.
Selamat Tinggal saudariku aku harap kita bisa bertemu lagi di kehidupan selanjutnya
Dari saudari mu Aruna....
Tidak terasa air mata Viona mengalir deras membasahi pipinya. "Ar-runa..."
Viona mendekap erat surat terakhir dari Aruna dalam pelukan nya tidak di sangka jika kebersamaan mereka selama ini harus di akhiri dengan kematian salah-satu dari mereka berdua.
Klek
"Viona? ada apa nak?!"
Ibu panti panik melihat Viona menangis tersedu-sedu di dalam kamar seorang diri tanpa tau penyebabnya, bahkan saking kerasnya suara nya sampai terdengar ke luar kamar.
"Ibu, kenapa Aruna harus pergi meninggalkan aku?" Viona menatap ibu panti dengan wajah penuh air mata, pancaran mata nya begitu menyedihkan.
Tidak ada yang bisa di lakukan ibu panti bahkan jawaban agar Viona tenang pun tidak bisa dia berikan, karena dia tau bagaimana hubungan Aruna dan Viona yang begitu erat, dan kini mereka harus di pisahkan oleh takdir yang begitu menyakitkan.
"Tenangkan dirimu nak." Ibu panti mendekap tubuh Viona erat, menyembunyikan erangan tangis yang begitu menyakitkan.
Selama hampir setengah jam lamanya Viona menangis di dalam kamar mendiang sahabatnya bahkan ibu panti terpaksa meninggalkan Viona seorang diri karena harus menyiapkan makanan untuk anak-anak yang lain, setelah menenangkan diri akhirnya dia berjalan mendekati lemari yang Aruna sebutkan tadi, dia teringat dengan pesan Aruna di surat tadi.
Klek
Baju-baju milik Aruna yang tidak seberapa terlipat rapi di dalam sana dia mulai membuka satu-persatu laci yang ada di sana, mencari keberadaan uang yang sahabat nya maksudkan tadi.
Tuk!
Dahi Viona mengerenyit ketika sebuah kantung plastik jatuh dari dalam lemari betapa terkejutnya dia saat di buka kantung itu berisi uang puluhan juta, ternyata uang yang Aruna maksud ada di dalamnya.
"L-lima puluh Juta?" Viona terkejut setengah mati melihat uang sebanyak itu, seumur hidup dia belum pernah menyentuh uang sebanyak itu bahkan walaupun uang segitu bukan apa-apa untuk ayahnya.
Di dalam kantung itu selain uang ada juga struk penarikan uang dari kartu kredit atas nama Ari, tapi yang mengherankan adalah nama penarik di dalam nya.
"Siapa itu Ari?" gumam Viona penasaran
Tidak ingin membuang waktu dengan siapa itu Ari sahabat Aruna itu langsung memasukan uang nya ke dalam tas yang sempat ia ambil dari dalam lemari di sana. sembari membawa tas berisi uang itu Viona melangkahkan kakinya keluar dari kamar.
Di luar Viona melihat anak-anak yang tengah mengerumuni Bayi Aruna, bocah-bocah itu merasa senang kedatangan keluarga baru di sana tanpa tau jika kehadiran bayi itu telah merenggut kakak tertua mereka untuk selama nya.
"Kamu yakin nak?" Ibu panti bertanya sekali lagi pada Viona yang berniat membawa Bayi Aruna bersama nya, bukan tidak yakin dengan Viona hanya saja ia tidak ingin membuat Viona harus kerepotan mengurus bayi itu seorang diri.
Viona mengangguk pasti, dia sudah yakin dengan apa yang akan ia lakukan kedepannya bersama dengan bayi itu, bahkan konsekuensi nya nanti akan ia terima dengan lapang dada.
"Aku yakin Bu." Bahkan tanpa uang pemberian Aruna pun dia memang berniat merawat Arka seorang diri.
Arkana Kalingga, mulai sekarang Viona akan merawat bayi itu sebagai bayi nya sendiri bukan lagi Aruna yang menjadi tujuan hidupnya melainkan Arkana, putra nya.
TBC......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments
LISA
Viona benar2 sahabat yg tulus
2023-10-10
1