Gerbang sekolah yang terbuka itu perlahan di tinggalkan penghuninya, Ghifa bersabar menunggu Raba kembali seperti kemarin. Setelah mengingat obrolan di meja makan malam kemarin, Ghifa semakin terdorong untuk membujuknya. Kali ini semoga saja ada hasil yang memuaskan.
Lima menit kemudian sosok yang di tunggu kembali muncul. Sepertinya tidak terburu-buru seperti kemarin. Dengan sigap ia keluar dari mobil, meminta Raba ikut dengannya. Meski sempat menolak, dia terpaksa ikut karena telah berjanji meluangkan waktu, saat ia menghindar kemarin.
Dalam diam Ghifa dan Raba berada di mobil, dia juga terlihat tak penasaran kemana tujuan mereka saat ini. Meski aneh, Ghifa tetap melanjutkan aksinya, tak perduli jika gadis di sebelahnya penasaran, sesekali ia melirik mencari tau apa yang tergambar di wajah Raba. " Kok, ke rumah?" ucapnya tiba-tiba, ketika mobil berhenti di rumah Ghifa.
" Aku, perlu mengatakan sesuatu pada Bunda, " kata Ghifa sembari turun dari mobil.
Di lihat dari wajahnya, Raba tampak biasa saja. Mungkin karena dia sering bertemu dengan bunda. " Tidak ada Amara di rumah, kenapa mengajak ku kemari?"
Ghifa tersenyum," Ra, bantu aku kali ini saja, setelahnya kita bisa bicarakan dengan baik-baik. "
Meski tampak bingung, dia tetap mengikuti langkah pria aneh yang tiba-tiba muncul setelah hampir dua tahun tak bertemu dengannya. Ghifa memaklumi jika ia berpikir begitu. Seperti yang telah ia pikirkan sebelumnya, Raba pasti akan bersikap tenang tak banyak bertanya. " Ok, " sahutnya tanpa ragu.
Dari ruang tamu melewati ruang keluarga, hingga sampai di taman kecil tempat kesukaan bundanya. Sejauh ia melangkah Raba benar-benar masih terlihat tenang, dia tersenyum begitu manis pada bunda yang terlihat terkejut dengan kedatangannya. " Tan, apa kabar ?" ucapnya sembari mengulurkan tangan bersalaman.
Sejenak Ghifa bernafas lega, meski ia memutuskan ini dengan terburu-buru setidaknya Raba tak akan menyusahkan dirinya. Sejak dulu, Ghifa memang menyukai wanita lembut yang bisa akrab dengan bundanya. " Kabar baik sayang, kamu apa kabar ?"
Mereka berdua membaur begitu saja tanpa menghiraukan dirinya. Yah mungkin momen ini bertahan lima menit, sebelum detik selanjutnya mempertanyakan kedatangannya. " Aku baik Tan, Alhamdulillah lagi aktif di sekolah " dia mengambil tempat duduk di sebelah bundanya.
Ghifa masih berdiri di antara pohon kamboja dan tembok, taman kecil ini memang telah melebihi kapasitas. " Bagus deh, Amara juga sibuk mengaji katanya." Ucap Nia menoleh putranya, seolah bertanya kok tumben padanya.
Ghifa berdehem, kemudian mendekati Nia, " Bunda, aku dan Raba saling menyukai, tetapi dia belum bisa menikah dalam waktu dekat ini. "
Seperti di pukul tengkuknya, Raba tentu saja diam tak bernafas dengan mata mendelik pada Ghifa. Tak menyangka akan mendengar ini begitu saja dari Ghifa," Ya kan Ra ?" tanya Ghifa menatap matanya begitu lekat.
Ghifa sibuk meneriakkan ucapan permohonan dalam hatinya, berharap begitu sangat pada Raba yang masih terdiam karena bingung. " Benar itu Ra ?" tanya Nia menatap Raba.
Jika kali ini dia masih menolak, Ghifa akan menyerah saja tidak perduli apa pun yang akan terjadi kepada hidupnya. Ghifa tertunduk malu, saat Raba tak kunjung menjawab pertanyaan sang bunda. " Em, itu ya saya belum siap menikah, " ucapnya begitu pelan.
Seperti mendapat secercah harapan, Ghifa mendongak sengaja mencari wajah Raba yang telah berbaik hati menerimanya. " Biarkan kami seperti ini dulu ya Tan, Raba juga masih sibuk bekerja, " ucapnya lagi begitu cepat, mungkin saja dia ingin perlindungan dari keputusannya.
" Padahal Ghifa sudah cukup umur, tetapi apa boleh buat "
Ghifa tersenyum," Jangan kasih tau Ayah dulu ya, ! "
Setidaknya dia bisa menenangkan kekhawatiran sang bunda, masalah dengan ayahnya yang mudah pemarah itu biarlah Ghifa juga sudah terbiasa. Keduanya berbincang seperti biasanya, sedangkan Ghifa tetap mendengarkan obrolan mereka yang sebenarnya sangat membuatnya bosan. Setelah setengah jam berlalu, Raba mengajaknya pergi. Pamitnya memang pulang pada Nia, nyatanya dia sibuk protes pada Ghifa sejak di dalam mobil.
" Kok, nggak izin dulu setidaknya diskusi, seenaknya mengakui hubungan palsu, kasihan Tante Nia, kenapa nggak cari yang mau aja sama kamu sih ?"
Ghifa berusaha menjawab dengan tenang, menerima semua makin yang mungkin saja akan terucap dari gadis berlesung pipi itu. " Benar-benar gila, " ucapnya begitu kesal. Ghifa diam saja, merasa makian Raba yang sepertinya belum usai.
" Kemarin ngajak nikah, sekarang ngaku pacaran, trus besok nikah beneran. Aneh deh, kenapa sih. Anda frustasi ?"
" Maaf, tapi nggak ada jalan agar membuat Bunda berhenti menjodohkan ku, sekali lagi aku minta maaf "
Raba tampak datar dengan ucapan maaf yang mungkin saja tak begitu menyentuh hatinya, Ghifa mengerti keputusannya terlalu merugikan dirinya, tetapi kali ini dia terpaksa melakukannya.
" Kasihan Tante Nia, dia pasti kecewa" ucapnya lagi.
Merasa tersinggung dengan ucapan Raba, Ghifa diam saja fokus mengantar sahabat adiknya itu pulang. Sembari mengingat kembali dimana letak rumah Raba, terakhir datang ke rumahnya saat dia lulus SMA, setelah itu tidak pernah lagi. " Masih di tempat yang lama kan?" tanya Ghifa memastikan.
" Hem, " jawab Raba membuang muka.
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
Lasmi Aisah
lanjut terus tor
semangat y
2023-10-20
3