Bab 5

"INDRI...INDRI! Kamu mendengar Saya tidak,"teriak Mark lagi.

Indri berlari dari arah kamar menuju asal suara. Mark tidak akan berhenti berteriak sebelum Indri datang dan berdiri di depan pria itu.

Pita suara Mark sepertinya sangat panjang dan tebal sehingga setiap harinya mampu meneriakkan nama INDRI setiap harinya.

Nafas Indri terengah, gadis itu memegang lututnya yang lemas karena harus turun tangga dan menuju halaman belakang dimana Mark berada.

"Ada apa, Tuan Muda Kedua?"tanyanya.

Mark menoleh sekilas pada Indri lalu kembali melihat halaman yang secara perlahan mulai menghijau karena salju-salju putih itu mulai mencair.

"Duduk sini,"titah pria itu menepuk kursi disampingnya.

Mendapat perintah tidak biasanya membuat Indri justru curiga pada Mark. Mark yang suka memerintah dan begitu galak padanya serta perhitungan mana bisa meminta Indri duduk di kursi bersampingan dengannya.

Rasa takut itu membuat kaki Indri melangkah mundur hendak kabur dari sana. Tapi, sayang sebelum ia berbalik suara Mark sudah mencegahnya.

"Kau masih mempunyai hutang Indri, jika tidak menurut hutangmu akam naik lima persen,"ancam Mark.

Nah, jika ini barulah Mark. Pria yang suka sekali mengancam Indri. Meskipun berat untuk mendekat, pada akhirnya Indri menurut untuk duduk di kursi disamping pria itu.

Sesaat setelah Indri duduk disana, Mark mengeluarkan alat lukisnya di depan pria itu.

"Dia mau melukis, lalu tugas Aku apa? Duduk manis disampingnya gitu,"batin Indri.

Warna yang awalnya dominan putih perlahan-lahan menjadi hijau. Pemandangan ini adalah pemandangan yang sangat indah. Hawa yang tadinya dingin secara perlahan akan menghangat dan sinar matahari mulai malu-malu muncul.

Indri memejamkan matanya menikmati suasana hangat tersebut. Siapa sangka Indri yang suka sekali tidur justru benar-benar tertidur dengan kepala yang bersandar pada bahu Mark.

"Indri?"panggil Mark lirih saat merasakan beban kepala Indri di bahunya.

Kegiatan Mark berhenti sejenak, pria itu justru merogoh saku celananya. Sebuah ponsel keluaran terbaru di tangan Mark yang baru saja ia ambil itu Mark gunakan untuk menjepret beberapa gambar antara dirinya dan Indri yang tidur di atas bahunya.

"Dasar kebo,"rutuk Mark.

Pria itu beberapa kali berdehem lalu dengan wajah yang datar itu, Mark menggoyangkan bahu Indri membangunkan gadis itu.

"Hey, bangun! Berani sekali ya Kamu tidur di atas bahu Saya,"sentak Mark.

Indri mengerjap karena suara lantang Mark. Saat ia menyadari posisi kepalanya yang ada di atas bahu Mark, sontak saja Indri terkejut dan langsung menjaga jarak darinya.

"Aduh Indri, apq yang sudah Kamu lakukan? Tuan Muda Kedua pasti marah sekali,"maki Indri dalam hati.

"Kenapa diam? Kepala kamu itu lebih berat dari beton,"ucap Mark, lalu merenggangkan lengannya.

"Maaf, Tuan Muda Kedua. Saya ketiduran tadi,"lirih Indri.

"Ck."

Decapan yang Mark berikan itu serasa sebuah ancaman di telinga Indri. Otak kecil Indri tengah dipaksa gadis itu berpikir keras bagaimana membujuk si Tuan Muda Kedua agar mau memaafkannya.

"Pijat bahu Saya, cepat!"titah Mark.

"Iya Tuan."

Indri menggeser tubuhnya mendekati Mark lalu pria itu berbalik agar bahunya bisa dipijat oleh Indri.

"Awas jika pijatannya tidak enak, Kamu akan tidur di luar rumah,"ancam Mark membuat Indri susah menelan ludahnya.

Tangan gadis itu gemetaran saat hendak menyentuh bahu Mark. Ancaman tidur di luar rumah cukup membuatnya takut. Daerah rumah Mark itu ketika malam sangatlah sepi dan tidak menutup kemungkinan ada pria-pria nakal yang bisa saja mengganggu Indri.

"Yang benar mijatnya Indri! Mana tenagamu?"celetuk Mark.

"Maaf Tuan Muda Kedua, Saya akan menambah tenaga Saya,"balas Indri.

Indri menambahkan tenaganya dalam pijatan pada bahu Mark. Tetapi siapa sangka itu justru membuat bibir Mark kembali memakinya karena menurut pria itu tenaga Indri terlalu kuat.

"Sudah, sudah. Kamu memang tidak pandai memijat, tulang Saya rasanya mau Kamu patahkan,"maki Mark.

"Bukan Akunya yang tidak becus, Tuan Muda Kedua. Tetapi Anda sajalah yang terlalu crewet,"maki Indri.

Gadis itu pikir hukuman Mark karena ia yang tertidur telah usai. Nyatanya tidak, Mark justru memberi hukuman lainnya.

"Sekarang bawa kursi itu lalu duduk ditengah-tengah halaman,"titahnya.

Indri menatap kursi kayu yang tadi ia duduki dengan halaman yang mulai menghijau bergantian. Hukuman macam apa lagi ini yang Mark berikan kepadanya. Kenapa semakin hari, pria itu semakin diluar prediksi saja.

"Indri! Telinga kamu masih berfungsi kan,"seru Mark.

"Iya Tuan, masih kok. Saya segera duduk disana,"ucap Indri, lalu menyeret kursi kayu dan meletakkannya sesuai arahan pria itu.

Ditengah halaman itu Indri telah duduk di atas kursi dengan gaya ala anak tomboy yakni kaki yang terbuka lebar dan tangan yang Indri letakkan di atas kedua lututnya. Persis seperti bos preman yang tengah meminta jatah palakan dari anak buahnya.

"Duduk macam apa itu Indri! Tumpuk kaki kamu yang elegan lalu pegang bunga yang ada disamping kamu itu,"teriak Mark.

Indri melihat posisi duduknya yang begitu berani seketika menurut dan menumpuknya sesuai perintah Mark. Satu lagi, Indri harus memegang bunga karena itu perintah Mark.

Indri yang berpikir itu hukuman dari Mark pun sama sekali tidak berani bergerak sampai pria itu memberi perintah lainnya. Sedangkan Mark kembali sibuk dengan kuas dan cat airnya.

Ya, Mark terlalu gengsi meminta Indri menjadi model pada lukisannya. Dia juga terlalu malu jika Indri tahu tengah Mark lukis. Sehingga Mark menggunakan cara tadi untuk menjadikan Indri duduk cantik di halalaman yang perlahan menghijau itu.

"Dia benar-benar mematuhinya. Tapi lihat, bibirnya tidak berhenti menggerutu,"ucap Mark yang melihat pergerakan bibir Indri.

Hampir setengah jam Indri dalam posisi tersebut, gadis itu mulai lelah namun juga segan untuk mengatakannya pada Mark.

Sampai ketika datang seorang pemuda yang seketika membuat senyuman Indri melebar dan secerah mentari di musim semi.

Mark yang menyadari perubahan raut muka Indri pun mengangkat alisnya. Hal apa yang sudah membuat Indri tersenyum sebegitu lebarnya.

"Tuan Muda Mark,"sapa pemuda itu saat telah disamping Mark.

Kepala Mark menoleh ketika suara itu memasuki gendang telinganya. Bibir Mark berdecak kesal karena ia sadar arah pandangan Indri yang tertuju pada pemuda dengan topi di atas kepalanya itu.

"Julio,ekarang bukan waktunya pembelajaran, kenapa kamu kesini?"cetus Mark dengan nada suara dinginnya.

Pemuda itu terdiam saat mendapat respon dingin dari Mark yang merupakan guru lukisnya.

"Ah itu, Tuan. Ada yang mau Saya tanyakan pada Anda, sebelumnya Saya sudah menghubungi lewat ponsel tetapi tidak kunjung Anda balas. Sehingga Saya memutuskan untuk datang kemari secara langsung,"jelas Julio.

Mark mengambil ponselnya untuk memastikan ucapan Julio. Benar saja, di ponselnya terdapat pesan dan beberapa panggilan yang tidak ia sadari.

"Saya tidak melihat ponsel, Kamu ke galeri Saya saja,"ucap Mark, yang ingin Julio segera pergi dari hadapannnya.

"Baik Tuan Mark,"balas Julio.

Julio mengalihkan netranya pada sosok Indri yang duduk di atas kursi, pria itu tersenyum lebar membalas senyuman Indri lalu berbalik untuk menuju galeri Mark.

"Apa yang kamu lakukan Indri! Hukumanmu belum selesai, kembali pada posisi semula,"ucap Mark penuh penekanan.

***

Terpopuler

Comments

Noey Aprilia

Noey Aprilia

Diiiihhh.....gngsi trs stnggi lngit,tar jth cnta bnrn bru tau rsa....ga bkln jauh sm jacob yg bucin sm knaya,tnggu aja wktunya nnti....

2023-09-26

2

Eka Uderayana

Eka Uderayana

kejam banget sih... kamu Mark.... hati-hati nanti jatuh cinta

2023-09-26

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!