Gagak Bayan menyarungkan pedang yang tadi sudah dihunusnya. Ia berniat menyelamatkan harga dirinya. Andai saja ia menang, dunia persilatan tentu akan menertawakannya. Apa yang bisa dibanggakan dari kemenangan melawan bocah yang tidak terkenal, bertangan kosong dan menutup matanya lagi? Namun ia sudah mempersiapkan jurus andalan Cakar Tunggal. Ia berharap dengan satu gebrakan daging Jaka Wingit dapat tersayat-sayat disaksikan 100 orang prajurit ilegalnya.
" Bersiaplah kau, bocah pongah!"
" Silahkan, Tuan."
Tubuh Gagak Bayan menegap. Mengangkat dua tangannya, menarik napas panjang, ditahannya untuk membangkitkan tenaga dalam yang kemudian disalurkan penuh ke jari-jari. Ia tarik dua tangannya, turun ke dada, menyilang. Setelah itu diluruskan ke depan. Kali ini jari-jarinya sudah menegang membentuk cakar sejajar. Ini adalah prinsip jurus Cakar Tunggal, menyatukan dua cakar dengan arah dan tenaga secara bersamaan.
Dua cakar sejajar terbentuk. Pengerahan tenaga dalam membuat lengan Gagak Bayan berkilau kehitaman, kuku-kukunya terlihat mengkilap serupa logam, menyerupai belati runcing. Sungguh persis dengan cakar seekor Gagak. Itulah rupanya yang membuat ia dikenal sebagai Pendekar Gagak pada masanya. Lembu Peteng menyeringai senang, baru kali ini ia melihat kesaktian junjungannya. Pasti menang, batinnya.
Karna memiringkan wajah sedikit, mengerahkan pendengarannya untuk menangkap arah gerakan serangan Gagak Bayan. " Hmmmm...cukup bertenaga," batinnya menangkap gerakan tangan yang merobek udara.
" Aaaarrrgghhh... ! " Gagak Bayan menerjang. Dua cakarnya bergerak berayun dari kiri ke kanan menyilang turun bermaksud merobek perut Karna. Gerakan yang sangat cepat.
Karna memiringkan bahu, menggeser kaki kanan hingga lolos perutnya dari sergapan.
Cakar Gagak Bayan tidak berhenti bergerak ketika menyadari serangan pertama luput. Cakar itu tidak ditarik, tetapi kini berubah arah. Telapak cakar menghadap ke atas dan naik vertikal ingin merobek dengan tubuh menyusur tubuh dari samping. Karna menggerakkan pinggang dengan menarik ke kanan dan memundurkan bahunya hingga lolos lagi kombinasi serangan itu. Namun ternyata belum usai, begitu cakarnya sampai di atas luput dari sasaran, Gagak Bayan merobah lagi arah serangannya dari kanan ke kiri secara mendatar bermaksud merobek wajah Karna.
" Wuzzz...." Kombinasi serangan arah ketiga juga lolos, hanya menyusur di depan mata Karna yang tertutup kain hitam. Karna cukup memundurkan wajah sedikit.
" Jurus Pertama usai, Tuan." Karna berbisik. Gagak Bayan terbelalak tak menyangka 3 kombinasi arah jurus Cakar Tunggalnya dapat digagalkan dengan mudah.
Terlihat kain penutup mata Karna terkoyak cakar. Sungguh sangat tajam daya Cakar Tunggalnya Gagak Bayan. Tanpa tersentuhpun sanggup meninggalkan sayatan di kain. Bagaimana jadinya kalau menyentuh daging?
Gagak Bayan menyiapkan jurus Kedua. Kali ini Cakar Sayuta ( Sejuta Cakar ) yang menggunakan kombinasi gerakan tangan dari berbagai arah. Ia menerjang dengan didahului dua cakar menghujam dada yang diantisipasi Karna dengan mundur selangkah. Gagak Bayan senang, ia berpikir Karna terdesak. Selanjutnya kakinya yang juga sudah melengkung di telapaknya membentuk cakar, menyapu kaki Karna yang masih menapak ke bumi, karena kaki yang satu masih dalam posisi terangkat.
" Dug!" Terdengar benturan dua kaki. Kaki Karna tersapu. Tubuhnya miring, jatuh hampir menyentuh tanah. Gagak Bayan tertawa girang, dipikirnya perkelahian segera selesai dengan jatuhnya tubuh Karna. Tapi justru di situ ia salah. Karna memang sengaja membiarkan kakinya tersapu, sehingga dengan meminjam tenaga sapuan itu, posisi tubuhnya miring melintang. Namun sebelum tubuhnya menyentuh bumi, pinggangnya memutar sehingga tak sampai terpelanting. Dengan posisi tubuh di bawah, cakar tangan Gagak Bayan tidak bisa efektif untuk melanjutkan serangan Cakar Sayuta. Gagak Bayan baru menyadari kesalahan itu setelah kakinya yang masih dalam posisi menekuk membuat jangkauan cakarnya jauh dari sasaran.
" Jurus Kedua usai, Tuan."
Karna sudah berdiri dalam sikap biasa setelah tubuhnya berputar sejenak di atas tanah, diikuti menjejak tanah melenting untuk mendarat dengan anggun seperti seorang penari.
Gagalnya jurus kedua melahirkan rasa cemas di hati Gagak Bayan. Rasa marah bercampur malu mengaduk-aduk dadanya. Ia dilanda panik sehingga tanpa persiapan langsung menerjang sekuat tenaga dengan asal-asalan. Inilah kebodohan yang ditunggu Karna yang dengan cukup memiringkan tubuh, terjangan itu gagal dan fatalnya pengerahan tenaga tanpa kendali membuat tubuh Gagak Bayan terus melaju ke depan padahal tangannya masih bergerak. Membentur pohon asem di belakang Karna. Akibatnya, kulit pohon Asem itu tercabik-cabik hingga masuk ke seperempat batang.
" Jurus Ketiga yang dahsyat, Tuan. Kasihan...pohon Asemnya sampai terluka parah," ujar Karna dengan nada sedikit mengejek.
Kemarahan Gagak Bayan tak terbendung lagi. Sudah lupa pada niat semula untuk mengimbangi Karna dengan tangan kosong. Nyatanya, jangankan bisa mengimbangi, secepat dan sekuat apapun serangan tangan kosong yang ia lakukan, hasilnya ia dipermainkan seperti tikus di hadapan kucing. Hatinya membara. Di punggungnya, disamping pedang yang tadi sempat ia hunus, melintang sepasang senjata khas yang pernah membesarkan namanya di dunia persilatan. Dicabutnya kiai Gagak Pamungkas!
Kiai Gagak Pamungkas adalah nama senjata khas milik Gagak Bayan. Berujud sepasang kait bergagang gading, dengan ujung berbentuk cakar gagak yang terbuat dari besi, sementara di keempat ujungnya diikatkan semacam belati kecil yang sangat tajam. Konon, cakar kiai Gagak Pamungkas inilah yang digunakan oleh Gagak Bayan untuk merobek perut harimau raksasa saat menerkam raja Majapahit Kalagemet.
" Wuuuzzzz....!" Kiai Gagak Pamungkas menerjang menyilang dari dua arah yang berbeda. Satu menuju kepala, satunya menyapu perut. Tidak bisa dibayangkan lagi bentuk daging seseorang bila 8 belati di cakarnya mendarat di tubuh manusia. Karna sadar untuk serangan bersenjata aneh ini tidak bisa dihadapi dengan cara biasa. Arah serangan yang datang dari sudut yang berbeda harus dikunci salah satunya agar yang satu dapat diduga arahnya. Ia memutuskan untuk mengunci serangan yang datang ke perut. Serangan yang menuju kepala lebih mudah. Dengan memiringkan wajah atau menariknya ke belakang, serangan ke kepala dapat dihindari. Gerak kepala lebih elastis, mengingat sendi-sendi yang menunjang leher dan pinggang cukup elastis. Tapi perut tidak. Perut tidak memiliki sendi, sehingga sulit bergerak kecuali menggerakkan kaki. Tapi kalo cuma menggerakkan kaki mundur, itu hanya mampu untuk menghindari serangan namun tidak bisa mengunci. Dan bila hanya mundur, itu berbahaya. Ia bisa terpojok sehingga tak mampu menghadapi serangan susulan. Karna memutuskan untuk menekuk tubuhnya dari pinggang ke belakang tanpa memundurkan langkah. Serangan menuju kepala luput. Konsentrasi pendengaran Karna kini ditujukan pada serangan perut. Ia hitung dalam batin untuk mendahului datangnya ujung cakar. Tangannya bersiap menangkap gagang kiai Gagak Pamungkas. Dan....Tapp !!! Kiai Gagak Pamungkas yang sebelah kiri sudah tergenggam gagangnya. Laju serangan seketika terhenti.
" Jurus Keempat usai, Tuan!" Desis Karna sembari menyentakkan dorongan sekaligus melepaskan genggamannya pada senjata Gagak Pamungkas hingga Gagak Bayan terhuyung-huyung ke belakang nyaris jatuh kalau saja penggungnya tidak ditahan oleh Lembu Peteng.
" Hati-hati, Gusti." Ujar Lembu Peteng.
Dengan wajah merah padam menahan malu, Gagak Bayan menepis tangan Lembu Peteng yang memegang bahunya.
Bagi Gagak Bayan, kejadian ini lebih mengerikan daripada semua mimpi buruk yang pernah ia alami. Tidak masuk akal ! Bagaimana mungkin seorang bocah bau kencur mampu menghadapinya dengan tangan kosong dengan menutup mata, bahkan menjatuhkannya hanya dalam satu sentakan tunggal? Puluhan waktunya dihabiskan untuk belajar silat dan kanuragan sejak masih kecil dan hasilnya hanya jadi bahan permainan seorang bocah di depan 100 pasang mata anak buahnya sendiri?
Rasa marah, malu yang tak terkira membuat Gagak Bayan terpaksa harus menggunakan ajian Pamungkasnya. Apa itu ? Kelicikan, keculasan, menghalalkan segala cara untuk menang. Itulah ajian pamungkas bagi semua orang yang sudah memadamkan seluruh cahaya Batinnya demi tujuan duniawi; kemenangan.
Gagak Bayan berpikir, Karna dapat menahan serangannya karena mengandalkan pendengarnya yang tajam. Ya, pendengaran itu yang harus dikacaukannya !
" Pukul-pukulkan pedang, tombak, rantai, dan tameng kalian! Buat suara segaduh-gaduhnya. Berteriak-teriaklah sekencang mungkin!"
Lembu Peteng yang culas segera paham dengan maksud Gagal Bayan. Ia segera memerintahkan 100 prajurit untuk membuat bebunyian sekacau-kacsunya. Sementara Gagak Bayan berjalan perlahan-lahan mengelilingi Karna agar tidak terdeteksi asal arah serangan. Jurus terakhir ini harus berhasil dengan satu tujuan; membunuh Karna demi menyingkirkan cerita aib yang sangat menista namanya ini.
Karna mendengus dingin. Ia segera paham bahwa lawannya sangat licik. Namun sikap ksatria yang sudah ditanamkan oleh Mpu Angalas sudah menyatu di jiwanya. Bisa saja ia buka penutup mata untuk menghadapi serangan terakhir. Tapi itu tidak sesuai dengan jiwa seseorang Ksatria. Dia sudah menutup mata sejak awal, pantang baginya untuk membukanya sebelum pertarungan usai. Kemenangan memang penting, tapi cara untuk menggapainya itu yang membedakan seorang Satria dengan Pencoleng pecundang! Lagipula, Gagak Bayan tidak paham, bahwa Karna bukan hanya mengandalkan pendengaran, namun ia bisa merasakan tekanan angin sebelum sebuah serangan datang. Itu yang tidak diketahui Gagak Bayan.
Tapi ada yang aneh di janji jurus terakhir ini. Gagak Bayan seperti tidak menyiapkan serangan. Ia hanya berkeliling mengamati telinga Karna untuk memastikan bahwa posisinya tidak terdeteksi. Gagak Bayan tidak menyiapkan kuda-kuda! Justru ia mengarahkan kiai Gagak Pamungkas seperti mengacungkan tongkat. Dan...mendadak cakar-cakarnya bergerak. Lembu Peteng baru pertama ini tahu, bahwa ternyata cakar-cakar kiai Gagak Pamungkas dapat bergerak. Rupanya ada semacam benang yang dapat mengendalikan gerak per cakaran untuk membuka dan menangkup. Tiba-tiba, cakar kiai Gagak Pamungkas merentang penuh hingga tidak lagi berujud cakar namun sebuah lingkaran dengan jari-jari 4 belati per batang, sehingga total sepasang berjumlah 8. Dan, tepat di tengah-tengahnya ada lobang sangat kecil.
" Tesss...!!!" Melayang sebentuk jarum yang sangat halus dari lobang sepasang cakar itu.
" Senjata rahasia....," Lembu Peteng mendesis tidak menyangka bahwa di dalam batang kiai Gagak Pamungkas ada semacam pegas yang mampu menembakkan senjata rahasia berupa jarum. Dapat dipastikan bahwa itu adalah jarum beracun dengan bisa yang sangat mematikan.
Karna yang menunggu serangan terakhir Gagak Bayan sejenak termangu-mangu tidak menyadari bahwa ada dua jarum beracun yang meluncur ke arahnya. Ia hanya berdiri dalam sikap siaga, sementara dua jarum maut itu terus terbang menuju ke arahnya. Tidak ada bunyi sedikitpun. Tidak ada tekanan udara yang berubah. Apa yang terjadi? Apakah Gagak Bayan membatalkan serangannya?
' Tik ! Tik ! ' ada guncangan halus sekali di bungkusan kain yang terselip di pinggang Karna. Bungkusan kain itu berisi Batu Lintang Sapu Jagad yang ia ikat erat tak terpisahkan dari tubuh.
Karna terkesiap. " Senjata Rahasia !" desisnya menahan marah yang seketika meledak. Penggunaan senjata rahasia dalam pertarungan satu lawan satu bagi dunia persilatan adalah kejahatan terkutuk yang paling merendahkan sikap kekasatriaan. Ini melanggar semua prinsip di dunia persilatan!
Dengan ketetapan Sang Hyang Widdhi, rupanya meteor Sapu Jagad ternyata mengandung daya magnet yang mampu menghisap arah terbang 2 jarum beracun itu. Gagak Bayan tidak pernah menduga hal ini, bahkan Karna sendiri. Hanya Yang Maha Kuasa yang tahu rancangan penyelamatan jiwa ini.
" Sudah usai jurus Kelima, kau manusia terkutuk!"
Gagak Bayan pucat. Jaka Wingit ini manusia atau Dewa? Bagaimana mungkin ia bisa lolos dari Kematian serangan jarum beracun rahasia? Ia tidak tahu bahwa sebuah meteor berdaya magnet telah membelokkan arah serangannya.
Dengan merasakan arah tancapan jarum, Karna segera tahu di mana posisi Gagak Bayan berada. Ia hentakkan kaki, melenting berputar ke udara kemudian meluncur menuju ke tubuh Gagak Bayan yang sudah hancur nyalinya.
Kaki Karna mendarat tepat di pundak Gagak Bayan sehingga Gagak Bayan tersungkur ke tanah. Karna duduk dengan lutut menekan punggung Gagak Bayan yang tidak mampu mengangkat tubuh. Tangannya meronta memukul-mukul bumi seperti anak kecil yang menangis minta jajan. Karna yang sudah sangat marah karena penggunaan senjata rahasia meraih gagang pedang yang bersarung di punggung Gagak Bayan. Ia tarik rambut Gagal Bayan yang panjang sehingga kepalanya tertarik ke belakang dan lehernya meregang.
Karna menghunus pedang.
Gagak Bayan seketika hancur lebur nyalinya. Yang ia bayangkan, Karna akan mengakhiri nyawanya dengan menggorok lehernya.
" Ampun....ampuni aku, Tuaaaannn..." Gagak Bayan merintih. Matanya berurai air.
Karna tidak peduli. Ia tambah tarikannya di rambut Gagak Bayan. Leher Gagak Bayan makin terbuka untuk ditebas.
Karna mengangkat pedang. Mengayunkan. Berkebat kilat pedang memantul sinar matahari berbarengan dengan kemarahan Karna yang mendidih melebihi panas kawah gunung Brahma (Bromo). Menukas! Memutus!
" Arrrrrrrggggghhhhhh.....!!!! Terdengar jeritan terakhir Gagak Bayan serak memanjang.
Sebuah jeritan terakhir sebelum rambut panjang Gagak Bayan terpangkas dari kepalanya.
Karna membuka tutup matanya. Wajah tampannya terlihat sempurna berwibawa Matanya yang dingin tajam menatap sekeliling. Seluruh prajurit yang diterpa tatapan Karna lututnya goyah. Gemetar ketakutan.
" Aku tidak mau melawan Dewa!" Seorang prajurit berbisik.
Tubuh Gagak Bayan lunglai. Rambut panjang kebanggaannya sudah terpangkas. Bentuknya tak lebih bagus daripada potongan seorang pengemis.
***.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
Win Hirtatiyanto
jadi gagak botak dong hehe
2022-02-15
1
Edi yuzzardy
suara bunyi2an dr tameng prajurit,senjata tdk di ceritakan alias terlewat....kan di suruh sama si boss nya ah wkwkwk
2021-12-16
0
Edi yuzzardy
mantep...dub seruuuuu......alur cerita bagus dan nya enak di baca..profeaional banget.....lanjut thor
2021-12-16
0