Pusaran hawa dingin yang diciptakan oleh Karna dengan media cambuk sebagai penyalur daya inti air ajian Tirta Gumulung kian memekat. Bila dilihat dari atas serupa piring yang berkilau salju. Meski ujung cambuk tidak menyentuh secuil pun kulit 9 orang lawannya, namun hawa dingin yang terbentuk menerjang mereka seperti guyuran air terjun dari puncak gunung.
Tidak memerlukan waktu lama, 9 orang pengepung Karna menggigil hebat. Mulutnya gemetar sehingga terdengar suara gemeretak gigi-gigi yang saling bertemu satu sama lain. Tanpa disentuh, tangan-tangan mereka lunglai tak mampu memegang senjata. Pedang, parang, tombak, belati dan cambuk berjatuhan ke tanah Mereka mendekapkan tangan ke dada masing-masing berharap dapat membantu memperoleh kehangatan. Tapi ternyata itu sia-sia. Hawa dingin yang merasuk terlalu tajam menggigit hingga menembus tulang. Tanpa dikomando, tiba-tiba mereka saling merapat satu sama lain, rebah berpelukan persis anak-anak kucing yang tidur saling menumpuk untuk melawan dingin
Tapi, itu pun juga sia-sia..Bahkan kulit temannya yang tersentuh menjadi sedingin es.
" Ampun... Ampuni kami, Tuan Pendeeekaaarrr...," berkata seseorang di antara 9 orang itu dengan bibir membiru bergetar.
" Iya, ampuni kami, Tuan Jaka Wingiiittt..." Menyahut yang lain.
Karna yang berhati lembut memutuskan untuk mengakhiri pelajaran untuk 9 prajurit sombong itu. Ia lambatkan putaran cambuk dan menarik kembali daya Tirta Gumulung. Cambuk yang sebelumnya berwarna. putih salju seketika mencair menjadi lemas lagi. Perlahan-lahan udara dingin menghilang dan terik matahari kembali menghangatkan 9 orang yang kini duduk bersimpuh menghadapi Karna dengan hati yang jerih sekaligus hormat atas kelapangan dadanya dalam memaafkan.
Orang-orang yang berkerumun menonton perkelahian itu masih ternganga. Hampir tak percaya pada yang dilihatnya. Seolah dongeng menjadi nyata.
" Tuan Jaka Wingit....," Seorang di antara 9 orang yang diampuni itu mengambil inisiatif untuk bicara.
Karna mengangkat tangannya memotong," Tidak perlu menyebut saya dengan tuan, cukup Sanak atau Adhi saja, karena Anda semua sepatutnya jadi Kakang saya."
" Terima kasih, Adhi Jaka Wingit. Jadi begini, kami semua takluk pada Andhika, tetapi kami juga takut pada ancaman lurah kami Kakang Lembu Peteng kalau ketahuan kami menyerah. Bagaimana ini Tuan...eh, Adhi?"
Karna tersenyum," Jangan khawatir. Nanti begitu kakang Lembu Peteng ke mari, kalian semua pura-pura pingsan saja habis saya hajar. Gimana?"
Penonton yang masih berkerumun tak sadar tertawa kecil mendengar solusi yang diberikan Karna. Bagaimana bisa terjadi 9 orang yang selama ini selalu tampil sangar dan semena-mena tiba-tiba dipaksa keadaan untuk pura-pura pingsan?
Namun bagi 9 orang itu, solusi yang ditawarkan Karna adalah jawaban paling bijak dan masuk akal. Mereka lupa rasa malu ditonton banyak orang, yang penting nyawanya terjamin tetap mendiami badan. Serempak mereka tersenyum satu sama lain dan menjawab," Kami bersedia pingsan, Tuan...eh, Adhi."
***
Wisma Gagak Nagara berdiri megah begitu kontras di antara gubuk-gubuk sederhana penduduk tanah perdikan Gagak Nagara yang dikuasai oleh Ki Gedhe Gagak Bayan. Cerita yang berhembus, status tanah perdikan itu diberikan Raja kepada Gagak Bayan sebagai tanda terima kasih setelah Gagak Bayan menyelamatkan nyawa Prabu Kalagemet ( Tahun 1309-1328 ) dari terkaman harimau saat berburu di hutan gunung Mahendra ( gunung Lawu ). Gagak Bayan kemudian dianugerahi banyak sekali uang dan emas sebagai biaya membuka hutan yang terbentang dari bukit Kridhajaya hingga tepian Bengawan. Selanjutnya, di batas wilayah dibangun tugu Gagak yang berukir lencana kerajaan sebagai tanda daerah otonom dengan masa berlaku seumur hidup Gagak Bayan. Itu terjadi 25 tahun yang lalu saat Gagak Bayan masih malang melintang di dunia persilatan di usia 27 tahun. Kini umur Gagak Bayan 52 tahun.
Karena berstatus daerah otonom, Gagak Bayan berhak memberlakukan undang-undang lokal sepanjang tidak bertentangan dengan haluan Negara dan berikrar setia pada pemerintah pusat serta tidak membangun kekuatan militer tanpa sepengetahuan Kraton Majapahit. Namun, hawa angkara manusia siapa yang mampu membendungnya kecuali diri sendiri? Dan tampaknya Gagak Bayan gagal membendung lautan hawa napsunya.
Berawal kegemararannya mengumbar birahi, Gagak Bayan mulai mengkoleksi banyak perempuan sebagai istri, selir, gundik, dan dayang-dayang di Dalem atau Wisma Gagak Nagara yang disulapnya menjadi semacam miniatur Kraton lengkap dengan kaputren yang berisi ratusan wanita dari berbagai tipe kecantikan. Sebagian besar wanita belia berusia antara 15 sampai dengan 22 tahun. Batas tertinggi penghuni taman putri itu adalah 30 tahun. Lepas usia 30 tahun, perempuan tersebut akan diserahkan kepada abdinya untuk diperistri atau dijadikan gundik. Jika tidak, ia akan dikembalikan kepada orangtuanya bersama anak-anaknya bila mereka punya anak, dengan dibekali sejumlah uang dan perhiasan serta sepetak tanah dan rumah. Gaya hidup yang berbiaya tinggi itu membuat uang dan perhiasan hadiah dari Prabu Kalagemet cepat habis.
Saat itulah awal kejahatan Gagak Bayan terhadap kerajaan Majapahit dimulai. Ia memutar otak untuk mendapatkan sumber-sumber dana baru. Dengan kewenangan menerapkan aturan lokal, ia menarik banyak pajak daerah pada masyarakat. Pajak Judi, Minuman Keras, Hasil Bumi, Penjualan Ternak, Irigasi Sawah, Keramaian, termasuk hajatan pun dikenai pajak. Untuk menyembunyikan kejahatannya pada masyarakat, Gagak Bayan rajin memberi upeti kepada beberapa pejabat tinggi Kraton yang berjiwa korup. Sedangkan untuk menjamin proses penarikan pajak di lapangan, ia diam-diam membentuk tentaranya sendiri. Kebanyakan direkrut dari bekas prajurit Majapahit yang melakukan pelanggaran atau yang tergiur pada bayaran yang lebih tinggi. Dan ini adalah pelanggaran yang sangat fatal. Membangun kekuatan militer tanpa sepengetahuan pihak Kerajaan setara dengan pengkhianatan, makar.
Pasca pemerintahan Kalagemet yang digantikan oleh Ratu Tribhuwana Tunggadewi (Tahun 1328-1351), loyalitas Gagak Bayan pada Majapahit hanya di bibir saja. Apalagi setelah Gajahmada diangkat menjadi Mahapatih yang bersumpah untuk mempersatukan Nusantara dalam satu panji Gula Klapa Majapahit, ketakutan bercampur kebencian merusak isi dada Gagak Bayan. Mahapatih Gajahmada telah mencanangkan sistem pemerintahan yang bersih dan berwibawa agar seluruh kawula mencintai negaranya sebagai modal dasar kekuatan Negara. Undang-undang ditegakkan, pelanggaran hukum tidak ditoleransi. Itulah yang membuat Gagak Bayan ketar-ketir.
Namun apa daya, ia sudah terlanjur basah, kegemarannya pada perempuan muda tidak bisa dikendalikan. Yang penting kekuatan militer yang dibangunnya tidak diketahui oleh pemerintah pusat, demikian pikirnya.
" Gusti Gagak Bayan ! Gusti Gagak Bayan !" Sesosok tubuh tampak berlari-lari panik memasuki gerbang istana kecilnya. Gagak Bayan memang membiasakan orang-orangnya menyebut dirinya sebagai Gusti. Ia menikmati permainannya sebagai Raja Kecil.
Ternyata yang datang berlarian Lembu Peteng.
" Heh, kau sudah gila apa, Peteng?" Hardik Gagak Bayan.
" Ampun, Gusti. Celaka, keadaan gawat !" Napas Lembu Peteng terengah-engah menceritakan kejadian di pasar.
Gagak Bayan mengerutkan kening setelah mendengar cerita Lembu Peteng.
" Kau minta 100 prajurit untuk menangkap seorang pemuda? Kau sudah gila?"
" Ampun, Gusti. Tapi kali ini percayalah pada hamba. Kesaktiannya benar-benar tidak mampu saya ceritakan. Hamba tidak berani ambil resiko. Kalau tidak 100 prajurit, saya kira kita tidak mampu meringkusnya."
" Hmmmm...." Gagak Bayan tampak berpikir. Tiba-tiba adrenalinnya meninggi. Sebagai bekas pendekar besar yang pernah menguasai sebelah timur kaki gunung Mahendra ( Lawu), insting bertarungnya tidak pernah mati. Sungguh ia penasaran ingin menjajal sampai di mana kemampuan silat Jaka Wingit.
" Baik, kali ini aku sendiri yang memimpin!" Gagak Bayan menyanggupi permintaan Lembu Peteng. " Tapi kalau ceritamu mengada-ada, terlalu membesar-besarkan sampai membuat aku repot. Aku lempar kau ke Bengawan sebagai umpan buaya."
Lembu Peteng tersenyum sumringah. Timbul harapan besar untuk menang. Seratus prajurit ditambah seorang Ki Gedhe Gagak Bayan adalah kekuatan yang sangat besar. Lembu Peteng sangat paham, Gagak Bayan bukan pendekar sembarangan.
***
Karna sampai kebingungan cara menolak tanda terima kasih dari orang-orang sepasar yang merasa senang melihat gerombolan Lembu Peteng yang kerjaannya menarik pajak sambil berbuat onar akhirnya dapat ditaklukkan oleh seorang pemuda tak dikenal. Yang berdagang buah menyodorkan buahnya untuk dicicipi, pedagang nasi menawarkan masakannya, pemilik warung tempat Karna makan menolak menerima bayaran, bahkan pedagang tuak mengajak mabuk gratis. Lebih- lebih perempuan separuh baya yang merasa diselamatkan nyawanya, berkali-kali menghatur sembah seolah-olah Karna adalah jelmaan Dewa Wisnu.
Yang terdiam seribu bahasa hanya 10 orang, 9 orang pengeroyok ditambah seseorang yang tadi jatuh menimpa kandang celeng. Namun sebenarnya mereka juga senang sebab nyawanya diampuni Karna yang bahkan tidak menyentuh kulit mereka sedikitpun untuk disakiti.
Belum usai wajah-wajah cerah itu bersuka-cita, tiba-tiba dari arah barat mengepul asap debu tanah. Suara lari kaki kuda menjejak bumi menyusul bergemuruh kemudian. Wajah-wajah yang semula cerah seketika memucat. Apalagi samar-samar mereka mengenali bayang-bayang kereta Gagak Bayan ada di rombongan itu.
" Ki Gedhe Gagak Bayan sendiri yang memimpin pasukan?" Desis seorang tua. Ini belum pernah terjadi sebelumnya. Bahkan ketika gerombolan Lembu Peteng membantai semua laki-laki dewasa di desa Garda, dia tidak turun tangan langsung.
" Bagaimana ini Tuan Jaka Wingit? Apa Tuan akan pergi meninggalkan kami? Kami takut...."
Karna mengkat tangannya untuk menenangkan mereka," Ini bukan perang kalian. Anda semua selamatkan diri. Lindungi diri kalian. Bersembunyi saja di balik warung dan tempat-tempat yang aman. Untuk ibundanya Savitri, silahkan berlari di balik pohon beringin besar itu, nanti saya jemput begitu usai urusan. Tinggalkan saya di sini sendiri. Ambil jarak aman agak jauh. Mereka juga bawa pasukan panah. Berbahaya !"
Warga desa mengiyakan. Mereka tidak tahu bagaimana caranya Karna bisa melihat bahwa ada pasukan panah dalam rombongan yang masih berjarak cukup jauh dan terselubung debu yang membubung.
" Lantas, kami bagaimana, Adhi Wingit?" Anak buah Lembu Peteng yang baru saja dikalahkan Karna menyeletuk panik.
Karna tersenyum menahan geli," Oh iya, saya nyaris lupa.Anda sekalian silahkan pura-pura pingsan sekarang."
" Baik. Mohon ijin pingsan, Tuan!'
Tanpa dikomando, 9 orang itu mengambil posisi yang nyaman untuk pura-pura pingsan. Sementara orang yang ke 10 kembali berbaring di atas kandang celeng yang sudah berantakan.
***
Karna dengan ekspresi datar menanggapi tenang 100 orang yang kesemuanya menyalangkan tatapan penuh ancaman. Gagak Bayan tertegun menatap 10 orang anak buah Lembu Peteng yang bergelimpangan entah pingsan atau mati. Dalam hatinya mengaku kalau pemuda yang kini berdiri tegak sendirian itu sudah pasti sangat tangguh.
" Bala panah, siaga !" Lembu Peteng memberi komando.
Sekitar 30 orang prajurit pemanah segera memasang anak panah dan merentang gendewa.
" Tahan !" Gagak Bayan mengangkat tangannya. Ia tidak mau gegabah menghadapi pemuda asing ini. Jangan-jangan ia satria Majapahit atau keluarga petinggi Tentara. Bisa celaka kalau salah penanganan. " Lembu Peteng, aku yang memimpin, bukan kamu. Paham?"
" Sendika, Gustiku!" Lembu Peteng mengiyakan.
" Adhimas benar yang bernama Jaka Wingit?" Tanya Gagak Bayan dengan sopan.
Karna membalas dengan menangkupkan tangan hormat," Benar, Tuan Gagak Bayan. Saya sudra Jaka Wingit dari dukuh barat bukit "
" Mohon maaf, bila diperkenankan. Boleh aku tahu Andhika putra ksatria siapa atau murid Reshi siapa?"
Karna tersenyum," Saya yang hina seorang Sudra pejalan kaki, Tuan."
Gagak Bayan mendengus tak percaya. Tak mungkin ada Sudra sebaik itu tata bahasa tanda ketinggian ilmunya. Ia lupa, bahwa sebelum diangkat oleh Prabu Kalagemet sebagai penguasa daerah perdikan, ia sendiri adalah seorang Sudra yang kebetulan saja berhasil mempelajari ilmu Kanuragan tingkat tinggi hingga berhak menyandang derajat Satria.
" Jika Andhika seorang Sudra, ada kepentingan apa turut campur dalam urusan Lembu Peteng yang berkasta Satria?"
Karna tiba-tiba merubah senyumnya dari datar teduh menjadi sinis. Dalam pengajaran yang diberikan gurunya, Mpu Angalas, dharma kebenaran tidak boleh disekat-sekat oleh pangkat dan derajat. Orang-orang yang menempatkan kasta di atas Dharma adalah perusak Agama yang sesungguhnya. Dan ia muak pada jenis manusia seperti itu.
" Iya, saya memang Sudra, Tuanku. Tetapi Sudra sejati, bukan Satria jadi-jadian!'
Gagak Bayan tercekat dengan jawaban itu. Seketika ia marah. Jawaban itu sudah sangat menghina harga dirinya.
" Apa maksudmu?!!!" Gagak Bayan menghardik.
" Maksud saya, Lembu Peteng dan seluruh pasukan Tuan tidak menunjukkan bukti sebagai prajurit sebenarnya. Tidak ada satupun prajurit Tuan yang mengenakan lencana prajurit Wilwatikta!"
" Deg!" Isi dada Gagak Bayan bergoncang dahsyat.
" Keparat ! Kau bocah pongah tidak mampu mengukur tingginya langit!" Teriak Gagak Bayan dengan wajah merah padam.
" Saya memang tidak mampu mengukur tingginya Langit, Tuan. Yang saya tahu, di atas Langit masih ada Langit. Jadi celakalah orang yang menganggap dirinya Langit "
" Siapkan dirimu, Wingit!" Gagak Bayan berteriak seraya menghunus pedang. " Ini antara aku dan kau saja. Kalau kau menang sanggup memutus sehelai saja rambutku, kau boleh bawa Savitri. Tapi kalau kau kalah, aku ampuni kau asal kau potong dan tinggalkan ibu jarimu di sini, lalu minggat dari sini selama-lamanya!"
Karna tersenyum," Tidak perlu ada acara potong memotong, apalagi sampai mengeluarkan darah, Tuan. Silahkan Tuan Gagak menyerang saya dengan pedang dalam 5 jurus. Saya tidak akan membalas. Usai jurus ke-5, jika saya tidak mampu mencukur rambut Tuan dalam 1 jurus, saya mengaku kalah."
Semua orang yang mendengar tantangan itu terbelalak tak percaya. Jaka Wingit ini orang kurang waras atau semacam Dewa? Semua orang tahu, Gagak Bayan adalah pendekar pilih tanding pada masanya. Dan Jaka Wingit berani menerima 5 jurus pedang seorang pendekar sakti tanpa membalas dan menjanjikan mampu mengalahkan dengan 1 jurus, padahal Jaka Wingit tanpa senjata. Ini gila, di luar nalar !
Darah Gagak Bayan mendidih. Kemarahannya melonjak hingga mencapai ubun-ubun. Bocah ini sudah menginjak harga dirinya ke tingkat terendah di mata seluruh prajurit yang biasa menggigil ketakutan pada perintahnya.
" Jangan salahkan aku. Kau sendiri yang minta mati, Jebeng Wingit !"
" Silahkan mulai, Tuan." Karna menyahut dingin. Ia hanya berdiri biasa, bahkan tidak terlihat menyiapkan kuda-kuda.
Tiba-tiba tindakan yang sangat tidak masuk akal dilakukan Karna. Perlahan tangannya merogoh kantong, mengeluarkan secarik kain hitam. Lalu mengikatkan kain itu di mata. Ia bertempur tanpa melihat.
" Silahkan memulai jurus Pertama, Tuan Gagak Bayan yang sakti mandraguna...." Ujar Karna dengan suara mengejek.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
Leori Id
mau pingsan izin dulu /Smirk/
2025-02-03
0
Windy Veriyanti
kocak banget ijinnya ...
"mohon ijin untuk pingsan" 😂
2024-06-03
0
Zay Zay
trs kpn nie d'trs kan kok msh 81 epsd nya g' nambah" thor,mbok za kl bkin nvel tu d'trsin jgn mandek kyk gini,lg seru" baca hrs nunggu lm up nya.😒😒😒😒😒😡😡😡😡
2023-06-26
2