Chapter 4 - Ujian Seleksi

Nael berlari sekuat tenaga ke ruang aula. Dengan napas yang terengah-engah, pipi yang penuh dengan keringat dan raut wajah yang panik, Nael mencapai pintu ruang aula yang berwarna putih. Ia tertunduk lemas di hadapan gerendel pintu. Namun, secara tiba-tiba gerendel pintu itu bergerak ke bawah, terlihat jelas bahwa seseorang membuka pintu ruang aula dari dalam. Nael tahu, bahwa langkah kakinya yang berat karena berlari seharian membuat suara berisik yang luar biasa, terlebih lagi ia berlarian di lorong ruangan bangunan ini. Seseorang pun keluar dari pintu putih itu.

“Kau sangat terlambat, Nael.” Ucap Nerei. Menatap langsung sorot mata Nael yang sedang terperangah begitu mengenali orang yang ada di hadapannya. Nael memalingkan wajahnya dari Nerei, kemudian bangkit dari ketertundukannya dan berjalan perlahan melewati Nerei yang berdiri di hadapannya. Nerei memasang wajah yang sedih ketika dilewati oleh Nael tanpa berkata apa-apa. Kelihatannya Nael masih belum bisa memaafkannya atas apa yang terjadi di antara mereka sebelumnya.

Nael melihat ada begitu banyak orang-orang yang sedang menatapinya di ruangan itu, terutama beberapa peserta ujian yang terlihat begitu kesal karena dirinya yang datang terlambat. Rudger langsung berdiri dari kursi kayunya dan berjalan perlahan menuju ke area tengah ruangan. Ia meminta Nerei yang sedang berdiam diri di pintu untuk segera menutup pintunya dan mengajaknya untuk mendengarkan segera apa yang akan ia jelaskan.

“Kelihatannya semua peserta sudah berkumpul dalam keadaan sehat dan bersemangat untuk mengikuti ujian.” Rudger memperhatikan raut wajah masing-masing peserta dengan menebar senyum ramah. “Pertama-tama, aku harus memperkenalkan diriku. Namaku adalah Rudger van Touwen, pengajar di kelas satu yang akan diisi oleh separuh dari kalian di ruangan ini.” Lanjutnya, menengadahkan kedua telapak tangannya sejajar dengan bahu, Rudger tersenyum tipis ketika mengatakannya.

“Guru Rudger, sebelum itu bukankah kau seharusnya mengeliminasi si anak yang terlambat di sana itu?” Saran perempuan berambut emas itu, menunjuk Nael dengan jari telunjuknya.

Nael menelan ludahnya. Ia tak bisa membantah protes dari gadis berambut emas karena posisinya memang berada di tempat orang yang salah. Meski memandang gadis berambut emas itu dengan pandangan yang kesal, ia tak bisa berbuat apa-apa terhadap kesalahannya yang diperbuat olehnya sendiri.

Gadis berambut wolf cut tersenyum tipis setelah mendengar saran dari gadis berambut emas. Ia sudah menduga bahwa gadis itu akan mempermalukan Nael karena kesalahannya sendiri.

“Kau benar. Mengingat ini adalah ujian seleksi sekolah yang kami adakan, memang seharusnya lebih ketat daripada ujian seleksi yang diadakan sekolah elementalist yang lain. Dari sudut pandang mu sebenarnya begitu, kan Nona?” Jawab Rudger. Menatap gadis itu dengan tenang. “Tapi, kami tidak seketat yang kalian duga dan memperlakukan semua yang ada di sini dengan setara.” Jelas Rudger sambil memejamkan kedua matanya dan mengangkat tangan kanannya ke dada.

Nina menatap Notoma yang berdiri di samping kanannya. Ia tak setuju dengan kalimat terakhir yang Rudger ucapkan. Karena hanya dia yang tahu bahwa Notoma adalah Murid Khusus yang mendapat perlakuan istimewa, walau Notoma menolak hal itu. Notoma pun menyadari tatapan langsung dari Nina. Dengan cekatan, Nina pun langsung mengalihkan pandangannya dari Notoma.

Rudger melanjutkan ucapannya.

“Aku sebenarnya bisa saja mengeluarkannya, tetapi aku juga tak bisa mengeliminasinya di saat yang bersamaan jika voting dari semua peserta di sini menyatakan bahwa peserta Nael Khwarezmi harus dieliminasi.” Kata Rudger, memperjelas keadaannya pada semua orang di ruangan itu. Mereka yang berada di ruangan berpikir sejenak, mencoba mencerna lebih jauh dari penjelasan yang dilontarkan oleh Rudger. “Kalian yang menentukannya untuk dieliminasi atau tidak karena aku yang mengijinkan kalian untuk memilih.” Lagi dan lagi, Rudger tersenyum tipis ketika mengatakannya.

Nael tertegun pasrah ketika mendengar penjelasan Rudger. Gadis berambut emas pun tersenyum. “Baik! Siapa yang setuju denganku!” serunya, sambil mengangkat telunjuk tangan kanannya, dan mengubah jarinya menjadi jempol yang mengarah ke bawah.

Beberapa orang mengangkat tangan dominannya, menandakan bahwa mereka menginginkan Nael tereleminasi hanya karena terlambat. Mereka yang setuju dengan gadis berambut emas memiliki alasannya masing-masing. Ada yang tak ingin melewatkan kesempatan emas yang diberikan panitia untuk menyingkirkan salah satu peserta ujian tanpa harus bertarung, ada juga yang senang karena menikmati sensasi dari menyalahkan orang yang bersalah, ada juga yang hanya sekadar mengikuti arus karena tak punya pendirian, namun ada juga yang menolaknya dengan tegas. Khususnya Nerei, yang sedang menahan diri dari tindakan sembrono yang akan ia lakukan terhadap si gadis berambut emas. Nerei berjalan perlahan menuju si gadis berambut emas, namun ia dihalang oleh Notoma. Nerei pun terkejut.

“Tunggu dulu!” Seru Notoma, menatap ke semua peserta yang mengangkat tangan mereka karena setuju. Nael dan Nerei mengalihkan pandangannya pada Notoma.

Gadis berambut emas menatap Notoma dengan raut wajah yang serius. Ia berjalan perlahan mendekati Notoma. Menatap wajah dan penampilan Notoma dari atas sampai bawah. Ia tersenyum tipis.

“Kamu tahu apa yang kamu lakukan bukan, cowok tampan?” Goda si gadis berambut emas pada Notoma. Ia mengangkat tangan kanannya dan menyentuh pipi kanan Notoma dengan halus. “Kita semua di ruangan ini ingin segera mengakhiri ujian ini dengan cepat tanpa harus bersusah payah. Mengeliminasinya berarti juga menguntungkan kita semua yang ada di sini, termasuk menguntungkan kita berdua juga. Kamu setuju dengan pendapatku barusan bukan, hei cowok manisku yang tampan?” Lanjutnya, sambil mendekatkan wajahnya ke wajah Notoma.

Nina, Nael, Nerei dan perempuan berambut wolf cut memasang wajah yang kesal dengan perlakuan si gadis berambut emas pada Notoma. Memang tak ada yang salah dengan itu semua, tetapi Notoma merasa bahwa apa yang gadis berambut emas itu bilang tidak sepenuhnya benar dan merupakan suatu keputusan yang salah. Notoma pun membuka mulutnya.

“Terlambat beberapa menit pada ujian memang salah, tetapi kalau memang peserta ujian sepertinya terlambat dan memang pantas untuk dieliminasi, bukankah panitia seharusnya langsung mengeliminasinya tanpa harus menunggu saran darimu?”

Nael, Nerei, Nina dan semua orang yang berada di ruangan itu terkejut mendengar penjelasan dari Notoma. Tak terkecuali si gadis berambut emas.

“Jika panitia masih menunggu semua peserta untuk berkumpul, itu artinya panitia tersebut tidak bisa segera mengeliminasinya secara sepihak karena ada sesuatu yang harus dilakukan oleh peserta itu meski orang itu terlambat datang.” Kata Notoma, melipat kedua tangannya di belakang kepala sambil memejamkan kedua matanya dengan tenang

“Hah!? Apa maksudmu!? Bukankah itu sudah jelas!?” Teriak si gadis berambut emas pada Notoma, kesal karena merasa dibodoh.

“Kalau begitu, apa kau tahu apa itu?” Tanya Notoma, mencari tahu apakah gadis berambut emas menyadari hal yang sama dengan apa yang ia pikirkan.

“Bodoh! Tentu saja karena dia menjalankan tugasnya sebagai panitia!” Jawab si gadis berambut emas dengan cepat.

“Salah, bukan itu.” Jawab Notoma, menggeleng-gelengkan kepalanya ke kanan dan kiri. Semua peserta kebingungan, tak terkecuali si gadis berambut emas yang memiringkan kepalanya karena bingung mendengar jawabannya yang salah, sementara Rudger yang menyimak hanya memejamkan kedua matanya saja.

“Panitia ujian rela menunggu peserta yang terlambat karena harus melengkapi jumlah peserta yang ada. Tidak peduli meski salah satu peserta terlambat karena tidak ada yang bisa mengisi slot peserta yang kosong di ruangan ini.” Lanjut Notoma, menjelaskannya dengan memejamkan kedua matanya dan menundukkan kepalanya dengan tenang.

“Benar juga.” Komentar si gadis berambut emas dalam hati. Keringat di pipinya yang menetes kecil mengindikasikan kekurangannya karena tidak berpikir sejauh itu.

“Lagipula, Pak Rudger sendiri yang bilang, bahwa semua peserta ujian yang berdiri di ruangan ini memiliki derajat yang sama antara yang satu dengan yang lainnya.” Ujar Notoma, mengingatkan kembali kalimat penting yang dilontarkan Rudger. Gadis berambut emas itu  pun bergeming. Notoma memegang dagunya dan mendekatkan bibirnya ke telinga perempuan itu. “Kita semua sejajar di sini, jadi jangan menganggap kami ini berada di bawahmu dan memerintahkan kami untuk mengikuti kehendak mu. Kau itu sejajar dengan kami, jelek!” Ucap Notoma. Meski terlihat seolah-olah Notoma sedang membisikan apa yang ia ucapkan pada gadis berambut emas, tetapi semua orang yang menyaksikan mereka mendengar dengan jelas apa yang Notoma bisikan, karena bisikannya menggema di ruang aula yang sunyi itu.

“Seperti yang dikatakan oleh Pak Tua, anak ini sangat jeli.” Komentar Rudger dalam hati. Ia memandang tajam Notoma yang sedang melipat kedua tangannya ke kepala belakang sambil memejamkan kedua matanya. Rudger memahami alasan dibalik penunjukkan Notoma sebagai Murid Khusus yang disarankan oleh Rudy Rochefort.

Gadis berambut wolf cut tertawa mendengar ejekan Notoma barusan. Semua mata tertuju padanya, termasuk mereka berdua yang tengah berdebat. Si perempuan berambut emas membuka mulutnya.

“Apa yang kau tertawakan, Nona!?” Geram si perempuan berambut emas.

“Tidak ada, hahaha! Aku hanya terkejut, baru kali ini ada yang berterus terang seperti itu padamu.” Jawab Nona kegirangan. “Tidak semua orang di sini itu bodoh, Wangshi. Kita bukan lagi anak kecil seperti dulu.” Lanjutnya, memejamkan kedua matanya dan melipat kedua tangannya di dada.

“Nona, kau berengsek! Jangan memanggil nama depanku dengan sok akrab, sialan!” Wangshi berjalan menghampiri Nona yang sedang bersandar pada tiang ruang aula dan melipat kedua tangannya.

Pintu tiba-tiba terbuka, dan memunculkan sesosok wanita berambut panjang keriting kemerahan. Wanita itu mengenakan bandana putih di kepalanya. Wajahnya yang cantik terhiasi oleh pupil matanya yang berwarna abu abu yang tampak seperti permata. Bibirnya yang berwarna merah muda menambah kesan yang cocok untuk wanita seusianya. Wanita ini bernama Ellen Cliff, yang menjabat sebagai pengajar di kelas tiga, di Elementary Academy.

“Baiklah, kalian sudah paham aturannya bukan?” Tanyanya yang tiba-tiba dengan wajah yang penuh dengan kepercayaan diri yang tinggi sehingga memecah suasana di ruang aula. Semua sorot mata tertuju pada Ellen yang tanpa permisi mengalihkan suasana di ruangan itu.

Rudger tertawa terbahak-bahak setelah mendengar perkataan Ellen. Petra melemparkan pulpen yang menggantung di saku kemejanya ke wajah Rudger. Rudger pun roboh. Kemudian Petra mendekatkan kepalan tangannya ke bibir dan berbatuk kecil untuk mengalihkan pandangan semua orang sambil memberi tanda bahwa dia akan mengatakan sesuatu.

“Ehem! Ellen, mereka belum dibagikan ‘itu’ sama sekali. Rudger pun belum menjelaskan sepatah kata pun tentang peraturan ujiannya.” Jelas Petra, tak ingin membuat teman masa kecilnya itu lebih malu lagi di hadapan peserta ujian. Wajah Ellen pun merah padam seketika.

“Kacamata bundar idiot!” Umpatnya, pada Rudger yang berdiri bangun dari lantai sambil memegangi wajahnya.

BLAM!

Ellen pergi setelah menutup pintu ruang aula dengan sangat keras.

Semua mata orang yang ada di ruangan itu berpusat menatap pintu, sehingga Petra harus mengalihkan pandangan mereka ke arah tepukan tangan yang ia buat.

“Baik, mohon perhatiannya. Tanpa membuang waktu yang lebih banyak lagi. Mari kita sudahi voting bodoh ini sekarang juga. Jangan semudah itu termakan permainan omong kosong yang diadakan si bodoh yang sedang terbaring di sana itu.” Petra menunjuk Rudger yang memandangnya dengan wajah yang iseng. “Tak akan ada peserta ujian yang gugur tanpa menjalani ujian seleksi!” Petra menegaskan dengan wajah yang serius. Nael menghembuskan napas lega, sedangkan Wangshi memasang wajah ketidakpercayaannya dan Nona yang menertawakannya dengan keras di hadapannya. Nerei dan Nina hanya bisa tertawa kecil. Notoma terkejut karena menganggap serius lawakan Rudger.

“Saat ini, kalian akan mendengar peraturan yang akan dijelaskan langsung oleh Rudger. Silakan!” Lanjut Petra, membungkukkan kepalanya pada Rudger.

Rudger pun mendekatkan kepalan tangannya ke bibir sambil berbatuk kecil.

“Ehem! Baiklah, mari kita serius sekarang. Ujian Seleksi tahun ini akan sangat berbeda dari tahun lalu, di mana tahun lalu kami menilai para peserta berdasarkan kemampuan individual dari masing-masing peserta. Namun, tahun ini justru sebaliknya! Kami akan menilai kalian berdasarkan tim!” Seru Rudger dengan suara yang lantang.

Hampir semua peserta yang mendengarnya memasang wajah yang kaget, kecuali Notoma dan seorang gadis yang menyanggul Katana dengan rambutnya yang panjang hitam dan berponi. Gadis itu menutup kedua matanya karena tahu tentang penilaian Ujian Seleksi tahun ini, yang telah dijelaskan Rudger barusan. Notoma menatap gadis itu, yang sedang melipat kedua tangannya di pojok ruangan sambil bersandar di dinding. Gadis itu menyadari tatapan dari Notoma dan menatap balik Notoma dengan raut wajah yang tenang.

“Jadi bukan hanya aku yang diundang? Dia juga?” Tanya Notoma dalam hati sembari menatap mata perempuan itu. Keringat yang menetes kecil di dahi Notoma mengindikasikan bahwa Notoma memiliki perasaan yang tidak enak terhadap gadis itu.

Nina menyadari ketegangan di antara Notoma dan gadis itu. Ia menduga-duga alasan di balik tatap menatap di antara mereka berdua.

“Saingannya? Atau teman lama? Yang mana pun itu, aku tidak akan kalah dari kalian!” Ungkap Nina dalam hati dengan ambisi yang menggelora. Mata birunya terfokus menatap Notoma.

Rudger menjentikkan jarinya, dan tiba-tiba saja ruangan menjadi sangat gelap karena lampu di ruangan itu dimatikan atas aba-aba nya. Petra pun mengarahkan tangan kanannya ke depan, ia sedang menekan tombol yang ada pada remote di tangannya dengan bentuk kotak, kemudian secara perlahan layar proyektor yang tergulung di langit-langit menjatuhkan dirinya dengan gelaran kertas yang berwarna putih. Rudger menekan tombol pada remote yang ia pegang. Seketika, tulisan-tulisan tertera di hadapan semua orang yang berada di ruangan itu. Isi tulisan tersebut adalah :

PERATURAN

1. Tiap tim terdiri dari 4 anggota dan masing-masing anggota memiliki 1 keping koin.

2. Tiap tim memiliki warna keping koin yang berbeda.

3. Tiap anggota harus memiliki 1 keping koin milik sendiri dan 1 keping koin milik tim yang lain untuk dikumpulkan kepada panitia.

4. Tim yang terlebih dahulu mengumpulkan koin lah yang lolos ujian.

5. Ujian dianggap belum selesai apabila tidak ada dua tim yang berhasil mengumpulkan 8 keping koin milik tim lain.

Semua pandangan teralihkan pada peraturan ujian yang tertera di layar. Rudger pun berjalan perlahan menuju ke area tengah dengan maksud mengalihkan suasana tegang yang mengarungi ruangan aula itu.

“Ada yang ingin ditanyakan?” Tanya Rudger, memastikan kesiapan mental para peserta.

Gadis yang menyanggul katana mengangkat tangan kanannya. Rudger pun menjulurkan tangannya, menandakan bahwa ia mempersilakan sang penanya untuk bertanya.

“Di sana tidak ada aturan yang melarang membunuh anggota tim yang lain. Apa diperbolehkan membunuh?” Tanya si gadis, dengan raut muka yang datar. Reaksi peserta yang lain saat menyimak pertanyaan yang ia ajukan, terlihat sangat kaget. Peserta yang kaget tak menyadari konsekuensi dari mengikuti ujian seleksi kali ini.

Rudger pun menjawab, “Tidak tertulis bukan berarti diperbolehkan. Namun, kalian para peserta pun harusnya juga sudah mengetahui jawabannya bukan?” Mata Rudger yang sebelumnya menatap dengan tenang, “Menjadi seorang Elementalist bukan berarti kalian tidak akan kehilangan nyawa kalian. Bahkan untuk menjadi seorang Elementalist pun kalian harusnya siap mempertaruhkan nyawa kalian!” berubah dengan memelototi para peserta yang ada di ruangan itu tak terkecuali si penanya.

“Yah, kami sebagai panitia juga akan berusaha semaksimal mungkin untuk mencegah adanya peserta yang mati dari ujian ini.” Lanjut Rudger, memejamkan matanya sesaat. Rudger pun membuka kedua matanya. “Ada lagi?” Tanyanya.

Nina mengangkat tangan kanannya. Rudger mempersilakan Nina bertanya dengan menundukkan kepalanya sekali sembari menatap Nina.

“Apakah tempat ujian seleksi kali ini diadakan di luar bangunan ini? Maksudku, Hutan Kota?” Tanya Nina, menatap Rudger dengan wajah yang serius.

Rudger tersenyum tipis ketika mendengar pertanyaan yang Nina ajukan.

“Kau mengira bahwa tak ada lagi lokasi yang pas bagi 16 orang yang secara bersamaan ditempatkan dalam satu lokasi, selain di Hutan Kota, bukan?” Rudger menebak isi kepala Nina. Mata kirinya ia tutup sambil memasang senyum tipis.

“Ya. Pada aturan nomor empat dan lima, mengindikasikan bahwa semua peserta yang tergabung dalam tim harus segera merebut koin milik tim lain di mana hal itu berpacu pada waktu, sehingga tidak mungkin dilakukan apabila melakukan pertarungan satu lawan satu secara bergantian karena hal ini bisa menguras banyak waktu dan hari di mana performa dari tiap peserta yang sudah mempersiapkan diri pada hari itu akan menurun jauh dari hari yang sebelumnya. Oleh karena itu, kalian lebih memilih battle royal di tempat yang lebih luas dan dengan jangkauan penglihatan yang tertutup, dan terpencil dari tempat yang ramai.” Jelas Nina, dengan tenang sambil memegangi dagunya.

Rudger yang menyimak celotehan Nina, mengakui bahwa ia sedikit terkesan dalam benaknya. Ia memaklumi mengapa Petra memfavoritkan Nina.

“Tepat sekali! Kami tidak ingin membuang lebih banyak waktu dan uang hanya untuk memungut anak-anak nakal yang ingin membahayakan dirinya sendiri dengan menjadi Elementalist!” Seru Rudger, berterus terang kepada semua peserta yang menatapinya dengan menyipitkan kedua mata mereka karena kesal dengan ejekan yang Rudger lontarkan pada mereka. Petra menatap Rudger dengan sorot mata yang kosong. Rudger membalasnya dengan membuat tanda peace dengan kedua jari kanannya.

“Apa ada pertanyaan lagi?” Ucap Rudger.

Notoma mengangkat tangan kirinya. Rudger menatapnya sejenak, dan beberapa detik kemudian menganggukkan kepalanya sekali.

“Tidak ada larangan membawa benda pendukung, itu artinya kita dibebaskan membawa benda apa saja ke dalam lokasi ujian, bukan?” Tanya Notoma dengan lantang. Ia mendapat ide pertanyaan ini karena melihat gadis berambut hitam berponi yang menyanggul katana dengan sarungnya yang berwarna hitam dengan 3 garis merah di ujungnya. Gadis itu menyadari maksud dari pertanyaan Notoma.

“Kau bodoh, ya?” Ucap si perempuan berkatana. Notoma mengalihkan pandangannya ke perempuan itu.

“Maaf?” Tanya Notoma. Memiringkan kepalanya karena heran dengan pernyataan gadis itu.

“Pertanyaanku yang tadi sudah menjawab pertanyaan bodoh mu itu! Jika para peserta ujian diperbolehkan untuk bertarung sampai mati, maka cara kematian dari korban yang mati juga termasuk ke dalamnya! Cara kematian ada banyak contohnya, misalnya cara kematian dengan alat seperti mati karena ditembak oleh senjata api, mati

karena ditebas atau ditusuk senjata tajam, mati karena terpukul senjata tumpul dengan sangat keras, mati karena racun, atau mati karena dicekik atau kehabisan napas, dan lain-lainnya. Jadi, untuk apa kau menanyakan larangan membawa benda pendukung?” Jelas perempuan berponi dengan angkuh.

Notoma terdiam sejenak, dan mengutarakan isi pikirannya secara spontan.

“Yah, sejak awal aku memang tahu hal itu. Justru aku bertanya untuk memastikannya langsung dari Pak Rudger. Karena jika detail sepenting itu terlewat begitu saja, semua peserta di sini tidak tahu mengenai hal itu, kan?” Jelas Notoma, menengadahkan telapak tangan kirinya ke arah Rudger.

Perempuan itu tertegun mendengar penjelasan Notoma.

“Orang ini, dia sengaja menanyakan hal itu agar semua orang berada pada posisi yang sama karena dia menikmatinya.” Komentar perempuan berkatana dalam hati, sambil menatap Notoma yang sedang memejamkan matanya sambil memasang wajah yang santai.

Nerei mengangkat tangan kanannya. Semua mata tertuju pada Nerei, termasuk Nael meski ia menatapnya dengan wajah yang tidak peduli.

“Itu artinya tidak masalah bagiku untuk menggunakan skill dan ultimate yang kumiliki, kan?” Tanya Nerei dengan sorot mata yang tenang. Namun, dari balik ketenangannya, terdapat perasaan yang membara yang telah ia sembunyikan dengan sangat baik. Hanya Nael yang menyadari perasaan yang membara itu. Pipi Nael mengucurkan setetes keringat mengingat betapa kuatnya Nerei baginya.

Petra dan Rudger saling menatap, mereka berdua tersenyum tipis. Beberapa peserta yang tahu mengenai hal itu, memasang wajah panik dan kaget yang tentunya menghiasi wajah mereka. Termasuk Nael, yang sudah melihat dengan mata kepalanya sendiri kekuatan dari skill yang Nerei punya. Nael membayangkan bahwa tidak hanya Nerei yang bisa menggunakan skill, kemungkinan untuk peserta yang lain juga ada.

Semakin dirinya tidak tahu berapa jumlah peserta yang bisa menggunakan skill, semakin panik keadaan mentalnya saat ini. Ia memandang semua wajah peserta yang ada di ruangan itu dengan curiga. Hampir semua wajah memunculkan reaksi yang sama dengan yang ia pancarkan, kecuali 5 orang.

Kelima orang itu adalah Nerei, gadis berambut hitam berponi yang menyanggul katana, laki-laki yang membela dirinya ketika dihina saat terlambat, perempuan berambut pendek kehitaman dengan mata biru yang ada di samping laki-laki itu, dan seorang laki-laki berambut belah tengah kemerahan yang mengenakan kaus hitam dengan logo hati di dada kaosnya yang bertuliskan ‘Arney’.

“Bagi yang bisa, dianjurkan untuk tidak menahan diri dan bagi yang tidak bisa, harus bisa beradaptasi dengan kekurangan yang kalian miliki!” Tegas Rudger dengan lantang. “Apa masih ada yang ingin bertanya?” Lanjut Rudger, memastikan kembali kondisi kesiapan para peserta yang mulai ribut, panik dan gugup.

“Tidak ada? Oke. Sekarang giliranmu, Petra!” Ujar Rudger, menatap Petra.

Petra mengambil sebuah kotak berwarna hitam yang cukup besar untuk diangkat dengan satu tangan yang tergeletak di atas meja di sudut ruangan ini yang ditutupi kotak kaca yang transparan. Kotak hitam itu memiliki lubang di atasnya, lubang yang ditutupi oleh kain hitam sehingga isinya tidak nampak dari luar lubang. Petra mengangkat kotak hitam itu dan membawanya ke tengah ruangan dengan maksud ditujukan pada para peserta agar segera mengambil sesuatu di dalamnya.

Yang pertama mengambil adalah Nona, karena dia lah yang posisinya berada paling dekat dengan Petra. Wangshi menjadi orang yang nomor dua setelah Nona. Kemudian Nael menjadi orang yang ketiga, setelah Nael adalah giliran Notoma lalu gadis yang menyanggul katana dan Nina. Setelah Nina, gadis berambut panjang yang mengenakan gaun tradisional berwarna ungu dengan gambar naga adalah yang selanjutnya mengambil bersama saudara kembarnya yang merupakan seorang laki-laki berambut panjang terikat yang mengenakan pakaian tradisional berwarna biru dan mengenakan ikat kepala putih dengan gambar naga di tengahnya.

Setelah mereka, gadis berambut panjang dengan poni bergelombang kemerahan dengan bintik-bintik di hidung adalah orang selanjutnya. Di belakang perempuan itu, laki-laki yang mengenakan kaus hitam dengan logo di hati adalah orang selanjutnya yang mengambil apa yang ada di dalam kotak itu. Setelah laki-laki itu, gadis berambut biru dengan gaya rambut twin tail yang selanjutnya, disusul dua orang laki-laki yang berambut cokelat tebal bergelombang berkulit sawo matang dan yang berkulit cokelat dengan rambut hitam yang bergelombang sambil memasang raut wajahnya yang malas.

“Semua sudah mengambil kepingan koin di dalam kotak?” Tanya Rudger, mencoba memastikan.

“Jadi timnya terbentuk berdasarkan warna dari kepingan koin ini. Benar begitu?” Tanya perempuan berambut kemerahan dengan bintik di hidungnya pada Rudger.

“Benar. Dan jangan lupa untuk tidak memperlihatkan warna kepingan koin itu pada peserta lain ketika berada di sini!” Seru Rudger dengan lantang.

Semua peserta bergeming. Perempuan yang menyanggul katana tertawa tipis ketika mendengarnya.“Hahaha, jadi kau ingin kami mencari rekan kami sendiri begitu battle royalnya dimulai?” Komentarnya, menutupi tawanya dengan tangan kanannya.

Wangshi tersenyum kecil. “Begitu ya, memang tidak seru kalau kita sudah tahu wajah siapa saja yang tidak boleh kita serang sih.” Wangshi melirik Nona dengan pandangan kesal. Ia berharap agar dirinya tidak satu tim dengan Nona. Nona mengacuhkannya.

“Berarti tidak masalah jika kita mengatakannya tanpa perlu menunjukannya pada mereka semua, ya kan?” Ucap Nona, membalas lirikan Wangshi. Nona berjalan perlahan menuju pintu.

Dengan tiba-tiba Ellen membuka pintu itu dan melongok ke dalam. Kali ini ia yakin bahwa semua peserta sudah mengambil kepingan koin, karena ia melihat Petra sedang meletakkan kembali kotak hitam di atas meja.

“Baik, karena kali ini kalian sudah mengambil keping koin, silakan ikuti aku! Kita tak bisa membuang-buang waktu lagi!” Desaknya.

Nona menoleh ke belakang, ia menatap Wangshi. “Kepingan koinku berwarna merah, Wangshi! Kuharap kepingan koin milikmu berwarna kuning!” Lanjut Nona, memalingkan wajahnya ke depan sambil melambaikan tangan kirinya dan mengikuti langkah Ellen.

Wangshi memasang wajah geram, karena Nona mengetahui warna kepingan koin yang ia ambil dan mengejeknya dengan membeberkannya pada semua peserta. Ia tak tahu bagaimana bisa Nona mengetahuinya. Semua peserta pun berjalan keluar menuju pintu, mengikuti langkah kaki Ellen dan Nona.

Terpopuler

Comments

Tsuyuri

Tsuyuri

Halaman terakhir bikin aku ngerasa kosong, seharusnya ada kelanjutannya lagi😔

2023-09-22

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!