Flashback On
Beberapa tahun lalu......
"Jangan lakukan ini Vanessa aku mohon padamu.... aku tidak mau kehilangan mu, gugurkan saja kandungan mu." Vanessa tidak peduli dengan permohonan suaminya, yang terpenting sekarang adalah bagaimana caranya agar dia bisa melahirkan anak keempatnya.
"Aku mohon sayang...... aku meminta ini demi keselamatan mu, sudahi saja, nyawamu akan terancam." Benedict terus memohon dengan sangat, sungguh dia tidak akan kuat kehilangan istri yang sangat dia cintai, dia begitu mencintai Vanessa, tapi kehamilan anak keempatnya adalah musibah besar kerajaan Zelda, karena ratu sedang sakit cukup keras, dan jika Vanessa memaksa kehamilan ini, maka umurnya tidak akan terselamatkan.
"Maaf yang mulia, aku tidak bisa, aku mohon izinkan aku melahirkan bayi kita untuk terakhir kalinya, aku yakin dia adalah perempuan, dan pasti putri kita akan bisa menggantikan setelah kepergian ku." raja Benedict tidak bisa membiarkan istrinya meninggal, dan satu-satunya cara adalah menggugurkan kandungannya.
Vanessa tetap tidak bisa bahkan dia menolak keras hal tersebut, dia akan lakukan apapun untuk bisa melahirkan anak keempatnya, dia akan berjuang hingga akhir, meski pada akhirnya dia harus mengorbankan nyawanya.
Ratu Vanessa sebenarnya sudah sakit keras dua tahun lalu, dan dia masih dalam masa pengobatan, tapi siapa sangka dia malah mengandung anak keempatnya.
Namun di bulan kedua kehamilannya, tiba-tiba saja dia pingsan dengan darah yang keluar dari hidungnya, raja sangat panik saat itu, dia segera memerintahkan pelayan untuk segera memanggil dokter kerajaan, dia mengangkat tubuh lemah ratu Vanessa, dan segera membawanya ke kamar, wajah cantiknya seketika memucat. Entah kabar seperti apa yang akan mereka dengar, dan bagaimana keadaannya yang akan tersampaikan oleh dokter tersebut, yang hanya bisa mereka lakukan saat ini adalah mendoakan keselamatan ratu Vanessa.
Benedict sangat gusar, melihat betapa pucatnya wajah sang istri, hati dan pikirannya menjadi tidak tenang. Ketiga putranya juga ingin tahu keadaan ibunda mereka, bahkan pangeran Arthur tidak berhenti menangis dipelukan pangeran Noah, semua menunggu kabar ratu Vanessa didepan kamarnya. Raja Benedict berjalan kesana kemari, berharap tidak terjadi hal buruk pada istrinya.
Rafael hanya diam duduk di samping Noah yang sedang menenangkan Arthur, mereka berdua sudah terlihat dewasa dalam menanggapi masalah ini, Vanessa telah mengajarkan dengan baik kepada ketiga putranya, hanya Arthur saja, karena dia masih terlalu dini, tapi ratu Vanessa yakin ketiganya akan menjadi pangeran yang banyak dikagumi banyak orang.
Beberapa menit menunggu, akhirnya dokter keluar dari kamar ratu, terlihat wajah sedihnya, tapi dia berusaha menutupinya. raja Benedict langsung bertanya keadaan istrinya, mungkinkah sesuatu yang tidak baik akan terjadi di Kerajaan Zelda? mereka tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan.
"Bagaimana keadaannya? apa istriku baik-baik saja?." dengan sangat tidak sabar raja Benedict bertanya tanpa jeda. Wajah dokter tersebut hanya menunduk, dia tahu ini adalah pilihan sulit untuk raja.
"Jawab aku segera....! "Benedict mulai kesal, karena dia hanya diam tanpa menjelaskan.
"Maaf atas kelancangan saya yang mulia.... hal ini cukup mengejutkan saya, ratu Vanessa tidak bisa mengandung anak keempatnya, keadaannya sekarang tidak memungkinkan yang mulia...... saya takut terjadi hal buruk pada ratu."
"Meski umur kandungnya sudah memasuki bulan kedua, akan tetapi jika terus berlanjut hingga sembilan bulan, maka nyawanya akan terancam." jelasnya, membuat jantung raja Benedict berdetak kencang, apalagi ini? belum ratu Vanessa pulih dari sakitnya, kini mereka dicoba untuk membunuh janin yang tidak bersalah, benar-benar pilihan yang sulit, ratu Vanessa pasti tidak akan setuju begitu saja.
"Lalu apakah jika istriku menggugurkan kandungannya, apa dia akan selamat?." tanyanya penasaran, jika kemungkinannya kecil maka pengorbanan apapun akan sia-sia.
"Karena ratu masih dalam pemulihan, kemungkinan besar yang mulia ratu akan sembuh." penyakit ratu sebenarnya berangsur-angsur telah memulih, dan peluangnya sangat besar, karena ratu Vanessa bisa sembuh seperti sedia kala, karena dokter kerajaan telah membuat resep obat baru untuk penyakit ratu, dan dia sudah mencobanya pada pasien yang mengidap penyakit yang sama dengan ratu, dan hasilnya sangat manjur.
"Benarkah, jadi meskipun istriku menggugurkan kandungannya, dia bisa selamat?." Benedict masih belum yakin.
"Benar yang mulia, saya sudah meracik obat baru dan itu sangat efektif." yakin dokter tersebut, dia yakin ratu akan sembuh, dengan obat barunya.
Tapi dia juga tidak tega untuk melakukan aborsi pada ratu Vanessa, yang pasti untuk sekarang raja harus memastikan jika ratu Vanessa mau membuang bayi dalam kandungannya.
"Baiklah aku percaya padamu, aku akan meyakinkan istriku..... " Benedict tidak bisa kehilangan istrinya, meski harus mengorbankan janinnya.
"Kalau begitu saya akan siapkan obatnya dulu yang mulia...... " dokter kerajaan pamit untuk mempersiapkan obatnya, karena ratu Vanessa harus meminumnya saat ini.
Benedict melihat wanitanya terbaring begitu lemah di ranjang, sakit rasanya melihat keadaannya sekarang, bisanya Vanessa sangat ceria, dia sangat baik dan banyak dikagumi oleh seluruh rakyatnya, dia ratu terbaik kerajaan Zelda setelah mertuanya, bunga kerajaannya saat ini sedang layu, seakan tidak diberi air, Benedict tidak kuasa melihat istrinya saat ini.
Benedict mendudukkan dirinya di kursi sebelah ranjang milik istrinya, dia menggenggam erat tangan Vanessa, dia akan terus menjadi penguat bagi istrinya, dan akan selalu disamping nya. Ketiga putranya memberikan ruang untuk ayah mereka, Noah mengantar Arthur ke kamarnya, sementara Rafael pergi keluar untuk menenangkan diri. Rasa yang kerap membuat hatinya tidak tenang, saat ini Rafael dihantui rasa takut, yang menjalar bagaikan akar di hatinya, dia mengerti penjelasan dari dokter kerajaan tadi, sungguh sangat mengerikan, meski hanya dengan membayangkannya saja.
Ini adalah sebuah pertaruhan hidup dan mati, entah siapa yang akan Vanessa pilih, antara dirinya atau anak yang masih dalam kandungannya. Air matanya mengalir di pipinya, sekuat apapun Rafael menahan, tetap saja air itu mengalir, dia menahan suaranya agar tidak keluar, rasanya sangat sesak.
"Bangunlah sayang..... jangan seperti ini, aku tahu kamu sangat kuat, bertahanlah kamu harus tetap bertahan." genggaman tangannya makin erat.
Benedict masih terus memohon agar Vanessa mau membuang janinnya, tapi dia tetap kalah dengan tekad kuat seoarang ibu, hingga sampai sembilan bulan Benedict gagal membujuk istrinya, dan alhasil bayi itu akhirnya lahir, dan benar saja bayinya perempuan, lahir dengan selamat dan sangat sehat. Vanessa bahagia dengan lahirnya seorang putri, tapi Benedict sudah tidak bisa melakukan apapun.
Usahanya seorang ibu lah yang membuahkan hasil, jerih payah Vanessa akhirnya bisa dilakukannya dengan sangat baik, tekadnya sangat kuat hingga bayinya terlahir, semua rakyat bahagia mendengar kelahiran putri keempat raja, ketiga putra laki-lakinya juga sangat bahagia, akhirnya mereka memiliki saudara perempuan dan dia hanya satu-satunya yang berjenis kelamin perempuan.
"Mary aku titipkan putriku padamu, jagalah dia dengan baik, aku memercayakan putriku padamu.... " pintanya, karena ratu Vanessa tahu, jika waktunya tidak akan lama, dia akan memperhatikan putrinya dari kejauhan, mungkin Vanessa akan bertahan sampai umur putrinya satu tahun.
Mary mengambil bayi mungil itu dari tangan ratu Vanessa, dia begitu berhati-hati, agar putri tetap aman, keadaan ratu pasti akan memburuk setelah ini, dia pasti akan sering sakit, karena ini adalah resiko terbesar bagi ratu Vanessa.
"Saya berjanji yang mulia ratu, saya akan menjaga putri Licorice dengan baik." Vanessa tersenyum lembut, semoga saja seluruh keluarga kerajaan dan rakyat akan baik-baik saja setelah kepergiannya.
Setelah putri Licorice diberikan pada Mary, keadaan ratu semakin memburuk, pertumbuhan putri Licorice selalu dalam pantauan nya, ratu Vanessa menyuruh seseorang yang pintar dalam menulis dan membaca, untuk menuliskan surat untuk putri Licorice, dia akan mendapatkannya disetiap hari ulang tahunnya.
Dalam setahun ratu Vanessa selalu memperhatikan pertumbuhan putrinya, dia tidak mau menemui putrinya, dia tidak mau bersedih saat pergi meninggalkannya, terkadang dia melihat ketiga putranya bermain dengannya, mereka juga selalu menjenguk ibunda mereka, rasa sakit terus berdenyut di antara jantung dan tetesan air mata ketiganya, sama seperti yang sedang Benedict rasakan, setiap malam dia terus memeluk erat istrinya, berharap hari esok dia masih bernafas, berharap tidak ada yang mengambilnya dari dunia.
"Noah.... Rafael... dan Arthur putra kebanggan ibunda..... maaf karena ibunda mengganggu waktu kalian saat ini, kemarilah peluk ibunda.... " ketiganya memeluk tubuh lemah sang ibunda, mereka tahu jika waktu ibunda mereka tidaklah lama. Arthur sudah tidak bisa menahannya, dia sudah menangis dengan air mata yang sudah berceceran di pipinya, kulit wajahnya sudah memerah.
"Ibunda jangan katakan hal sedih pada kami.... kami sudah menjadi putra kebanggaan ibunda, jangan katakan..... " perkataan Arthur tertahan oleh air mata, sementara Noah dan Rafael menatap penuh kesedihan pada ibundanya.
"Iya ibunda harus banyak istirahat, jangan memaksakan diri.... kami akan menjadi putra yang baik, dan membuat ibunda bangga." Rafael menghibur dirinya, dia tahu ibunda mereka bisa tidak ada kapan saja, dan hati ini dia ingin melihat ibundanya dalam waktu lama, dia tidak sanggup menopang tubuh ini tanpa adanya sandaran.
"Aku berjanji sebagai kakak tertua ibunda, aku akan menjadi kakak yang baik..... ibunda tidak perlu mengkhawatirkan hal tersebut." dia juga mencoba untuk kuat, dia akan menjadi akar untuk menopang ketiga adiknya.
Vanessa tersenyum, melihat perkembangan ketiganya, dia tidak tahan dengan semua ini, apakah tidak ada waktu untuk bisa melihat mereka sampai tumbuh besar? apakah tidak diizinkan untuknya melihat salah satu dari mereka menjadi raja? rasanya sakit bagai sembilu, rasanya dada ini amat sesak bagai di tindih batuan besar.
"Bunda bangga dengan kalian, jaga Licorice dengan baik, jangan buat dia menangis...... bunda yakin kalian bertiga bisa menjadi kakak yang baik.... " Vanessa berusaha menahan sekuat tenaga agar air matanya tidak tumpah.
Baru saja mengatakan hal tersebut, tiba-tiba saja dada Vanessa merasakan sakit luat biasa, apakah ini akhir dari hidupnya, dia meninggalkan keempat anaknya, bahkan dia meninggalkan orang yang sangat dia cintai. Tubuhnya sudah tidak kuat perlahan-lahan penglihatannya mulai kabur.
"Ibunda..... ibunda...... jangan tinggalkan kami.... jangan..... " teriak Arthur, yang masih samar terdengar oleh telinganya, jeritan yang membuat hati Vanessa tersayat.
"Maaf ibunda tidak bisa melihat kalian tumbuh dewasa, maaf membuat kalian terbebani.... maafkan ibunda kalian yang harus membuat luka bagi kalian... jaga diri kalian baik-baik putra kebanggaan ibunda, ibu menitipkan Licorice pada kalian semua....... " jerit pilu Vanessa, sebelum akhirnya dia benar-benar tidak sadarkan diri.
"Hingga pada akhirnya aku tidak bisa menemani anda yang mulia, maaf aku tidak bisa menjadi sandaran anda lagi, maaf jika aku hanya bisa menjadi lilin bagi hidup anda, aku hanyalah seonggok cahaya redup yang menerangi anda..... maafkan istrimu ini yang mulia, aku titipkan empat berlian kita padamu, jaga mereka, jangan salahkan Licorice atas kematianku, hidupku ataupun matiku tidak ada hubungannya dengan putri kita, dan satu hal lagi aku sangat mencintaimu..... "
#Dari Istrimu Vanessa Braille ♥︎
Surat terakhir Vanessa, membuat hatinya lemah, kenapa harus istrinya? kenapa harus cintanya yang pergi? rasanya sekarang begitu campur aduk, marah, kesal tidak terima, semuanya telah mengoyak hatinya. Pada akhirnya kita bertemu di titik perpisahan yang dimana raja Benedict tidak akan bisa menemukannya dimanapun, waktu telah mengungkapnya dengan kepergian ratu Vanessa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments