Anak kecil berusia 9 tahun itu kini sudah beranjak remaja. Usianya kini 12 tahun, sudah duduk dibangku kelas 2 SMP.
"Dek, bangun" teriak Ryan di depan pintu kamar adiknya. Arrayan kini sudah menjadi mahasiswa tingkat akhir di salah satu perguruan tinggi swasta yang paling diminati penduduk Atlantis.
"Dek, kakak dobrak ini pintunya"
Mata Vy perlahan terbuka.
"Se-.."
"Udah bangun ini kak" balas Vy, ia juga ikut berteriak.
"Kakak tunggu di bawah" ucapnya sebelum melangkah turun dari tangga.
Ada banyak sekali hal tak terduga yang mereka alami selama 3 tahun terakhir. Dan yang paling berat bagi sepasang kakak beradik itu adalah kepergian Adnan untuk selama-lamanya. Yah, Adnan sudah menyusul istrinya di keabadian. Lelaki dewasa itu meninggalkan anak-anaknya. Kejadiannya setahun yang lalu, saat Vy baru menginjak jenjang SMP.
Flash back
"Papa rindu deh tidur bertiga" celetuk nya saat makan malam berlangsung .
"Kok tiba-tiba?" sebelah alis Ryan terangkat, heran dengan pernyataan papanya.
**"Ya, rindu aja. Sekarang kakak pulangnya malam, siangnya jarang di rumah. Adek juga begitu, baru balik saat sore hari" **
**"Ya udah, nanti tidur bertiga, di ruang keluarga. Adek juga rindu tahu, lama nggak dikelonin papa" **
Menjelang tidur, Adnan membawa Ryan masuk ke dalam ruang kerjanya.
"Kak, dibuku ini ada nomor-nomor penting. Hubungi mereka kapan saja kakak butuh, mereka akan bergerak cepat." pesan Adnan.
"Papa, kok tumben?"
Adnan terkekeh kecil, mengusap kepala anak lelakinya yang tingginya sudah sejajar dengannya.
"Adek kamu tuh, jangan sering digalakin. Yang akur" ucap Adnan lagi tanpa menjawab pertanyaan anaknya.
"Sini, papa mau tunjukin sesuatu" Adnan membawa anaknya ke sudut ruangan. Ia menempelkan telapak tangannya di dinding, dinding itu bergeser membentuk celah seukuran pintu.
**Di dalam sana ada rak-rak buku, juga berkas yang yang disusun sangat rapi. **
**"Ini adalah harta mama kamu dari kakek. Yang di sana, dari opa. Usahakan agar wajah adik kamu tidak terekspos ke media, juga wajah kamu." **
"Udah, pa. Sekarang tidur" Ryan tidak kuat meladeni ucapan ngawur papanya .
Adnan mengangguk. Ia berjalan keluar dari ruang rahasia tersebut, hingga ruang itu kembali tertutup.
Adnan mengambil posisi di tengah, diantara kedua anaknya.
**"Sebelum tidur, ayo saling meminta maaf dan memaafkan" ucapnya. **
"Adek minta maaf yah, pa" ucap Vy, ia mencium punggung tangan Adnan, juga kedua pipi Adnan.
Adnan membalas mencium kedua pipi anaknya, juga mencium kening anak kecilnya sangat lama .
**"Papa juga minta maaf, hmm" **
**Vy tersenyum dan mengangguk. Ia kemudian membaringkan tubuhnya. **
Ryan melakukan hal yang sama seperti adiknya. Dapat ia rasakan sang papa mengelus rambutnya.
"Papa tahu, kamu lebih kuat daripada yang papa bayangkan. Jika bisa, tolong lindungi semuanya, tapi yang paling penting adalah adik kamu."
"Pa..."
"Kak, mama sudah menunggu papa."
"Bilang ke mama, sebentar lagi. Kasihani kami, pa "
Mereka berdua mengobrol, seolah lupa jika Vy belum tertidur. Anak itu hanya menutup matanya, berusaha keras menahan tangisnya.
"Saling menjaga yah" Adnan mencium puncak kepala anak lelakinya, hal yang sangat jarang ia lakukan sejak anaknya mulai tumbuh tinggi.
Ryan terdiam cukup lama.
"Tolong sampaikan salam rindu kami untuk mama, pa"
Adnan mengangguk. Sebelum benar-benar membaringkan tubuhnya, ia sekali lagi menghadiahkan ciuman pada kening ke dua anaknya.
Keesokan paginya saat Vy terbangun, semuanya tidak sama lagi. Di sebelahnya, Adnan sudah tidak bernapas lagi. Lelaki itu masih terlihat tampan meski wajahnya pucat. Ia seolah pergi dengan sangat damai, senyum bijaksana nya terbentuk.
Ryan membawa adiknya masuk kedalam pelukannya, memberikan rasa nyaman dan terlindungi. Pelukan itu terlepas saat Aland, Alana dan Adriel memasuki rumah.
"Papa udah nggak ada, om" beritahu Ryan.
Alana membawa Vy masuk ke dalam pelukannya, merengkuh Vy dengan sangat erat . Di sebelahnya, Adriel mengusap rambut Vy, seolah memberikan semangat kepada sosok yang sudah ia anggap seperti adiknya sendiri.
"Kamu nganterin papa mu, kan?" tanya Aland memastikan.
Ryan mengangguk. Semalam ia tidak tertidur. Ia juga menelpon Aland sesaat setelah Adnan tidak bernapas lagi. Ia memohon agar Aland datang besok, setidaknya saat adiknya sudah terbangun dengan sendirinya, bukan terbangun karena mendengar kabar duka.
Tidak banyak kerabat yang datang. Hanya orang-orang kepercayaan Adnan dan juga tetangga di kompleks. Adnan benar-benar pergi untuk selamanya.
Setiap pagi saat mata Vy terbuka, ingatan itu selalu menghantuinya. Kamar mandi adalah saksi selemah apa sosok perempuan itu. Nyaris setiap pagi ia menumpahkan air matanya di dalam sana, seperti saat ini.
"Mata kamu bengkak dek?" tanya Ryan.
Vy nyengir.
"Semalam nonton drama kak" jawabnya, tentu saja ia sedang berbohong.
Ryan menghela napasnya.
"Sarapan dulu" katanya.
Al memakan roti bakar di depannya, tentu saja Ryan yang membuatnya. Di rumah ini hanya ada mereka berdua, asisten rumah tangga akan datang jam 9 nanti dan akan pulang saat hari sudah sore. Soal masak memasak, biasanya Alana akan mengirimkan makanan, atau Hana, istri Atlas akan membawa makanan.
"Kakak anterin. Tapi pulangnya sama Raya, nggak apa-apa?" tanya Ryan.
"Nggak apa-apa, kak" Vy mengangguk. Ia mengerti, kakaknya sedang sibuk di kampus.
Ryan cukup handal dalam me-manage waktunya. Ia juga mampu menjalankan amanah yang diberikan Adnan untuk selalu memprioritaskan adiknya.
"Uang jajannya ada?" tanya Ryan.
Al nyengir, ia menengadahkan tangannya.
Ryan menghela napasnya, ia mengambil dompetnya kemudian mengeluarkan dua lembar uang biru dan memberikannya kepada sang adik.
"Terima kasih, kak. Adek sekolah dulu" Vy mencium punggung tangan kakaknya, juga mengecup pipi sang kakak.
"Semangat belajarnya" Ryan mencium kening adiknya sebelum adiknya keluar dari mobil.
"Oiiit" Yuki merangkul bahu Vy, mereka berjalan bersama menuju kelas.
Yuki Ananta, teman sekelas Vy. Mereka berkenalan saat hari pertama MOS dan berteman hingga sekarang.
"PR nya dah selesai?" tanya Vy.
Yuki mengangguk.
"Gue tuh pinter tahu " angkuhnya.
Vy hanya terkekeh.
"Yukii, sini lo. Gue mau pamer, Adriel Raymond menyukai komentar gue huaaah" si Kayla, manusia paling ekspresif di kelas. Penggemar Adriel garis depan.
Ya, Adriel, pemain tim nasional U-17 yang sedang naik daun.
"Elleh" remeh Yuki.
Al tertawa melihat wajah cemberut Kayla. Segitu fanatik nya ia dengan Adriel, anak Om Aland.
Sekarang memang pemain bola sedang trend, selain skill mereka yang bisa dibilang WAW, ketampanan mereka juga di atas rata-rata. Al bisa menyimpulkan itu saat Adriel bertemu Adriel, lelaki itu akan memperlihatkan satu persatu temannya. Mereka tidak bertemu setiap saat, melainkan hanya saat lelaki itu free, waktunya pun terbilang singkat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 249 Episodes
Comments