Adnan sedang menemani kedua anaknya berjalan ke taman kota. Di sana, anak perempuannya bisa berlari-larian mengejar kupu-kupu, sementara anak lelakinya bisa melukis dengan tenang.
"Larinya jangan jauh-jauh hm" Adnan mencium kening putrinya sebelum membiarkan nya berlari.
Adnan duduk di kursi tunggu, sambil mengawasi anak-anaknya. Hingga suara dentuman keras membuat nya menoleh mencari sumber suara.
"Kak, tolong adiknya dilihat dulu" pesan Adnan kepada anak lelakinya.
Di ujung taman, ada sebuah bangunan tua yang dicat dengan berbagai macam warna agar tidak terlihat menakutkan. Adnan memasuki bangunan tersebut, ia merasakan seseorang sedang dalam masalah di dalam sana. Dan benar saja, seorang lelaki yang kisaran umurnya tidak jauh berbeda dengannya sedang dalam posisi yang sulit, ia di kelilingi oleh 2 orang yang membawa senjata tajam.
Perkelahian tak terhindarkan, Adnan mampu membuat dua lelaki itu tidak bisa bergerak, ia kemudian menelpon polisi.
"Terima kasih" ucap lelaki yang tadi Adnan tolong.
Adnan tersenyum, memapah lelaki itu keluar dari bangunan tua, membawanya duduk di bawah pohon.
"Nama saya Atlas. Atlas Aderald Dhanurendra."
Mata Adnan membulat kaget mendengar marga lelaki di depannya.
"Dhanurendra pergi sendiri?"
"Iya, kenapa harus pergi bersama-sama? Kali ini saya mencoba perjalanan bisnis sendiri." jujur Atlas.
Adnan mengangguk paham.
"Apakah kita pernah bertemu?" tanya Atlas, ia merasa tidak asing dengan wajah Adnan.
"Saya seorang Harrison"
"Waw" Atlas berdecak kagum, namun cukup bingung.
"Sedang apa seorang Harrison di sini?" tanya Atlas lagi.
"Menikmati sisa hidup" jawab Adnan pendek.
Atlas mengangguk mengerti.
"Memiliki Aland sebagai tangan kanan memang luar biasa. Dia sangat kompeten mengelola semuanya. Sementara yang punya hidup tenang di tempat yang damai ini"
Adnan terkekeh.
"Papa, adek terjatuh " lapor seorang anak lelaki yang menggendong adiknya dipunggung belakang nya. Sementara sebelah tangan anak lelaki itu memegang alat lukisannya.
Adnan dengan cepat berdiri, mengambil anak perempuannya.
"Anak papa jatuh?" tanya nya dengan sangat lembut, ia mengusap air mata anaknya.
"Tadi jatuh" gadis kecil itu memperlihatkan sikutnya yang terdapat goresan.
"Anak papa kuat hmm" Adnan mencium pipi putrinya.
Di belakang sana, Atlas melihat pemandangan di depannya dengan penuh kekaguman. Seorang pengusaha terkenal pada masanya memilih hidup di tempat damai seperti ini bersama kedua anaknya.
"Hmm" dengan sengaja Atlas bergumam.
Ketiganya kemudian berbalik.
"Wah, lupa. Ayo, kenalan dulu sama om Atlas" Adnan membawa anak-anaknya mendekati Atlas.
"Ryan, om" Arrayan mencium punggung tangan Atlas.
Si gadis kecil itu juga melakukan hal yang sama seperti kakaknya.
"Namanya siapa, nak?" tanya Atlas.
"Pii, om" jawab Vy dengan suara khas anak kecil, pengucapannya belum jelas.
"Om jadi rindu dengan anak-anak om di rumah" ucap Atlas.
Setelah polisi datang dan mengamankan kedua penjahat tersebut, Adnan mengajak Atlas menyambangi rumahnya.
"Ckk" Atlas kembali dibuat kagum dengan rumah sederhana milik Adnan.
"Om cakit?" Vy menoleh menatap Atlas.
Pandangan gadis kecil di depannya begitu polos dan berbinar.
"Tidak, gadis kecil. Om baik-baik saja" sebelah tangan Atlas mengusap rambut Vy.
"Maaf, lama. Pekerja di rumah sedang libur" Adnan datang dengan nampan di tangannya. Di atas nampan itu berisi potongan-potongan kue dan juga kopi.
Ryan menyusul dengan nampan berisi buah di tangannya. Ia membawanya lebih dekat dengan adiknya.
"Mereka manis sekali" ucap Atlas lagi.
"Terima kasih" Adnan tidak tahu harus mengucapkan apa.
"Silahkan di cicipi"
Atlas memakan kue yang disuguhkan oleh Adnan. Sesekali matanya melihat sepasang adik kakak di sebelah sana saling menyuapi.
"Saya akan ke kota untuk membeli bahan makanan. Apakah kau akan ikut atau menunggu di sini?" tanya Adnan pada Atlas.
"Saya ikut. Saya akan meminta tolong sekali lagi, tolong antarkan saya ke hotel, semua barang penting saya tertinggal di sana"
"Baiklah " Ucap Adnan.
"Papa akan ke kota, dan bibi sedang tidak ada. Ikut papa ke kota, mau?" tanya Adnan pada anak-anak nya.
"Yeeay" si kecil terlihat begitu bersemangat.
Sesampainya di kota, Adnan tidak langsung pulang.
"Jangan biarkan saya seperti pengecut, Adnan. Ayo makan sore bersama saya sebelum kembali ke desa" pinta Atlas.
Adnan mengiyakannya.
Mereka berempat duduk di kursi yang mengelilingi meja bundar.
"Tolong potret kami" ucap Atlas kepada salah satu pelayan yang mengantarkan makanan.
"Jangan sampai wajah anak perempuan saya terekspos" peringat Adnan sebelum menerima permintaan Atlas untuk mengabadikan momen hari ini.
Atlas mengangguk setuju. Ia akan mencetak sendiri foto tersebut saat ia sudah sampai di Atlantis nanti.
"Sekali lagi, saya ucapkan banyak terima kasih. Saya berhutang nyawa" ucap Atlas.
"Santai saja. Sebagai makhluk sosial, sudah kodratnya manusia saling menolong satu sama lainnya "
Atlas mengangguk mendengar ucapan Adnan yang sangat bijaksana menurut nya.
"Ayo, salim dulu ke om Atlas. Dan ucapkan sampai jumpa" pinta Adnan kepada anaknya.
Arrayan melakukan nya lebih dulu.
"Sampai jumpa, om"
Giliran Vy selanjutnya.
"Cii yuu om"
Atlas terkekeh.
"Anakmu menggemaskan"
Adnan tersenyum dan mengangguk. Ia kemudian membawa anaknya keluar dari cafe hotel dan berjalan menuju mobil.
Hari sudah gelap, kedua anak Adnan tertidur pulas di kursi penumpang belakang. Di saat seperti ini, rasa rindu kepada istrinya kembali menyapa nya. Ia sungguh teramat rindu kepada istrinya.
Di lain tempat, Atlas sedang bersiap-siap untuk kembali ke tanah air Atlantis. Ia sudah meninggalkan rumah seminggu lamanya mendatangi negara ini untuk urusan bisnis. Ia hampir saja mati di negara ini, jika Adnan tidak menemukannya. Perasaan rindu kepada keluarganya sudah membuncah. Istrinya pasti sudah menunggu, ketiga anaknya pasti sudah mencari keberadaan nya. Di detik-detik terakhir ia berada di negara ini, Tuhan memberinya kenangan manis yang akan ia ingat sepanjang hidupnya.
"Ayah, ini siapa?" tanya anak bungsu Atlas kepadanya saat melihat seorang gadis kecil di dalam bingkai foto di meja kerja ayahnya.
"Namanya Vy, anak teman ayah" jawab Atlas.
Anaknya baru saja pulang dari sekolah bola.
"Matanya bagus"
Atlas mengangguk setuju dengan ucapan anaknya yang baru berusia 7 tahun ini. Mata yang bening dan berbinar milik Vy memang sangat cantik.
"Cantik dan manis"
Anak lelaki Atlas bernama Alerscha Febrian, yang lebih suka olahraga daripada akademik. Anak kecil itu lebih memilih untuk sekolah sepak bola dan di asramakan ketimbang belajar di sekolah umum. Setiap weekend, anaknya akan pulang ke rumah untuk berkumpul dengan yang lain. Sementara dua anaknya yang lain, kebalikan dari anak bungsunya. Yang lain begitu senang belajar, sangat betah membaca buku maupun jurnal lewat internet.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 249 Episodes
Comments