Jakarta Selatan saat ini berada di suhu 32°C, padahal jam sudah menunjukkan pukul 16.50 WIB—tapi masih terasa hawa panas jika di jalanan seperti ini. Namun hal tersebut tidak dipedulikan oleh seorang gadis yang sekarang sudah tidak memakai kostum badut beruang.
"Syukur deh, hari ini gue dapet uang gocap. Semoga besok bisa lebih banyak lagi," ujar gadis yang tak lain adalah Naya tersebut.
Selepas dirinya selesai mencari uang dengan mengamen, Naya menghitung uang yang dihasilkan dari mengamen. Memang tidak cukup jika untuk ia mendaftar kursus memasak, ataupun membuka usaha. Tapi Naya tetap bersyukur dengan pendapatannya.
Setiap hari, uang yang dihasilkan Naya kumpulkan hingga mencapai setengah juta. Setelah setengah juta terkumpul, dia akan mengirimkan uang itu kepada ibunya di kampung.
"Gue pulang ah, capek banget hari ini." Usai memasukkan uang yang tadi dihitung ke dalam saku celananya, Naya pun berjalan pulang menuju kontrakannya.
Ada jeda waktu selama 10 menit untuk dia sampai di rumah kontrakan. Namun saat tiba di sana, Naya dibuat terkejut dengan kehadiran pemilik kontrakan yang sepertinya sudah menunggu Naya pulang.
"Loh, barang-barang saya kenapa dikeluarin, Bu?" Naya bertanya sambil menatap barang-barangnya dan pemilik kontrakan tersebut bergantian.
"Ternyata kamu tidak sadar diri ya? Sudah 3 bulan berturut-turut menunggak, sekarang bisa-bisanya kamu bertanya seperti itu?!" Wanita tua dengan rambut yang tergulung itu berkacak pinggang seraya menatap Naya dengan jengah.
"Maaf Bu Sania, saya tau saya salah. Tapi berikan saya kesempatan satu minggu saja. Saya akan melunasi tunggakannya," ucap Naya memohon dengan menangkupkan kedua tangannya di depan dada.
"Tidak bisa! Kontrakan kamu akan segera diisi oleh penghuni baru. Sekarang lebih baik kamu pergi dari sini!"
Melihat raut wajah wanita itu yang garang, Naya berlutut. Dia kembali memohon untuk diberikan kesempatan, setidaknya satu minggu lagi. Jika diusir, ia akan tinggal di mana. Naya sama sekali tidak punya kenalan di kota besar ini.
"Tolong jangan usir saya, Bu. Saya mohon maaf atas keterlambatannya. Saya janji, saya akan berusaha mencari uang untuk melunasi tunggakannya. Tapi saya mohon jangan usir saya, Bu." Naya menangis di depan pemilik kontrakan bernama Sonia tersebut. Dia tau sudah menunggak berbulan-bulan, tapi Naya tidak bermaksud sama sekali untuk tidak membayar. Uang yang telah dia kumpulkan untuk membayar kontrakan, harus terpakai karena sang ibu sakit satu minggu yang lalu.
"Saya di sini sebatang kara, Bu. Saya juga anak semata wayang yang sedang menjadi tulang punggung keluarga. Saya meminta belas kasih Bu Sonia, tolong beri saya kesempatan untuk tinggal di sini, Bu." Tidak nampak sama sekali raut wajah yang tersentuh dari Sonia, wanita tua itu justru menggerakkan tangannya untuk mengambil tas milik Naya lalu melemparkan tas itu pada pemiliknya.
"Kamu kira saya akan luluh dengan air mata buaya kamu itu ...." Sonia memandang rendah Naya. "Sayangnya sama sekali tidak Naya! Jadi, cepat kamu pergi dari sini!"
Naya berdiri dengan tubuh lemas, dia memunguti barang-barang yang tergeletak di atas tanah. Dengan keadaan hati yang penuh sesak, dia kemudian menatap nanar Sonia yang melipat kedua tangannya di depan dada.
"Semoga suatu saat nanti, Bu Sonia tidak akan menemukan penyewa seperti saya lagi. Dan semoga Bu Sonia selalu banyak rezekinya, hingga tidak akan pernah merasakan jadi saya. Sebelumnya terimakasih atas tumpangannya selama 3 bulan ini, maaf jika saya banyak kesalahan. Saya pamit Bu Sonia, permisi." Naya berbalik badan usai mengatakan itu, dia berjalan sambil menggendong tas ransel besar dan 2 tas jinjing di tangan kiri dan kanannya.
Sedangkan di sisi lain, seorang pria yang menjadi pimpinan perusahaan kuliner yang telah mempunyai banyak cabang restoran di seluruh kota—nampak memijit pelipisnya pelan.
Dari 20 berkas CV yang ia sudah baca, tidak ada satu pun yang menurutnya cocok untuk menjadi seorang pengasuh puterinya. Dari melihat CV dan hasil tes yang dilakukan saja, dia bisa tau seperti apa kepribadian para calon pengasuh yang mendaftarkan diri. Apalagi jika bukan karena alasan mereka menyukai dirinya ataupun tergiur karena gaji yang diberikan.
"Ck, memilih pengasuh ternyata lebih sulit dibandingkan aku memilih seorang pegawai di perusahaan." Pria itu adalah Kaivan Pradipta, posisinya sebagai direktur utama PT NK Food Indonesia banyak tersorot oleh media. Apalagi pembawaan dirinya yang terlihat tampan dan berwibawa, tak jarang membuatnya digilai oleh para perempuan lajang.
"Udahlah, gue bilang juga Nayra bukan cuma butuhin seorang pengasuh. Tapi yang anak lo butuh itu sosok ibu, Van. Lo bayangin aja, dia dari bayi cuma tau lo sebagai ayah sekaligus ibu. Secara dia kan sekarang udah sekolah TK, di sana dia lihat banyak temen-temennya yang dianter sama ibu mereka. Dia pasti pengen juga kayak gitu, Van." Seseorang yang menjadi sekretaris sekaligus sahabat baik Kaivan menyahuti perkataan Kaivan sebelumnya.
"Lo tau pasti apa yang gue rasain, Sa. Nggak mudah buat gue buka hati lagi," balas Kaivan. Trauma masa lalu, menjadi alasan Kaivan masih melajang selama 5 tahun ini. Ditinggalkan begitu saja oleh sosok yang dicintai, setelah mereka punya anak—membuat Kaivan berpikiran, banyak wanita yang memiliki kepribadian seperti itu.
Lagipula, dirinya bukanlah laki-laki yang mudah jatuh cinta. Cinta yang telah ia beri untuk mantan istrinya seolah sudah habis di masa lalu.
"Makanya lo move on, Bro! Lupain si Indira," kata Arsa Auriga—sahabat sekaligus sekretaris pribadi Kaivan.
"Gue udah lupain dia, yang gue sulit lakukan itu buka hati lagi."
Di saat perdebatan antara dua sahabat itu berlangsung, ponsel milik Kaivan berbunyi. Ternyata itu panggilan telepon dari ART di rumahnya.
"Halo, Bi. Ada apa?" Terdengar suara panik campur khawatir di sana.
"Saya akan pulang sekarang juga, Bibi tolong kasih Nayra obatnya ya. Pastikan dia minum obatnya!" Panggilan telepon diputus secara sepihak oleh Kaivan. Ternyata ART di rumahnya memberikan informasi terkait keadaan Nayra yang mendadak kambuh ruam-ruam merah di sekitar wajahnya.
"Ada apa, Van? Nayra kenapa lagi?" tanya Arsa, ikut khawatir.
"Ruam-ruam di mukanya kambuh lagi, kayanya gara-gara kena matahari."
"Yaudah lo buruan pulang sana! Kasihan Nayra, dia butuh lo," kata Arsa.
"Gue cabut ya, Sa."
Kaivan buru-buru pergi dari kantor, kepalanya penuh memikirkan bagaimana bisa Nayra kembali kambuh seperti ini. Padahal, dia sudah berpesan ke sekolah Nayra—agar tidak membiarkan puterinya itu melaksanakan pelajaran olahraga yang memungkinkannya terkena sinar matahari atau kelelahan berlebih.
Karena sedang dilanda kecemasan, pun dengan pikiran yang bercabang-cabang. Membuat Kaivan tidak fokus ke jalanan saat mengemudi. Alhasil, saat ada seorang perempuan yang menyebrangi jalan—dia nyaris menabrak perempuan itu jika saja tidak cepat mengerem.
"Awas!" seru Kaivan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
Susi Nora Cerahwati Silitonga
ceritanya bagus,,,,🥰🥰 mampir juga ya ke karya aku🙏
2023-11-11
0
Mukmini Salasiyanti
nah loh, ketemu deh Capeng nya...
2023-11-11
0
Alfan
hai kak aku mampir nih udah aku subscribe ya kak karya kakak Thor.
jangan lupa untuk saling dukung ya 🤗🙏
2023-10-06
1