Bab 3

Kupakai lagi rompi kevlarku yang sudah kumodifikasi diluar kemejaku. Setelah mengecek semua peralatanku. Aku berjalan ke arah mobil. Edo sudah menungguku. Aku masuk dan duduk disampingnya.

"Rokok, bro!" ujar Edo.

Aku mengambil sebatang rokok kreteknya dan menyalakannya.

"Malam-malam begini Nyonya mau kemana, Do?"

"Biasa, Clubbing dengan teman-temannya! Minum Vitamin bro, biasanya Nyonya kalo Clubbing sampe subuh!" ujar Edo.

"Siap bro!" ujarku sambil mengisap rokok dalam-dalam

"Ayo berangkat! Ke rumah Sita dulu ya, Do!" ķata Nyonya Vanessa begitu memasuki mobil.

"Baik Nyonya!" jawab Edo.

Setelah menjemput 2 temannya mobil yang dikemudikan Edo menuju sebuah klub Mewah di kota Bandung.

"Good Luck, Bro!" ujar Edo sambil tersenyum saat aku turun mengawal Nyonya besar. Aku berjalan dibelakang Nyonya Vanesa yang mengenakan pakaian lumayan seksi dan terbuka dibagian dada malam itu. Kedatangan Nyonya besar pun disambut oleh manajer klub yang kemudian mengantar kami menuju ruang VVIP. Mereka bertiga bergoyang mengikuti irama musik yang dimainkan oleh DJ sambil minum minuman beralkohol. Aku berdiri di pojok ruangan sambil mengawasi mereka bertiga. Tak lama kemudian masuklah 3 orang pria berperawakan sedang. 3 pasangan itu bergoyang bersama mengikuti irama lagu. Nyonya besar tiba-tiba memanggilku.

"Jerry, tolong antar aku ke kamar mandi!" katanya padaku. Aku pun mengangguk sambil mempersilakan Nyonya Vanessa berjalan lebih dulu. Tiba-tiba pria yang berada disampingnya mendorong tubuhku.

"Biar gue aja yang nganter elu, Nessa!" ujarnya sambil menatapku dengan tatapan mengejek. Nyonya melambaikan tangannya kepadaku untuk kembali ketempatku sebelumnya. Dia dan pria itu berjalan menuju kamar mandi di ruangan itu.

"JERRRYYY TOLONG!!!" Terdengar teriakan Nyonya besar dari dalam kamar mandi itu setelah beberapa lama. Kucoba membuka pintu kamar mandi itu. Tapi pintu itu dikunci dari dalam. Aku mundur selangkah lalu kemudian menendang pintu kamar mandi itu. Nyonya Vanessa sudah dalam posisi terlentang dilantai dengan kondisi baju atasnya terbuka dibagian dadanya. Kutarik paksa tubuh pria yang sedang menindihnya itu.

"Baakkk! Buuggh!"

Uppercut dan jabku sudah bersarang dirahang dan pipinya. Pria itu langsung pingsan. Kubuka blazer yang kupakai untuk menutupi bagian dada Nyonya Vanessa yang terbuka tanpa penutup itu. "Nyonya tidak apa-apa? Ayo kita keluar dari sini!" kataku sambil mengancingkan blazerku ditubuhnya.

"BAWA PRIA BRENGSEK INI KELUAR!" ujarnya pada 2 pria yang sedang bergoyang bersama temannya. 2 pria itu menggotong teman prianya yang pingsan keluar ruangan VVIP itu.

"Nyonya masih mau disini?" tanyaku sambil menatap wajahnya yang cantik. Dia mengangguk dan kemudian berjalan menuju kearah 2 temannya. Dadaku masih berdebar-debar menyaksikan pemandangan saat aku memakaikan blazerku tadi. Tak lama kemudian ke 2 temannya keluar dari ruangan itu. Dan Nyonya Vanessa melambaikan tangannya memanggilku.

"Ya Nyonya! Ada apa?"

"Jangan panggil aku Nyonya, panggil aku Vanessa saja! Duduk disini temani aku minum, Jerry!"

Aku lalu duduk di sebelahnya. Aku masih canggung kepada bosku yang cantik ini.

"Ayo minum!"

"Saya sedang bertugas melindungi Nyonya! Maaf, Saya tidak bisa minum saat bertugas!"

"Kamu panggil saya Nyonya lagi, besok kamu bereskan barang-barang kamu dan pergi dari rumah saya!"

"Maaf Nona Vanessa, Anda adalah bos saya. Sangat tidak sopan jika saya memanggil anda dengan langsung menyebut nama anda!"

"AYO TEMANI AKU MINUM. INI PERINTAH!"

"Siap Nona!"

Aku lalu menenggak minuman beralkohol itu untuk menyenangkan hatinya.

"Boleh saya sambil merokok? Teman-teman Nona tadi kemana?" tanyaku sambil menunjukkan kotak rokokku.

Bosku itu mempersilakan aku untuk merokok.

"2 Pria tadi itu pacar mereka, mungkin mereka sekarang sudah buka meja dibawah!"

"Yang 1 lagi tadi berarti pacar Nona?"

"KAMU SUDAH BOSAN HIDUP YA?"

"Maaf Nona!"

"Terima kasih tadi sudah nolongin aku. Bedebah itu baru saja aku kenal, tapi dia sudah berani macam-macam!"

Aku hanya tersenyum mendengar ucapannya. Siapa yang gak punya pikiran macam-macam dengan pakaiannya yang serba terbuka seperti tadi.

"Kamu lagi mikir apa, Jerry? Kok senyum-senyum?" Tanyanya curiga seakan Vanessa bisa membaca pikiranku saat itu.

"Nggak Nona, saya gak mikir

 apa-apa!"

Tanpa terasa aku malam itu minum lumayan banyak. Bayangan Nona Vanessa ada 3 didepanku. Aku segera ke kamar mandi. Kukeluarkan bubuk putih untuk menetralisir alkohol itu. Kuhirup bubuk putih dipunggung tanganku. Aku duduk bersandar di closed. Pintu Kamar mandi digedor oleh Nona Vanessa. Aku sudah lumayan sadar dan kubuka pintu kamar mandi itu. Nona Vanessa dengan terburu-buru segera berlari ke closed itu dan muntah disana. Kupijat perlahan bahu dan lehernya. Muntahnya lumayan banyak. Aku bantu nona Vanessa menuju wastafel. Lalu kutinggalkan dia yang sedang mencuci muka di dalam kamar mandi itu. Aku menunggunya didepan pintu kamar mandi. Kutangkap tubuhnya yang sempoyongan saat mau terjatuh di depan pintu kamar mandi.

"Kamu ternyata tampan sekali, Jerry!" Ujarnya sambil memegang kedua lenganku.

Kuacuhkan ocehannya pada saat mabuk itu.

"Kita pulang sekarang, Nona?"

Dia mengangguk.

Kugendong tubuhnya keluar dari Klub.

"Edo, buka pintunya!" ujarku setengah berlari sambil menggendong tubuhnya. Jantungku berdebar cepat saat tanganku menyentuh paha mulusnya. Setelah kubaringkan tubuhnya di bangku belakang, aku dan Edo segera meninggalkan tempat itu.

...****************...

Tak terasa sudah 8 bulan aku bekerja untuk Nona Vanessa. 8 bulan itu pula aku sambil mencari info tentang pembunuh papa dan mamaku. Kutelusuri info yang kudapat, tapi semua seakan menemui jalan buntu. Semua dikarenakan aku tidak mengetahui nama asli mereka semua. Sudah ribuan kali kutelusuri mencari nama Gino, Eros, Heru dan Ardi. Tetapi hasilnya nihil, bahkan paman Hector pun tidak bisa membantuku untuk mengingat nama Asli mereka berempat. Sampai akhirnya aku bertemu dengan salah satu orang dari mereka saat mengantar nona Vanessa rapat disebuah hotel berbintang di Bandung. Heru Sasongko, ternyata adalah CEO dari perusahaan Tekstil Heratex. Perusahaan tekstil yang lumayan besar di Bandung. Saat punya waktu luang kukutit Heru untuk mengetahui jadwal rutinnya. 2 bulan kukutit Heru, sampai akhirnya aku menemukan waktu yang tepat untuk mengeksekusinya.

"Nona Vanessa, saya minta ijin 2 hari. Ada urusan pribadi yang harus saya selesaikan."

"Hmmmm, 8 bulan ini kamu tidak pernah libur, saya ijinkan. Selamat berpacaran, Jerry!" Katanya menatapku dengan muka kesal.

"Terima kasih, Nona Vanessa. Saya permisi!" jawabku singkat.

Malam itu kupinjam motor trail milik Edo. Kubeli Stiker untuk membungkus body motor itu. Setelah selesai memasang striker aku mencari spot yang untuk membunuh pembunuh papaku itu. Kutemukan spot terbaik diatas gedung perkantoran yang sudah lama tak terpakai. Kusetting peralatanku malam itu, sambil memikirkan beberapa rencana cadangan. Setelah selesai mensetting senjataku malam itu, aku tidur diatas gedung perkantoran itu sampai fajar tiba.

Semua kondisi disekelilingku seakan mendukung apa yang akan kulakukan pagi itu. Arah matahari terbit tepat dibelakangku dan angin berhembus ke arah tempat dimana Heru biasanya turun dari mobilnya.

Jam 8 tepat, mobil mewah yang membawa targetku muncul. Seperti perkiraanku, parkir mobil itu tak berubah. Kuintip wajah targetku di Teleskop. Kukokang senjata AWM Lapuaku. Kutunggu dengan sabar sampai kepala Heru keluar dibalik pintu. Seperti biasanya Heru berdiri selama 2-3 menit setelah membuka pintu mobilnya. Kutahan nafas, jari telunjukku bergerak menarik pelatuk senjata.

"Dubbbbbs!"

Kupandangi wajah salah seorang pembunuh papa dan mamaku itu di teleskop. Heru rubuh dengan kepala berlubang ke tanah! Kuhidupkan stopwatchku, lalu aku membereskan seluruh barang-barangku dari atas gedung tinggi itu. 5 menit kemudian aku sudah meluncur ke bawah gedung. Aku berjalan santai tapi cepat menuju tempat aku memarkir motor Trail milik Edo. Kurobek stiker di tangki bensinnya. Aku pun melaju santai menuju rumah Nona Vanessa.

Kematian Heru lumayan Viral. Karena ia adalah CEO perusahaan Tekstil besar dan terkenal di Bandung. Aku menonton berita kematiannya di kamarku sambil tersenyum.

"Papa-Mama, kurang 3 orang lagi! KURANG 3 ORANG LAGI!" Batinku.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!