"Freya baik-baik aja kan?" Tanya Farrel khawatir.
Pemuda itu hendak melangkah masuk kedalam ruang uks tempat dimana pacarnya itu istirahat. Namun, pergerakannya terhenti karena Rara- sahabat dari pacaranya berdiri tepat didepan pintu. Lebih tepatnya, berdiri menghalangi pintu masuk.
"Lo, apaan sih Ra? Gue mau masuk" ujar Farrel kesal, karena Rara tidak kunjung beranjak dari tempatnya berdiri.
"Ngapain lo kesini?" Tanya Rara sinis. Dia bahkan merenggangkan kedua tangannya lebar-lebar, supaya dapat menghalangi seluruh pintu.
"Mau ngeliat Freya. Minggir lo" ujar Farrel kesal. Dia berusaha menyingkirkan keberadaan Rara dari depan pintu. Namun, perempuan yang memiliki tubuh sedikit gempal tersebut mengerahkan seluruh tenaganya supaya Farrel tidak dapat masuk kedalam. Alhasil Farrel kalah dan tidak bisa masuk kedalam.
"Lo bisa minggir ga?" Tanya Farrel semakin kesal. Dia menatap wajah Rara dengan ekspresi jengkelnya. Sangat khas menggambarkan betapa kesalnya pemuda itu.
"Ngapain lo kesini?" Tanya Rara lagi sembari melipat kedua lengannya didepan dada. Menatap Farrel dengan wajah garangnya.
"Udah gue bilang, gue mau ngeliat keadaan Freya. Pacar gue" Farrel berusaha sekuat tenaga untuk tidak meluapkan amarahnya kepada Rara. Dia sedang sangat khawatir saat ini. Bisa-bisanya perempuan tersebut malah menguji kesabarannya.
"Lo? Pacarnya?" Tanya Rara mengejek. "Pacar mana yang ngebiarin pacarnya sendiri pingsan dipinggir lapangan. Sedangkan lo malah dengan asiknya ngehibur cewek lain" lanjutnya tidak terima.
"Dia lagi sakit Ra" kata Farrel menjelaskan.
"Sakit lo bilang? Terus Freya apa? Dia pingsan karena kena lemparan bola basket dari lo. Menurut lo itu gak sakit apa?" Rara merasa sangat kesal dengan tingkah dari pemuda dihadapannya. Padahal dia melihat pacarnya sendiri pingsan dipinggir lapangan basket. Bahkan itu juga karena ulahnya sediri. Tapi, bukannya menolong, dia justru memilih pergi entah kemana, hanya karena sebuah panggilan telpon saja.
Rara, sudah tahu dengan tingkah dari pacar sahabatnya ini. Karena Freya kerap kali menceritakan keluh kesahnya, tentang Farrel yang lebih mementingkan sahabatnya dari kecil dibandingkan Freya yang berstatus sebagai pacarnya. Okelah, kalau hanya mengabaikan Freya ataupun membatalkan janji kencan keduanya. Namun, untuk kali ini sudah tidak ada pertimbangan lagi. Tindakan Farrel benar-benar sudah kelewat batas, dia benar-benar tidak memiliki hati ataupun simpati sedikitpun.
Sebenarnya, apa yang dilihat oleh Freya dari sosok Farrel? Rara saja yang hanya memperhatikan hubungan keduanya sudah sangat lelah. Apalagi Freya yang menjalani hubungan tersebut. Entah stok sabar seperti apa yang dimiliki oleh sahabatnya itu.
"Iya, gue tahu gue salah. Karena itu gue datang kesini"
"Terus kalau lo gak sadar itu salah lo, lo gak akan datang kesini gitu? Mending lo pergi dari sini sekarang juga. Gak pantes lo ada disini" usir Rara tegas.
"Kok lo makin lama makin ngajak ribut" kesal Farrel tidak terima.
Rara menghembuskan napasnya lelah. Dia marah, sangat marah, ingin rasanya dia mengangkat tangannya dan memukul pemuda dihadapannya ini dan memberikan balasan yang setimpal atas setiap luka yang diterima oleh sahabatnya.
Pertengkaran keduanya terhenti dikarenakan terbukanya pintu dari arah dalam, yang hampir saja membuat Rara terjungkal kebelakang. Jika saja tubuhnya tidak ditahan oleh si pelaku pembuka pintu.
Rara seketika memutar tubuhnya dan menatap orang yang baru saja membuka pintu secara tiba-tiba. "Aya, kok lo malah bangun? Kan lo masih harus istirahat" omelnya khawatir.
Freya tersenyum lebar melihat tingkah sahabatnya, yang selalu saja khawatir kepadanya. "Gue gak papa kok Ra" ujarnya lembut.
"Beneran?" Tanya Rara ragu.
"Iya, lo gak liat tubuh gue yang kuat begini?" Ujar Freya sembari bertingkah seperti seseorang yang kuat. Padahal wajah pucatnya tidak dapat membohongi siapapun.
Rara melihat Freya dari atas hingga bawah "gak, gak. Lo gak sehat. Wajah lo pucet" tolak Rara.
"Ra, i'm fine"
"Mending lo minggir deh Ra" dengan tidak manusiawi Farrel menggeser tubuh Rara dengan cukup keras, setelahnya dia menatap wajah Freya yang masih saja terlihat pucat. Jelas sekali pacaranya itu sedang tidak baik-baik saja.
"Lo pulang yah? Gue antar" ajaknya lembut, penuh dengan kasih sayang.
"Gak usah. Gue pulang naik taksi aja" tolak Freya.
"Gak bisa. Lo pacar gue, jadi lo pulang bareng gue" ujar Farrel tidak menerima penolakan.
"Yaudah" dengan menurunkan egonya, akhirnya Freya mengiyakan. Saat ini, dia sedang tidak ingin berdebat apalagi bertengkar.
"Aya, beneran gak papa lo pulang bareng sama dia?" Bisik Rara tepat diarah telinga Freya.
"Gak papa kok" ujar Freya berusaha menenangkan sahabatnya itu, supaya tidak khawatir.
"Aya, kalau nanti nih cowok bikin ulah. Lo cerita sama gue. Nanti gue bejek-bejek dia" pesan Rara, tangannya bergerak seperti seseorang yang sedang membejek-bejek sesuatu.
Freya tertawa mendengar penuturan sahabatnya itu "siap, komandan" ujarnya seraya mengangkat tangannya diatas dahi, seperti seseorang yang sedang memberi hormat.
"Awas aja lo!!" Ancam Rara kepada Farrel.
"Yeyeyeyeye" ledek Farrel yang tentu saja membuat Rara mendengus kesal.
Tanpa sosok Rara, akhirnya mereka berjalan beriringan dengan tangan yang saling bertaut, berjalan menuju kelas mereka yang berada diujung koridor. Mungkin karena jam pelajaran sedang berlangsung, suasana koridor terasa sangat sepi. Hanya terdengar suara sepatu mereka yang menginjak ubin lantai.
"Rel. Lo gak mau minta maaf gitu?" Tanya Freya. Dia menatap Farrel yang dengan telaten memasukkan barang-barang miliknya kedalam tas.
"Untuk?" Tanyanya tanpa menatap Freya, dia masih fokus memasukkan barang-barang milik Freya yang cukup banyak.
"Kan lo udah bikin gue pingsan"
"Lo tahu?" Tanya Farrel. Setelah meresleting tas milik pacarnya itu, dia pun memasang tas tersebut pada bahu kanannya. Kemudian dia menatap Freya lekat.
"Gue denger semuanya. Gue denger obrolan kalian berdua. Jadi lo kenapa gak minta maaf sama gue?" Tanya Freya beruntun.
Freya menatap Farrel kesal. Karena dibandingkan meminta maaf kepadanya, pemuda itu justru berjalan menuju pintu dan meninggalkannya sendirian didalam kelas.
Suasana kelas sedang sepi karena saat ini, teman-temannya sedang belajar di lab. Karena itu jugalah Freya dengan berani memarahi pemuda itu.
"Rel, lo denger gak sih?!!" Teriak Freya kesal dengan sedikit berlari dia mengejar Farrel dan berjalan disampingnya.
"Rel!!" Teriak Freya semakin kesal.
"Yaudah maaf" ujar Farrel sembari menatap Freya sekilas dan kembali fokus menatap kearah depan.
"Cih, gak ikhlas gitu minta maafnya. Padahal minta maaf gak bakal bikin lo miskin. Gak bakal bikin lo kehilangan harga diri. Gak gantle lo jadi laki. Cemen" gerutu Freya kesal.
"Maaf Freya sayang" kata Farrel lembut seraya mengacak surai rambut Freya gemas. Tangannya merangkul tubuh gadis nya itu. Sehingga tidak ada jarak sedikitpun diantara keduanya.
Tindakan Farrel yang sangat tiba-tiba, tentu saja membuat Freya mematung, bahkan dia sangat berharap semoga Farrel tidak mendengar suara jantungnya yang berdetak dengan sangat kencang. Karena walaupun mereka sudah menjalin hubungan hampir 5 bulan lamanya, tapi tidak pernah sekalipun Farrel bersikap seperti ini kepadanya.
Bahkan untuk sekedar mengucapkan kata sayang saja, sudah menjadi kalimat yang cukup sakral bagi pemuda tersebut. Jadi, wajar bukan bila saat ini Freya merasa salah tingkah?
Freya merasa bersyukur karena dia pingsan tadi. Sehingga kejadian yang langka seperti ini dapat dia rasakan. Gak papa deh dia kena lemparan bola basket setiap hari, asalkan dia dapat merasakan perhatian seperti ini setiap hari juga.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments