Setelah bertemu Wira di rumah makan pagi itu, Ajeng pergi ke Bukit Braksi yang sangat terkenal di Siliwangi. Ia ingin memanfaatkan waktunya untuk menikmati keindahan dunia luar yang belum pernah bisa ia nikmanti dengan leluasa selama ini. Tapi ketika tiba di sana ia justru bertemu lagi dengan pria yang tidak sengaja dimuntahinya di rumah makan tadi pagi. Dan parahnya lagi, ia terpaksa mencium pria itu demi meloloskan diri dari kejaran pengawalnya.
Keduanya berlari sekuat tenaga menuju tempat mobil Wira terparkir. Mereka kemudian melaju ke arah luar kota menghindari kejaran para pria itu.
“Siapa sih mereka?” tanya Wira sambil mengemudikan mobilnya dengan kencang.
“Kan udah aku bilang tadi? Mereka orang-orangnya Papa yang berusaha buat nangkap aku. Karena itu aku terpaksa nyium kamu. Supaya ngga ketangkep.”
“Iya terus kenapa kamu diburu?”
“Karena aku kabur dari rumah. Aku ngga mau dijodohin.”
“Sial!” Wira membelokkan mobilnya ke sebuah gang lalu berhenti mendadak. “Turun! Aku ngga mau ikut campur urusan keluarga kamu.”
“Jangan! Plis... Kalau turun disini, aku pasti ketangkap.”
“Turun!”
Lalu sekelibatan terlihat mobil van hitam milik para pengawal itu melintasi gang dengan kecepatan kencang. Dan tak lama kemudian mobil itu mundur kembali ke jalan tempat mobil Wira terparkir.
“Itu mereka!” pekik Ajeng yang lebih dulu melihat kedatangan mobil van hitam itu. “Aku bakal bantu kamu dapetin Mr. Suzuki atau apapun. Tapi plis, selametin aku dari mereka!”
Mendapat tawaran yang menggiurkan, Wira kembali menginjak pedal gasnya meluncur jauh membelah keramaian kota Siliwangi, menyusuri jalanan tepi sungai, masuk ke pemukiman dengan jalan berkelok-kelok dan akhirnya lolos dari kejaran para pengawal itu. Wira kemudian melintasi jalan alternatif yang membawa mereka kembali menuju hotel Siliwangi tempat Wira menginap.
*********************
“Pak Wira! Syukurlah Pak Wira sudah kembali. Kami mencari Pak Wira kemana-mana. Mereka bilang Pak Wira tiba-tiba saja menghilang tanpa pamit.” Cerocos Abdi, asisten pribadi Wira, ketika melihat atasannya itu tiba di lobi hotel.
Wira melempar kunci mobilnya kepada Abdi. “Aku butuh privasi. Jadi jangan ada yang mengganggu sampai jam makan malam tiba!”
“Baik Pak.”
Wira mengajak Ajeng bicara di kamarnya.
“Karena kita tidak punya banyak waktu, sebaiknya kita langsung bicara intinya saja.” Ujar Wira membuka penbicaraan. “Sekarang semua orang menganggap bahwa kamu adalah istri saya. Dan kesepakatan kami dengan Mr. Suzuki sangat bergantung pada keberadaan kamu. Jadi, mari kita buat kesepakatan!”
“Kesepakatan?”
Wira kembali ke tempat duduknya dan mengeluarkan selembar kertas putih dan sebuah pena. “Duduk!”
Ajeng menuruti perintah Wira dengan tunduk. Pria itu kemudian menuliskan sesuatu di atas kertas ‘Kontrak Pernikahan’.
“Apa ini?!” tanya Ajeng terbelalak.
“Kamu butuh tempat tinggal untuk bersembunyi kan? Aku bakal kasih kamu tawaran. Kita akan menikah dan menjadi suami istri. Tugas kamu adalah bekerja dari jam delapan pagi sampai jam empat sore dengan gaji setara dengan pegawai negeri golongan IVE termasuk segala fasilitas dan tunjangannya ditambah insentif pra nikah sebesar sepuluh persen dari nilai investasi Mr.Suzuki, dibayar dimuka. Pekerjaan utama kamu adalah menjadi istri dan ibu walikota yang baik dan memastikan proyek Mr. Suzuki terealisasi dengan lancar. Selama masa kontrak, saya akan menjamin keamanan dan keselamatan kamu.”
“Aku ngga butuh uang kamu.” Ajeng melemparkan tas kain lusuhnya ke hadapan Wira dan tumpukan uang seratus ribuan menyembul dari dalam tas itu. “Dan karena sudah lolos dari mereka, aku ngga butuh perlindungan kamu lagi.”
“Bukannya kamu sudah janji tadi?”
“Aku bakal penuhi janji aku untuk bantu kamu dapetin investasinya Mr. Suzuki. Tapi aku ngga bisa nikahin orang sembarangan.”
“Apa kamu bilang? Sembarangan? Bukannya aku yang seharusnya ngomong kaya gitu?” Wira melempar KTP-nya ke meja. “Status dan latar belakang aku jelas. Dan semua orang tahu kalau aku Walikota Carang Sewu. Kamu?”
“Oke. Aku Ajeng dan aku anak presiden.” Jawab Ajeng tak mau kalah.
“Hahahahaha....” Wira tertawa terbahak-bahak mendengar pengakuan Ajeng. “Kalau kamu anak presiden, maka aku cucunya Patih Gajahmada.”
Ajeng menghela nafas dalam-dalam. “Oke, terserah mau percaya atau ngga. Yang pasti aku ngga mau nikah sama kamu titik. Permisi.”
*******************
Abdi mendatangi kamar Wira sambil membawa gaun yang Wira pesan untuk Ajeng kenakan pada acara makan malam bersama Mr. Suzuki malam itu. tapi sudah hampir tiba waktunya, Ajeng belum juga muncul dan menunjukkan batang hidungnya.
“Di, apa kamu lihat perempuan yang datang sama saya tadi?” tanya Wira mulai cemas kalau-kalau gadis itu tidak datang dan mengacaukan semuanya.
“Ngga Pak. Tadi setelah bicara dengan Pak Wira, dia langsung pergi dari hotel dan sepertinya belum kembali lagi sampai sekarang.”
“Sial!” Gumam Wira.”Kunci motor?”
Abdi menyerahkan kunci motor yang Wira juga minta untuk siapkan tadi sore. “Bapak mau kemana?”
“Aku harus temuin perempuan itu sebelum acara penandatanganan kontrak dengan Mr.Suzuki malam ini batal. Jadi, jangan sampai ada yang tahu kalau Ajeng ngga ada di sini. Ulur waktu selama mungkin sampai kami datang!”
“Siap Pak!”
********************
Wira menyusuri jalanan kota Siliwangi tapi tak kunjung menemukan keberadaan Ajeng. Ia mendatangi tempat-tempat makan ternama, tapi gadis itu juga tidak ada di sana. Wira meneruskan pencariannya menuju losmen-losmen kecil yang ada di sekitar hotel, tapi Ajeng juga tidak ditemukan di sana.
“Kemana perginya tu cewek?” gumam Wira.
Lalu saat melintasi pasar malam, Wira melihat pencopet sedang beraksi. Ia menarik tas milik seorang wanita yang sedang melintas di pinggir jalan. Wanita itu tak mau melepaskan tasnya begitu saja. Ia berusaha melawan, tapi pencopet itu menendang tubuhnya dengan keras lalu memacu motornya dengan kencang. Wanita itu jatuh tersungkur di jalan.
“Ajeng?!” Wira turun dari motornya hendak menolong Ajeng. Tapi belum juga Wira sampai, sebuah mobil dari arah belakang Wira sudah lebih dulu melaju dengan kecepatan tinggi ke arah Ajeng. Meskipun tahu ada orang tergeletak di jalanan, mobil itu tidak berusaha mengerem tapi malah mengencangkan lajunya. Menyadari ada yang tidak beres, Wira berlari sekencang-kencangnya lalu meraih tubuh Ajeng dan menariknya ke tepi.
“Kamu ngga papa?” tanya Wira ketika mobil itu menghilang dari pandangannya.
“Siapa mereka? Kenapa berusaha menabrak kamu?”
“Menabrak? Ngga mungkin. Ini hanya kecelakaan biasa." Elak Ajeng. “Orang-orangnya Papa ngga bakal berani nyelakain aku.”
Wira benar-benar yakin kalau mobil itu sengaja menambah kecepatannya dan mengarah ke tempat Ajeng terjatuh. Tapi ia tidak bisa berkata banyak karena mungkin yang dikatakan Ajeng memang benar.
Ajeng berusaha berdiri tapi kembali terjatuh karena kakinya terkilir. “Au!....”
Wira memeriksa kaki Ajeng. “Kaki kamu terkilir. Tapi kita harus kembali ke hotel sekarang. Mr. Suzuki sudah menunggu kita.”
Wira membopong tubuh Ajeng menuju motor lalu membawanya kembali ke hotel.
*****************
Ajeng menghadiri jamuan makan malam dengan mengenakan gaun cantik yang sudah Wira siapkan untuknya. Ia terpaksa menggunakan kursi roda karena kakinya masih terlalu sakit untuk dibuat berjalan. Berkat bantuan Ajeng, acara penandatanganan perjanjian kerjasama malam itu berjalan lancar dan nama Ajeng juga Wira menjadi topik pembahasan paling hangat malam itu.
Dalam sekejap saja, hampir semua pejabat dan tamu yang hadir sudah tahu bahwa Ajeng adalah istri dari Walikota Carang Sewu, Prawira Hadinata.
“Kamu lihat sendiri kan? Semua orang di sini percaya kalau kita pasangan suami istri. Kalau kebohongan ini tersebar, maka kondisi Carang Sewu akan menjadi kacau dan proyek dengan Mr.Suzuki mungkin dibatalkan. Dan semua ini karena ulah gila kamu. Itulah alasan kenapa kita harus menikah.” Jelas Wira setelah acara berakhir.
“Tapi aku ngga punya kepentingan untuk menyetujui pernikahan kontrak itu dan sekali lagi aku tegesin kalau aku ngga mau nikah sama kamu.” tolak Ajeng lantang
“Apa kamu yakin? Di luar sana ada orang yang berusaha mengejar kamu dan sekarang kamu sudah ngga punya uang sepeserpun. Aku jadi penasaran gimana caranya kamu bertahan.” Ujar Wira sambil berdiri bersendekap di hadapan Ajeng.
“Kita lihat saja.” Tantang Ajeng sambil pergi meninggalkan hotel dengan kursi rodanya.
Ketika keluar dari hotel dan berjalan menyusuri jalan raya yang mulai sepi, sebuah mobil sedan mendatanginya dari arah belakang. Seorang pria berkacamata dan berpakaian serba hitam turun dari mobil dan menghampirinya. Dan karena tidak bisa berlari jauh dengan kondisi kakinya, Ajeng terpaksa menyerah.
“Oke. Aku akan ikut kalian pulang.” Jawab Ajeng sambil berdiri dan berjalan perlahan dengan kaki telanjangnya menuju mobil. Tapi tiba-tiba saja dari bayangan yang terpantul di depannya, pria itu berusaha mengayunkan sebuah benda ke arahnya. Ajeng menoleh dan melihat pria itu hendak memukulnya dengan balok kayu berukuran besar.
Ajeng berjalan mundur ketakutan. “Siapa kamu? Kenapa berani nyelakain aku? Kamu bukan suruhan Papa kan?”
Tanpa menjawab, pria itu mengayunkan balok kayunya.
Buk!
***********************************
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments