Dor! Dor! Dor!
Suara tembakan yang bersahutan terdengar nyaring dan menggema memecah keheningan. Burung-burung beterbangan di bawah gelapnya langit malam.
Harley berguling di lantai koridor, menghindari serbuan peluru yang mengarah padanya. Ia berlindung di balik pilar besar sambil menetralkan nafas yang memburu.
Sesaat ia memiringkan kepalanya guna mengintip keadaan sekitar, namun tak lama ia menariknya lagi karena sebuah tembakan. Peluru itu melintas tepat di depan hidungnya, dan berakhir memantul mengenai dinding.
"Dasar amatiran," desis seseorang tajam.
Harley menoleh dan mendapati Gibran yang juga tengah memantau dari balik pilar tak jauh darinya. Jarak mereka sekitar lima meter. Pria oriental itu mengarahkan moncong shotgun ke arah luar, dan tak lama kemudian ...
Dor!
Gibran mendengus saat tembakannya tepat sasaran, disusul suara jatuh yang cukup keras menghantam tanah. Ia baru saja menumbangkan seorang sniper yang bersembunyi di atap pos keamanan.
"Sialan. Kenapa selalu ada peluru di mana pun aku singgah?" Gibran mengumpat samar.
"Mansion ini aman sebelum anda datang, Tuan," sahut Harley datar.
Gibran menoleh. "Brengsek."
Dor! Dor! Dor!
Mereka kembali bersiaga saat mendengar tembakan dari sisi lain mansion. Gibran berdiri, begitu pula Harley yang kembali mengangkat shotgun-nya untuk berjaga-jaga sambil menatap sekitar. Sepertinya di sana sudah aman.
"Aku menyuruh Dante membawa semua orang ke ruang perlindungan. Mungkin Maria dan anak-anak juga ada di sana sekarang." Gibran lalu menoleh pada Harley. "Kau pergilah ke sisi timur, beberapa anak buah kita butuh bantuan di sana," titahnya.
Harley mengangguk. "Oke." Ia lalu berlari meninggalkan Gibran. Gibran pun sama menyisir tempat-tempat lain, ia masih berhubungan dengan Dante melalui earpiece di telinga.
"Mereka aman?" bisik Gibran bertanya.
"Aman, Tuan."
"Berapa lagi titik yang tersisa. Kau bisa memastikan keakuratan sinyalnya?"
"Sekitar sepuluh di luar gerbang, Tuan."
"Oke. Kau tetap di dalam lindungi mereka," putusnya mengakhiri sambungan.
Ia berlari penuh kewaspadaan, kembali berburu musuh yang nampaknya tak sebanyak tadi.
"Payah," desisnya, bermaksud mengejek orang-orang itu.
Sementara di sisi lain, Harley berlari sambil sesekali membalas tembakan musuh yang mengarah padanya. Gerbang mansion ini disertai teknologi canggih yang tidak bisa dimasuki sembarang orang, bahkan seorang hacker pembobol sekalipun.
Alasan mengapa lawan mengambil jalur udara untuk menyerang. Terlihat ada dua helikopter yang sudah jatuh dan meledak di pekarangan mansion.
Harley bergabung dengan anak buahnya yang lain di sisi timur. Beberapa dari mereka tewas terkena tembakan.
Duaarr!!!
Suara ledakan terdengar nyaring dari pos penjaga. Orang-orang itu baru saja menjatuhkan bom hingga pertahanan utama kini runtuh tak bersisa. Api menyala menewaskan tim keamanan di sana.
"Sialan," desis Harley dengan rahang mengetat.
"Tuan, apa yang harus kita lakukan?" Salah satu pengawal bertanya pada Harley.
Harley berpikir sesaat sambil terus mengawasi dengan mata tajamnya.
"Kalau sudah begini, terpaksa kita harus mengeluarkan senjata yang lebih besar." Harley menoleh pada beberapa anak buahnya yang tersisa. "Dua orang dari kalian, pergilah ke sisi barat dan selatan. Buka tembok rahasia di sana, keluarkan meriam kita sekarang juga. Cepat! Ingat, hanya dua meriam saja," titah Harley.
"Baik!" Dua orang dari mereka pun pergi sesuai arahan Harley.
Sementara Harley, ia menyentuh earpiece guna berbicara pada Gibran. "Tuan, mereka sudah menghancurkan pos penjaga. Kita terpaksa akan keluarkan meriam," tuturnya, sekaligus meminta izin.
Terdengar helaan nafas berat dari Gibran di seberang sana. "Oke, terserah."
"Sialan, setelah ini aku harus mendengar kecerewetan Mr. President gara-gara membuat kekacauan lagi. Brengsek! Ledakan saja rumahku ini!"
Sambungan terputus. Harley tak menghiraukan gerutuan Gibran yang terakhir. Biarkan saja sang tuan yang kerepotan nanti.
***
"Mommy, harusnya kau biarkan aku ikut mereka! Akan kuhabisi brengsek-brengsek sialan itu!"
"Anak pintar! Kau pikir ini permainan game? Di luar sana bahaya! Daddy-mu dan Harley bukan sedang bermain-main! Kau hanya akan merepotkan mereka!" Maria menjewer telinga Allison, membuat anak itu meringis minta dilepaskan.
Maria pun melepas tangannya dari sang anak. Bisa-bisanya di situasi genting begini, Allison malah merengek karena tidak diajak bertempur melawan musuh.
Sementara di salah satu sudut, Alisandra nampak bergeming sendirian. Ia tak menghiraukan kecemasan di sekitarnya. Rupanya situasi ini lebih buruk dari perkiraan. Kalau tidak, tidak mungkin Gibran mengumpulkan semua penghuni mansion kemari.
Saat Alisandra bersembunyi di kamar tadi, Dante datang beberapa menit setelah Harley pergi. Pria itu membawa Alisandra ke sebuah bunker perlindungan yang memang terdapat di semua kediaman Wiranata.
Begitu pula Allison dan sang mommy, keduanya juga turut diisolasi bersama para pelayan dan pekerja hingga kini mereka berkumpul dalam ruangan pengap yang terdapat di bawah bangunan mansion.
Semua tak lepas dari perintah Gibran Wiranata.
"Tuan Dante, kapan situasi di luar akan aman?" Salah seorang pekerja bertanya pada Dante yang berjaga di depan pintu baja yang terkunci.
Pengawal pribadi Allison itu berdiri siaga sambil sesekali menyentuh telinga, yang siapa pun tahu ia tengah berbagi informasi dengan rekan-rekannya di luar.
Dante menoleh dan menjawab. "Saat ini mereka masih berusaha melumpuhkan titik utama dari lawan. Mohon kalian semua untuk bersabar."
Semuanya diam mendengar ucapan Dante.
Ruang bawah tanah itu semakin terasa panas karena banyaknya hawa manusia. Semua orang merasa pengap dan tentu saja gerah, kendati pendingin ruangan sejak tadi menyala.
Meski bunker Wiranata dibangun mewah dan disertai perlengkapan yang cukup, tetap saja berada di sana tidak lebih baik dari menghirup udara di luar.
Alisandra tetap diam di antara protes-protes para pelayan. Beberapa dari mereka kerap bersikap menyebalkan dan keras kepala. Maria juga menghela nafas, sementara Allison masih merengut, meski anak itu sudah lebih tenang sekarang.
"Maafkan kami, mungkin bekerja pada kami membuat kalian sering merasa tidak tenang. Saya sebagai tuan rumah merasa bertanggung jawab pada kenyamanan kalian. Setelah peristiwa ini selesai, saya tidak akan menghalangi jika beberapa dari kalian ingin mundur. Tenang saja, kami tetap akan membayar uang kompensasi." Maria tiba-tiba berucap hingga suasana menjadi hening.
Alisandra mendongak menatap sang mommy yang sepertinya tengah berpikir keras. Meski sejak tadi terlihat tenang, tapi Alisandra tahu, sebenarnya Maria yang paling merasa cemas di sana. Terlebih sang suami ada di luar. Siapa pun akan merasa takut saat pasangan kalian harus berkutat dengan bahaya.
Hening. Setelah sang nyonya besar berucap demikian, mereka semua tak ada yang berani bersuara. Rasa segan melingkupi hingga bungkam menjadi pilihan yang paling tepat.
Beberapa saat kemudian, suara ledakan keras terdengar menggema dari luar, getarannya bahkan terasa hingga ke bawah kaki mereka.
"Ada apa? Apa yang terjadi di atas?"
Semua orang mulai bergaduh kembali dan bertanya-tanya.
"Aku tidak tahu. Tapi sepertinya ada ledakan besar."
"Apa mansion ini baik-baik saja?"
"Kuharap begitu. Tapi kecil kemungkinan bangunan ini selamat," sahut yang lainnya.
Alisandra menoleh memandang sang ibu. Pun Maria turut menatapnya dengan pandangan sama. Hingga tak lama dari itu ledakan kedua pun menyusul lebih mengejutkan.
Duaarr!!!
Alisandra terhenyak. Ia yakin semua orang mendengar reruntuhan di atas sana. Ia yang sejak tadi diam pun menjadi tidak tahan. Alisandra menggeser duduknya pada sang mommy, hingga wanita itu langsung menyambutnya dengan sebuah rangkulan.
"Mommy, mereka baik-baik saja, kan?"
Maria mengangguk. "Pasti, Sayang. Jangan khawatir." Ia mengusap kepala Alisandra dan Allison yang bersandar di bahunya.
Dante yang baru saja mendapat kabar dari luar pun mendekati mereka.
"Nyonya, mereka baru saja meledakkan meriam. Beberapa helikopter jatuh di atas mansion. Kemungkinan, kerusakan yang terjadi jauh lebih besar," ucapnya setengah berbisik.
Alisandra yang mendengar itu langsung menegakkan kepala. "Lalu, Daddy dan Haly?"
"Mereka baik-baik saja," jawab Dante.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
bunga cinta
paling suka gendre yg begini
2023-09-27
0
Hani Ekawati
😥😥😥😥😥😥
2023-09-24
0
Hani Ekawati
Majikan yang bijak
2023-09-24
0