Alisandra menghentikan langkahnya saat bertemu Harley di koridor. Pria itu baru saja keluar dari sebuah ruangan yang Alisandra tahu merupakan ruang kerja sang ayah.
Meski terbilang sangat jarang singgah, Gibran Wiranata tetap harus memiliki ruangan sendiri di mana pun. Tak hanya di mansion ini, semua kediamannya yang tersebar di sejumlah tempat dan negara memiliki ruang kerja khusus untuknya.
Harley tak menyadari keberadaan Alisandra. Lelaki itu berjalan menjauh meninggalkan lorong. Alisandra yang penasaran ke mana pria itu hendak pergi pun lantas mengikuti.
Pria itu berbelok membuka pintu yang terhubung ke teras samping mansion, dan berhenti di salah satu pilar.
Alisandra memperhatikan dari kejauhan. Ia tidak langsung menghampiri Harley, karena rupanya lelaki itu tengah berbicara dengan seseorang melalui ponsel.
Entah siapa. Alisandra diam mendengarkan sambil bersandar di ambang pintu, memperhatikan Harley yang masih belum menyadari kehadirannya di sana.
"Aku tidak bisa. Kita pergi lain kali saja," ucap Harley pada seseorang di balik benda pipih itu, menggunakan bahasa Inggris.
Kening Alisandra mulai berkerut penasaran. Siapa yang Harley hubungi di malam seperti ini? Sandra rasa itu bukan masalah pekerjaan.
Tak lama lelaki itu selesai menelpon. Sandra pun menegakkan tubuh, dan tepat ketika itu Harley berbalik menghadap dirinya. Mereka sama-sama terdiam untuk sesaat, sampai akhirnya Harley pun bertanya. "Apa yang kau lakukan di luar? Ini sudah malam."
Alisandra balas menatap pria itu menantang. "Kau juga. Apa yang kau lakukan di luar diam-diam seperti ini, Hally? Siapa yang kau telpon?"
Sejenak Harley terdiam. Ia pun membuang nafas sebelum kemudian menjawab. "Jika kau lupa aku seorang pasukan pengaman, aku bekerja menjaga kalian. Keluar siang atau pun malam adalah sesuatu yang biasa. Justru aku yang seharusnya bertanya, apa yang kau lakukan di sini, Nona?"
Sandra mendengus lalu bergumam sambil membuang muka. "Aku tidak melihatmu bekerja dengan ponsel itu."
"Masuklah," titah Harley.
Alisandra masih bersidekap, tanpa sekalipun bergerak menuruti perintah Harley.
"Ini rumahku. Terserah aku mau diam di mana saja," cetusnya enggan.
"Apa kau tidak takut kesiangan? Bukankah besok ulangan?"
"Ulangan atau tidak, itu urusanku," jawab Alisandra. Sekali lagi ia bertanya. "Kau mau pergi?"
Harley mengernyit. Dari rautnya ia tahu bahwa Alisandra mendengar percakapannya barusan. "Tidak. Masuklah. Udara di luar sangat dingin. Kau bisa masuk angin dengan baju tidur seperti itu."
Harley sedikit mengamati pakaian Alisandra yang terbilang pendek. Sebuah gaun tidur berwarna pink pastel membuat kulit remaja itu terlihat cerah. Ia menatap sang nona muda dengan tatapan datar.
"Kenapa kau tidak memelukku saja agar aku tidak kedinginan?" tantang Alisandra.
"Nona." Harley tidak mampu berkata-kata. Menghadapi emosi labil seorang remaja ternyata lebih sulit dari menonaktifkan sebuah bom.
"Hally, mengaku saja, kau sedang berkencan, kan?"
Nampaknya Alisandra tak ingin menyerah dengan rasa penasarannya. Harley membuang nafas sesaat. Wajahnya yang tenang menatap Alisandra.
"Tidak."
"Bohong."
Melipat bibir, Harley berusaha sabar dan berpikir. Ia berkacak pinggang saat menunduk menatap sepatunya.
"Kau tahu aku tidak suka kau berkencan," cetus Alisandra jujur.
Pria itu mendongak menatap sang nona. Lama mereka saling beradu pandang seolah menyampaikan makna masing-masing, hingga tiba-tiba Alisandra mendekat mencubit sedikit kemeja bagian depan yang dipakai Harley. Gadis itu menengadah melihat Harley yang lebih tinggi darinya.
"Katakan, kali ini kau berkencan dengan siapa?"
"Nona."
"Aku sudah mencurigaimu sejak beberapa hari lalu," ucap Alisandra lagi.
Harley masih saja bungkam. Alisandra mulai kesal dan melepas gamitannya dari kemeja Harley. Dengan wajah datar, Alisandra pun mundur hendak meninggalkan lelaki itu.
Namun baru beberapa langkah berjalan, sesuatu terjadi mengejutkan.
Ctak! Prang!!
"Nona!"
"Aaaa!!!" Sandra berteriak saat sebuah benda meluncur dari kejauhan dan hampir mengenai wajahnya, jika saja Harley tak segera menarik gadis itu.
Alisandra menutup telinga serta matanya karena terkejut. Suara pecahan kaca jendela terdengar nyaring, dan sudah pasti akan membangunkan orang rumah.
Harley menegakkan kembali tubuh Alisandra yang sempat bersandar padanya. Ia menggeser gadis itu untuk berdiri di balik pilar. Sementara dirinya memeriksa, sambil menatap sekeliling dengan awas.
Sebuah pisau berbentuk bintang tergeletak di antara pecahan kaca. Semua jendela di mansion ini dilapisi anti peluru, jelas pisau itu bukan pisau biasa.
"Nona, masuklah sekarang. Aku akan mencari orang itu." Harley berbalik menatap Alisandra.
Sepertinya Alisandra masih sedikit syok. Bisa dilihat dari rautnya yang tegang, juga nafasnya yang sedikit tak beraturan.
"Aku ikut," ucap Alisandra keras kepala. Lama-lama Harley dibuat kesal oleh gadis itu.
Ia menyeret paksa Alisandra ke dalam rumah, lalu berniat menutup pintunya ketika Alisandra melawan dan balas menarik pintu tersebut.
"Nona!" desis Harley tajam.
"Aku ikut!" seru Alisandra kekeh.
"Alisandra Wiranata, kau pikir apa yang sedang kau lakukan?"
"Aku akan ikut denganmu!"
"Apa yang—" Belum sempat Harley selesai bicara, sebuah peluru meluncur ke arah mereka.
Dor!
Harley segera merangkul Alisandra hingga mereka jatuh berguling ke dalam rumah. Tembakan susulan pun datang berkali-kali, sampai-sampai Harley kesulitan bangun untuk membawa Alisandra.
Mereka bersembunyi di balik dinding di bawah jendela. Jendela itu masih aman karena seseorang di luar sana menembaknya dengan peluru. Harley masih penasaran dengan pisau bintang yang berhasil memecahkan salah satu jendela tadi. Entah senjata macam apa, tapi Harley khawatir benda itu datang lagi memecah kaca lain.
Hening. Tembakan itu berhenti setelah beberapa saat. Harley menatap Alisandra di pelukannya, lalu menengadah ke atas dengan pandangan awas.
Praaanngg!!!
Benar saja, benda itu datang lagi menghancurkan kaca jendela di atas mereka. Harley membawa Alisandra menunduk, dan dengan cepat menarik gadis itu berlari dari sana.
Suara gaduh tembakan memantul mengenai jendela yang tidak bisa pecah oleh peluru. Harley terus berlari bersama Alisandra di sepanjang lorong, hingga mereka bertemu Gibran dan Dante yang membawa shotgun di ujung koridor.
Dua lelaki itu berjalan tergesa. Gibran bahkan masih mengenakan baju tidurnya. Lelaki itu sempat melihat Harley dan Alisandra secara bergantian, namun itu tidak lama karena suasana tengah genting.
"Bawa dia masuk," titah Gibran pada Harley. Sementara dirinya menoleh pada Dante yang memegang tablet. "Di mana titiknya?"
"30 meter dari sini, Tuan."
"Oke." Gibran menoleh pada Harley dan Alisandra yang masih terdiam. "Apa yang kalian tunggu? Kau, cepat bawa putriku masuk!"
Tanpa menunggu lama Harley menarik lengan Alisandra untuk pergi dari sana. Ia mengantar gadis itu kembali ke kamarnya, sementara dirinya akan mengambil senjata dan kembali pada Gibran.
"Kunci pintunya. Hindari jendela dan bersembunyilah," ujar Harley, ketika ia mendorong Alisandra memasuki kamar.
"Hally, Mommy dan Allison ..."
"Jangan khawatir, Tuan pasti sudah mengamankan mereka."
Tidak tahu dari pihak mana yang menyerang, tapi kali ini mereka cukup berani karena datang langsung ke mansion.
Harley berlari setelah memastikan Alisandra menutup pintu kamarnya dengan rapat. Ia mengambil shotgun di ruang senjata sebelum menyusul Gibran dan Dante, juga sejumlah bodyguard lain yang sudah bergabung di sana.
Beberapa pengawal tetap bersiaga di sekeliling rumah, mengawasi situasi dan mengamankan para pelayan yang sempat berhamburan keluar.
Alisandra, ia berdiri cemas di dalam kamar. Sesekali gadis itu menggigiti kukunya khawatir. Kali ini ia menuruti Harley untuk bersembunyi dan menghindari jendela. Meski sebenarnya Alisandra sangat penasaran dengan apa yang terjadi di luar.
"Semoga Hally baik-baik saja," gumamnya kecil. "Daddy dan Dante juga."
...🍁🍁🍁...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
Lea_Rouzza
uuuhhh visual yg meledaakkk,,ijin mlipir y tor
2023-10-12
0
Wirda Wati
Koko rumahmu ..
jadi target ....
2023-10-02
0
bunga cinta
suka suka suka
2023-09-27
0