Pada jam istirahat di kantor, Zarina menemui Erni di ruangannya. Semalam setelah menghubungi orang tuanya ia sudah bertekad untuk segera pindah dari rumah Ibu Elis.
"Ada apa za, kok tampaknya sedang bingung? Apakah Seyla mengganggumu lagi?" tanya Erni menyelidik.
"Nggak, bukan soal itu tapi kali ini saya mau minta tolong untuk dicarikan kamar kost yang dekat-dekat dari sini, yang bisa dijangkau dengan jalan kaki," sahut Zarina.
"Ohh, boleh, boleh, nanti saya tanyakan di kompleks, apa masih ada kamar yang kosong,"
"Terima kasih sebelumnya!"
Zarina bersyukur karena punya teman yang baik sebagai tempat untuk mencurahkan segala unek-unek di hati. Erni adalah sosok perempuan yang sangat peduli dengan sesamanya dengan tidak memilih-milih teman. Ia berasal dari Kalimantan dan datang ke kota Jakarta untuk merantau. Kehidupan orang tuanya sangat mapan tapi ia tidak mau terus bergantung kepada mereka sehingga setelah lulus kuliah setahun yang lalu ia datang ke kota ini untuk mengadu nasib.
Erni sangat cepat akrab dengan seseorang karena punya sifat yang baik dan peramah. Walupun kelihatan tomboy tapi sebenarnya hatinya sangat lembut dan cepat terbawa perasaan ketika melihat orang lain sedang kesusahan.
Pada jam istirahat ini, Pak Alga juga sengaja keluar dari ruangannya dan pura-pura jalan melewati ruangan tempat Zarina dan ketika lewat pas di depan ruangan tersebut ia menoleh tapi tidak ada siapa-siapa di dalam. "Ke mana yah, gadis itu?" tanyanya dalam hati.
"Selamat siang, Pak! Mau keluar cari makan, yah?" tanya Seyla sambil mendekati Pak Alga.
"Tolong jaga sikapmu, Seyla!" ujar Alga dengan suara meninggi karena kesal melihat Seyla yang ingin menggandeng tangannya.
"Maksud Bapak?" tanya Seyla pula.
"Ini kantor, jadi tolong bersikap sopan atau kamu mau saya pecat?" seru Alga.
Karyawan yang berada di dalam ruangan serta-merta keluar karena mendengar suara ribut-ribut di luar. Namun setelah melihat Pak Alga mereka pun perlahan mundur dan kembali ke ruangan masing-masing.
Hanya Zarina dan Erni yang tidak sempat keluar karena sedang menikmati bekalnya sambil bertukar pikiran tentang tugas mereka di kantor tersebut.
Sementara itu Alga kembali ke ruangannya meninggalkan Seyla yang menatapnya penuh kekecewaan. "Tunggu saja pembalasan dariku dan suatu waktu kamu pasti akan bertekuk lutut di hadapanku!" maki Seyla dalam hati.
Tujuan Seyla bekerja di perusahaan milik orang tua Alga ini bukanlah untuk mencari uang karena orang tuanya juga adalah orang yang berada tapi sejak duduk di bangku SMA ia sudah tergila-gila kepada Alga yang saat itu satu sekolah dengannya tapi beda tingkat.
Setelah tamat SMA, keduanya sama-sama lagi masuk ke perguruan tinggi tapi beda jurusan. Waktu itu Alga berteman baik dengannya tapi hanya menganggap sebagai teman, tidak lebih. Kerap kali mereka bareng masuk ke kantin sehingga banyak teman-teman yang mengira bahwa keduanya adalah sepasang kekasih dan Seyla pun selalu menceritakan kepada mereka bahwa dirinya dan Alga sedang pacaran. Mereka percaya dengan omongan Seyla karena pada dasarnya keduanya memang sangat serasi. Seyla adalah bintang kampus yang selalu dikejar-kejar dan diidolakan oleh laki-laki dan begitu juga dengan Alga, dia selalu dikagumi oleh cewek-cewek yang ada di kampus.
"Akhh, sial!" pekik Seyla sambil menghentakkan kakinya ke lantai dengan keras.
Erni dan Zarina saling berpandangan saat mendengar pekikan dan hentakan kaki yang keras di luar namun tak ada niat untuk memeriksa karena menurutnya untuk saat ini makanan lebih penting ketimbang mengurusi hal yang tidak jelas.
***
Sore hari Erni pergi ke rumah kost yang letaknya tidak jauh dari rumah kontrakannya untuk menemui Ibu Leni, pemilik rumah kost tersebut.
"Selamat sore, Bu!" sapa Erni saat tiba di depan rumah dan mendapati ibu Leni sedang menyiram bunga.
"Eh, Nak Erni... Tumben main ke sini? Bagaimana kabar ibumu?" tanya Ibu Leni dengan ramah.
"Ibu baik-baik saja, kok, semalam kami sempat ngobrol lewat video call," sahut Erni.
Ibu Leni mempersilahkan menunggu di teras, sentara ia membasu tangannya pada air kran yang mengalir di tengah taman.
Erni langsung mengutarakan tentang tujuannya dan ia sangat senang karena ternyata masih ada dua kamar kost yang belum berpenghuni.
"Kapan teman saya itu bisa menempati kamar tersebut?"
"Terserah dia aja soalnya kamar itu sudah bersih, tinggal di sapu seperlunya aja karena baru seminggu ditinggal oleh mahasiswa yang baru saja menyelesaikan kuliahnya,"
Erni mengikuti Ibu Leni ke kamar yang dimaksud agar nantinya bisa menjelaskan keadaan kamar tersebut kepada Zarina dan benar saja bahwa kamar itu sudah siap pakai bahkan sudah dilengkapi dengan tempat tidur.
Di rumah itu ada lima belas kamar yang dipersewakan dan tinggal dua kamar yang masih kosong. Ibu Leni hanya menerima perempuan saja untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
Masalah keamanan tidak diragukan lagi karena ada satpam yang berjaga dan rumah tersebut juga memiliki pagar besi yang tinggi.
"Bagaimana dengan sewanya, Bu?"
"Boleh di angsur setiap bulan atau kalau teman kamu itu mau bayar per tiga bulan sekali, boleh juga,"
"Berapa per bulan?"
"Rp 350.000,"
Erni pulang ke kontrakannya setelah puas bercerita dengan Ibu Leni. Mereka akrab karena dulu waktu baru datang dari Kalimantan, Ibu Leni-lah yang mencarikan rumah kost karena saat itu kamar kost miliknya sedang terisi semua.
Pertama kali datang ke kota ini, Erni ditemani oleh ibunya dan saat itulah Ibu Leni juga akrab hingga saat ini mereka sering teleponan.
Tiba di kamar kost, Erni langsung menghubungi nomor ponsel Zarina tapi tidak aktif. Tampak ia menggerutu karena Zarina selalu kebiasaan tidak mengaktifkan ponselnya sehingga sangat sulit untuk berkomunikasi dengannya.
Keesokan harinya Zarina begitu semangat berangkat ke kantor karena sudah tidak sabar ingin mendengar kabar dari sahabatnya mengenai rumah kost.
Semalam ia sangat gelisah dan tidak bisa tidur dengan nyenyak karena Ibu Elis dan Tini selalu menyindirnya ketika sedang makan malam.
Kebetulan saja Ibu Elis pulang ke rumah dan membawa lauk yang sudah masak sehingga Zarina tidak jadi ke warung untuk membeli ikan.
Ketika mereka sedang makan, lauk yang tidak terlalu banyak itu cepat habis dan rupanya tuan rumah masih belum kenyang sehingga mengeluarkan kata-kata sindiran yang sangat menyakitkan.
Sudah dua bulan terakhir ini Zarina yang belanja kebutuhan dapur menggunakan uang pribadinya dan hal ini juga yang membuat dirinya ingin segera minggat dari rumah itu.
"Selamat pagi!" sapanya setelah berada pas di depan pintu ruangan sahabatnya.
"Selamat pagi juga, kenapa tuh ponselnya nggak pernah aktif, sih?" ucap Zarina.
Zarina hanya terkekeh melihat wajah sahabatnya yang cemberut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments