Zarina mengetuk pintu dengan perasaan was-was dan beberapa saat kemudian pintu terbuka dengan lebar. Sosok Alga berdiri di situ dengan senyum yang manis dan sorot mata yang teduh sambil mempersilahkan tamunya untuk duduk di sofa empuk.
"Terima kasih sudah datang!" ucap Alga dengan senang. Ia kembali duduk di kursi kebesarannya tepat berhadapan dengan tempat duduk Zarina saat ini.
"Ada apa Bapak memanggilku ke sini?" tanya Zarina dengan ragu-ragu namun perasaan takutnya sudah berkurang setelah melihat sikap Pak Alga yang tampak santai dan bersahabat. Tidak seperti yang ia bayangkan tadi ketika sedang menuju ke ruangan ini. Dalam bayangannya tadi, ia akan disambut dengan wajah garang karena murka.
"Ingin mengajakmu keluar untuk makan siang," sahut Alga membuat Zarina kaget dan seolah tak percaya.
"Maaf, Pak, saya punya bekal dari rumah tadi, nanti mubazir kalau nggak dimakan!" kata Zarina dengan jujur.
Alga tersenyum mendengar perkataan Zarina. Dalam hati ia semakin mengagumi kepribadian yang dimiliki oleh gadis desa ini. Ia membayangkan seandainya gadis lain yang diajak oleh bosnya untuk makan di luar, sudah pasti tidak akan menolak.
"Kalau begitu, silahkan kembali untuk mengambil bekalmu dan kita makan di sini!" pinta Alga.
Zarina bangkit dari tempat duduknya dan melakukan apa yang diperintahkan oleh Alga dan setelah ia menghilang di balik pintu, Alga segera meraih ponsel di meja dan menghubungi seseorang.
"Tolong antar makanan kesukaanku dua porsi ke ruanganku sekarang dan ingat, jangan pake lama!"
Tanpa menunggu respon dari seberang sana ia langsung memutuskan sambungan secara sepihak.
Tak lama kemudian Zarina muncul di pintu dan di tangannya sudah ada wadah segi empat berwarna biru yang berisi bekal untuk makan siang. Belum juga ia duduk, seorang pria yang berkumis tipis datang pula membawa makanan yang dipesan oleh Alga.
"Terima kasih, kamu memang patut diandalkan!" ucap Alga memuji Bang Kardi, langganan yang berjualan makanan.
"Sama-sama Pak Bos," jawabnya dengan senyum sumringah sambil menerima uang yang disodorkan oleh Alga. Bang Kardi selalu melayani Alga dengan baik karena ia selalu mendapatkan bayaran yang lebih dari harga yang sebenarnya.
Alga menutup dan mengunci pintu lalu mengajak Zarina untuk makan.
"Kenapa pintunya dikunci segala, Pak? Saya takut kekasih Bapak akan marah dan melabrakku habis-habisan jika tahu kita hanya berduaan dalam ruangan yang terkunci,"
"Percayalah, tidak akan ada yang marah padamu karena saya tidak punya kekasih!"
"Trus, tadi yang menemani Bapak di sini, siapa yah?"
"Ohh, itu, anggaplah perempuan yang tidak penting dan tidak punya malu,"
Zarina diam namun pikirannya tidak tenang. Ia melirik ke arah Pak Alga yang sementara membuka kotak makanan yang diantar oleh pria berkumis tadi.
"Coba saya lihat bekalmu!"
"Maaf, Pak, nggak usah soalnya makanan olahan saya ini kurang enak!"
Alga meraih kotak makanan itu dan ia suka dengan aromanya.
"Boleh nggak, saya makan bekalmu?"
"Jangan Pak, tadi saya udah sempat menyendok dua kali ke mulut tapi langsung berhenti karena harus mengangkat telepon dari Bapak, trus disuruh menghadap ke sini!"
"Nggak apa-apa... saya makan sekarang, yah?"
Tanpa menunggu jawaban dari yang empunya bekal ia mulai makan setelah menyodorkan satu bungkus makanan yang dipesan tadi kepada Zarina sebagai ganti bekalnya.
Zarina memperhatikan Alga yang makan dengan lahap padahal isi kotak tersebut hanya nasi biasa, ikan teri sambal yang tidak terlalu pedas dan sayur kacang panjang yang dimasak dengan campuran tempe. Ia jadi heran karena bosnya itu tidak lagi menghiraukan makanan yang dipesannya tadi.
"Ayo, makan!" ajak Alga untuk kesekian kalinya karena melihat Zarina masih ragu-ragu.
"Atau kamu nggak suka dengan lauk daging ayam goreng? Trus kamu sukanya makan apa, biar saya pesan sekarang!"
"Nggak usah, Pak, saya suka kok, makan daging ayam goreng!"
Zarina memang sangat suka makan ayam goreng. Ia pun mulai makan karena sesungguhnya perutnya sudah merontah-rontah minta untuk segera diisi.
Alga pun semakin bersemangat untuk menyantap makanan yang masih tersisa di hadapannya apalagi makan ditemani oleh seorang gadis yang cantik dan sederhana.
Tak ada suara tapi sesekali mata keduanya saling tatap dan melempar senyum. Zarina selalu menunduk ketika matanya beradu dengan mata teduh milik Alga karena sesuatu di dalam sana bergetar dan jantung pun bertalu-talu tapi Zarina menahan diri karena ia sadar levelnya jauh di bawah bahkan sangat jauh.
"Besok-besok kita makan bareng lagi, yah!" kata Alga dengan senang.
Zarina mengangguk ragu. Ia tidak yakin bisa masuk keruangan ini sesering mungkin karena sudah mendengar dari rekan kerja bahwa ada banyak perempuan yang berlomba untuk mendapatkan simpati dari Pak Alga.
"Terima kasih Pak, saya pamit dulu karena tidak lama lagi waktu istirahat selesai!" ucap Zarina setelah membuang bungkus makanan pada tempat sampah yang telah tersedia.
"Terima kasih juga atas makanannya yang sangat pas di lidah saya!" ucap Alga pula dengan senyum yang tak pernah lepas dari bibirnya.
"Sama-sama, Pak," sahut Zarina dengan sopan.
Zarina keluar dengan membawa tempat bekalnya yang sudah kosong dan ketika melewati beberapa ruangan, ia menjadi pusat perhatian dari rekan-rekan yang lain membuatnya jadi kikuk, apalagi melihat tatapan tajam dari Seyla.
Seyla menghadang tepat di depan pintu ruangannya dengan wajah memerah karena marah dan merasa tersaingi oleh perempuan yang berasal dari desa.
"Kamu sengaja yah, mau merusak hubungan saya dengan Bos?" gertaknya.
"Nggak, kok, Mbak, saya tadi ke sana karena dipanggil oleh Pak Alga,"
"Pasti kamu berbohong, nggak tahu malu! Tidak mungkin Pak Alga akan tertarik kepada gadis desa yang kampungan,"
"Saya minta maaf, Mbak, tapi benar, tadi Pak Alga yang menyuruhku datang ke ruangannya,"
"Gara-gara kamu, acara makan siang saya dengan Pak Alga jadi batal. Awas yah , kalau kamu masih berani mendekati calon suamiku, akan kubuat perhitungan denganmu!"
Para karyawan yang menyaksikan kejadian tersebut hanya diam karena takut kepada Shyla yang suka melapor kepada Pak Rafi dan Ibu Gita, orang tua Alga. Seyla dekat dengan kedua orang tua Alga karena ia sendiri yang selalu cari-cari muka agar keinginannya bisa tercapai untuk menjadi kekasih Alga.
Hampir semua karyawan yang bekerja di kantor tersebut tidak menyukai sikap Seyla yang sombong. Ia memang sangat cantik seperti artis korea tapi sikapnya yang semena-mena membuat dirinya dijauhi oleh teman-teman.
Zarina meneruskan langkah kakinya hingga tiba di ruangan kerjanya. Ia merasa sedih dengan perlakuan Seyla yang memaki-maki dirinya dengan kata-kata hinaan. Tak terasa air matanya mengalir di pipi.
Erni, yang ruangan kerjanya berdekatan dengan Zarina datang menghampiri karena kasihan melihat temannya yang sedang bersedih.
"Jangan diambil hati, dek, Seyla itu memang sudah begitu orangnya!" kata Erni menghibur Zarina.
"Terima kasih atas perhatiannya!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments