Sadar Setelah Harta Terkuras
Zarina telah menyelesaikan pendidikannya di bangku kuliah dengan nilai yang biasa-biasa saja, tidak terlalu tinggi tapi juga tidak terlalu rendah. Ia berada pada posisi yang biasa-biasa saja.
Sebagai anak yang ke-empat dari sembilan bersaudara, ia tumbuh menjadi seorang gadis yang mandiri karena sejak dari kecil dididik oleh kedua orang tuanya agar tidak terlalu berharap kepada orang lain.
Pak Adnan adalah salah seorang anggota Tentara Nasional Indonesia yang punya sikap tegas dan berwibawa. Karakter itu pulalah yang dimiliki oleh Zarina tapi bedanya, ia sedikit keras kepala.
Orang tuanya punya lahan yang luas dan ternak yang banyak sehingga mampu menyekolahkan anak-anaknya hingga meraih gelar sarjana.
Kedua kakaknya, Samsul dan Gedi juga sudah bergelar sarjana dan telah menjadi ASN. Keduanya sama-sama menjadi seorang guru dan mengajar di tingkat SMA tapi ditempatkan di sekolah yang berbeda dan lokasinya berada di luar kota. Sementara Mira, kakak tertua hanya tamat SMA dan kini telah menikah bahkan sudah punya tiga orang anak.
Sementara itu, adik-adiknya ada yang kuliah dan juga masih ada yang duduk di bangku SMA dan SMP.
Gelar sarjana telah disandangnya dan dijadikan modal untuk merantau ke kota Jakarta karena di sana ada kerabat dekat, yakni saudara kandung ayahnya yang akan mengurus segala sesuatu sehubungan dengan pekerjaan yang akan digeluti.
Pak Adnan dan Ibu Dina, orang tua Zarina mengiklaskan kepergian anaknya yang berwatak keras itu karena di kampung tempat tinggal mereka tidak ada lowongan pekerjaan kecuali melamar di sekolah-sekolah untuk menjadi tenaga honorer yang besaran insentifnya tidak sesuai dengan beratnya pekerjaan dan biasa diistilahkan dengan guru suka rela.
Tiba di Jakarta Zarina tidak bekerja sebagai guru sesuai dengan ilmu yang telah diperolehnya tetapi ia malah melamar pekerjaan di beberapa kantor dan setelah menunggu sekian lama akhirnya ia mendapat surat panggilan dan diterima pada salah satu kantor sebagai staf administrasi setelah menganggur kurang lebih enam bulan.
Hampir saja ia putus asa dalam penantian yang panjang. Ditambah lagi dengan hanya menumpang secara gratis di rumah sanak saudara, sungguh membuat dirinya kurang nyaman, apalagi tantenya ini juga punya anak perempuan yang hampir seumuran dengan dirinya karena hanya beda setahun dan sekarang ini sudah hampir juga menyelesaikan studynya di bangku kuliah.
Tini, adik sepupunya ini punya sifat pendiam dan kadang-kadang menampakkan wajah yang kurang bersahabat. Ingin rasanya minggat saja dari rumah itu seandainya tidak merasa berhutang budi karena telah mendapat tumpangan yang gratis selama beberapa bulan.
Zarina sangat senang ketika sudah bisa bekerja karena separuh waktunya ia habiskan di kantor. Walaupun demikian, tak lupa ia selalu bangun subuh dan membereskan pekerjaan di rumah kemudian berangkat ke kantor. Sore hari ia pulang dan selalu disambut dengan cucian piring yang sudah menggunung.
Ibu Elis mempunyai tiga orang anak, dua laki-laki dan satu perempuan. Tini merupakan anak pertama. Ibunya tidak pernah menyuruh atau menegur anaknya agar melakukan pekerjaan di rumah sehingga terkadang Zarina merasa bahwa dirinya benar-benar dijadikan pembantu di rumah tersebut.
Ibu Elis dan Pak Gunawan adalah pasangan yang sibuk bekerja. Pak Gunawan mengajar di salah satu universitas di kota Jakarta dan istrinya juga bekerja sebagai guru di SMA Negeri Makmur. Keduanya juga sangat aktif di beberapa organisasi sehingga mereka jarang berada di rumah.
Mau tak mau Zarina harus menyiapkan juga makanan untuk malam keluarga karena orang di rumah akan menunjukkan wajah yang kurang senang jika tidak ada makanan yang siap di meja.
Sejak Zarina bekerja dan sudah terima gaji pada bulan pertama, Ibu Elis sengaja tidak menyiapkan bahan makanan di rumah sehingga Zarina menggunakan uangnya untuk berbelanja kebutuhan dapur.
"Waduuhhh, ponakan Tante udah gajian, yah!" ucap Ibu Elis dengan senyum merekah melihat kulkas sudah berisi dengan aneka sayur, ikan, dan daging.
"Iya Tante," sahut Zarina sambil tersenyum.
"Lain kali nggak usah repot-repot belanja, simpan aja uangnya buat modal usaha nantinya. Nih, Tante baru rencana mau keluar untuk belanja, ehhh... ternyata kulkas sudah penuh," ujar Ibu elis basa-basi.
"Iya Tante," sahut Zarin lagi.
Ia pun kembali sibuk menata makanan di meja makan lalu memanggil semua penghuni rumah untuk menikmati masakannya.
Satu per satu mereka datang mendekat ke meja makan lalu mengambil makanan sesuai selera.
"Terima kasih Zarina, sudah belanja dan masak yang enak malam ini!" ucap Ibu Elis.
"Wajar dong Bu, Zarina belanja, dia 'kan udah lama numpang gratis di rumah kita!" ucap Tini dengan ketus. Ia tidak senang melihat ibunya memuji kakak sepupunya itu.
"Jaga omonganmu, Tini! Tidak baik loh, ngomong begitu!" hardik Pak Gunawan.
"Ohh, jadi begitu yah, semua orang di dalam rumah ini lebih perhatian kepada Zarina dibanding anak sendiri!" kata Tini dengan kesal. Ia berdiri dan mendorong tempat duduknya dengan kasar lalu pergi meninggalkan mereka.
Zherin yang sudah menghadapi makanan di piring jadi sedih. Matanya mulai berkaca-kaca tapi ia berusaha untuk menahan agar bulir,bulir bening itu tidak lolos dan selera makannya juga sudah hilang.
"Maaf Zarina, omongan adikmu jangan diambil hati yah!" kata Pak Gunawan.
"Iya, nanti kalau dia sudah lapar pasti akan kembali ke sini," sambung Ibu Elis.
Zarina hanya mengangguk karena ia tidak sanggup lagi berkata-kata.
"Ayo, kita makan, Kak!" ajak Fajar, si anak bungsu.
Fajar punya karakter yang berbeda dengan kedua kakaknya, Tini dan Irfan yang pendiam. Fajar sering berbagi cerita tentang pengalamannya di sekolah kepada Zarina sehingga keduanya tampak akrab.
Zarina mengulas senyum dengan paksa dan mencoba menyendok nasi ke dalam mulutnya. Walau susah tertelan tapi ia juga merasa kurang sopan jika langsung berhenti dan meninggalkan meja makan.
Irfan tampak sangat menikmati makanannya tapi ia tidak pernah berkomentar hingga perutnya kenyang kemudian berlalu meninggalkan meja makan setelah meneguk segelas air putih.
Pak Gunawan dan Ibu Elis juga sudah kenyang dan keduanya pun meningalkan meja makan dan masuk ke ruang tengah untuk beristirahat sambil menikmati acara TV.
Tinggal Zarina dengan Fajar yang masih berada di meja makan. Fajar masih makan dan Zarina menunggunya dengan sabar.
"Kakak yang sabar, yah!" kata Fajar dengan sedih. Ia iba melihat kakak sepupunya disakiti oleh Kak Tini.
"Iya Dek, nggak apa-apa kok, udah biasa," sahut Zharin yang berusah terlihat santai padahal dalam hati ia ingin cepat-cepat mencuci piring dan masuk ke kamar untuk melampiaskan keluh kesahnya
Fajar tersenyum lalu pamit dan menyusul ke ruang tengah.
Zherin mengumpulkan piring dan perabot lainnya bekas makan dan mencucinya dengan bersih dan setelah semua pekerjaan di dapur selesai ia pun masuk ke kamar dan menangis sejadi-jadinya. Bayangan kedua orang tua dan saudara-saudaranya di kampung halaman semakin membuat hatinya sedih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
Dewi Hula Hula
mampir
2024-01-15
0
She_L
Makasih
2023-10-01
0
SUKARDI HULU
Yuk mampir dong, jangan lupa like, follow, subscribe dan beri hadiah y thor❣️🫰🙏
2023-10-01
0