Sebulan berlalu, tidak terasa sudah begitu lama Zura dan Neneknya merawat pria asing di rumah mereka. Pria asing yang sampai saat ini belum juga sadarkan diri. Dia masih tertidur tenang dalam kesakitannya. Hingga membuat Zura tidak tahu siapa pria ini. Bahkan, untuk mencari tahu pun mereka tidak bisa.
Hanya seminggu Zura dan Neneknya bisa merawat pria itu di klinik, setelah itu mereka memutuskan untuk membawa pria asing itu kerumah. Beruntungnya Nenek Zura bisa sedikit meracik ramuan tradisional untuk membantu luka-luka pria itu sembuh. Dan untuk asupan makanan, setiap hari mereka membiarkan jarum infus tertancap di lengannya.
"Kok nggak bangun-bangun ya, Nek?" tanya Zura. Dia sedang membersihkan tubuh pria ini sekarang. Pria tampan yang sangat bersih dan putih. Zura sampai tak pernah bosan melihatnya.
"Kepalanya luka parah, sekarang aja masih ada bekasnya. Dia cukup kuat bisa bertahan sampai sekarang, Zur," jawab Nek Sri. Nenek Zura itu terlihat sedang menumbuk sesuatu didalam wadah tempurung.
"Kasihan, keluarganya pasti khawatir cariin dia," gumam Zura, namun masih terdengar di telinga Nek Sri.
"Ya gimana, yang penting kita rawat aja dulu. Mau minta tolong sama siapa, pak Lurah aja gak mau tahu. Apalagi warga disini. Tabungan kita udah habis untuk biaya dia infus sebulan," sahut Nek Sri. Dia kembali membalurkan ramuan yang dia tumbuk ke kepala pria itu yang masih terluka, namun sudah mulai pulih. Dan sedikit memasukkan air perasannya kedalam mulut pria itu.
"Maaf ya, Nek. Zura gak tega kalau biarin dia mati. Dia juga manusia yang butuh pertolongan, kasihan," Zura berucap sembari membantu Neneknya membalurkan ramuannya.
"Iya, gak apa-apa. Kalau bukan kita siapa lagi," jawab Nek Sri.
Zura mengangguk pelan, dia kembali membersihkan tubuh pria itu yang juga penuh luka. Tapi semua sudah mengering hanya tinggal bekasnya saja.
"Nenek mau ke kebun, cari sayur buat di jual besok. Kamu dirumah aja, nanti masak buat makan malam kita," ujar Nek Sri pada Zura.
"Iya, Nek," jawab Zura. Dia tersenyum memandang Nek Sri yang sudah pergi keluar dari kamar itu. Kamar kecil yang mereka digunakan untuk tempat lelaki asing yang sudah selama sebulan ini menjadi tanggung jawab mereka.
Setelah kepergian Nek Sri, Zura kembali memandangi pria itu. Bibirnya langsung tersenyum dengan tangan yang mulai menjulur dan menyentuh wajah pria itu yang sangat tampan. Dia memiliki bentuk wajah yang sangat sempurna. Hingga membuat Zura tak pernah bosan memandanginya.
"Kapan kamu bangun, aku udah gak sabar pengen lihat mata indah kamu ini," Zura berucap sembari mengusap mata pria itu, mata yang juga terluka beberapa waktu lalu. Mata indah dengan bulu mata yang lentik.
"Senyum kamu pasti manis," kata Zura lagi yang kini sudah beralih pada bibir pria itu. Bibir yang sudah tidak sepucat beberapa waktu lalu. Kini bibir itu sudah mulai merona. Membuat ketampanannya semakin terlihat.
"Ah, ternyata ada ya manusia setampan kamu," gumam Zura kembali. Bahkan senyumnya begitu lebar dengan wajah yang merona malu. Dia salah tingkah sendiri melihat pria ini.
Selama sebulan, hanya ini yang Zura lakukan ketika selesai membersihkan tubuh pria ini. Memandangi seluruh wajahnya yang tampan. Mengagumi setiap keindahan yang semakin hari semakin terlihat. Membuat Zura merasa jatuh cinta dengan pria tampan ini.
Zura tinggal di pedesaan, lebih tepatnya di ujung desa dekat hutan dan sungai. Mereka jauh dari tetangga, karena Zura dan Neneknya termasuk warga yang di kucilkan. Hanya ada rumah Kang Akmal, itupun berbatas dengan kebun orang. Hidup mereka cukup sulit, apalagi Zura dan Neneknya hidup hanya dengan mengharapkan dari hasil kebun sayur yang tidak seberapa.
Pernah beberapa waktu lalu Zura meminta tolong pada warga desa, namun yang terjadi dia malah dihina sebagai perempuan murahan yang membawa laki-laki kerumah. Bahkan mereka sama sekali tidak mau tahu dengan keadaan pria asing yang butuh pertolongan itu. Hingga akhirnya, Zura dan Neneknya lebih memilih untuk merawat pria ini sendiri.
"Cepatlah bangun, kamu tidak rindu dengan keluargamu? Aku gak tahu bagaimana cara menghubungi mereka." Zura berbicara seakan-akan pria ini bisa mendengar. Ya, dia sangat berharap jika pria ini akan cepat sadar. Sudah sebulan dia disini, keluarganya pasti bingung mencarinya.
Zura kembali mengusap wajah tampan itu dan membenarkan selimut yang menutupi tubuhnya. "Aku keluar dulu, mau masak. Kamu baik-baik disini ya," ujar Zura sembari mencubit gemas hidung mancung pria itu. Namun sedetik kemudian dia langsung terkekeh geli dengan ulahnya sendiri.
"Astaga, kayaknya aku udah gila karena ngomong sama orang pingsan," Zura bergumam sambil beranjak dari ranjang pria itu. Dia merapikan meja kecil bekas Neneknya membuat ramuan tadi. Dan setelah itu berniat untuk membawa peralatan itu keluar.
Namun, baru akan melangkah tiba-tiba Zura mendengar sebuah gumaman halus. Zura mengernyit bingung, dia langsung membalikkan tubuhnya dan memandang pria itu. Mata Zura langsung melebar sempurna saat melihat bola mata pria itu mulai bergerak-gerak.
"Mom," gumamnya sangat pelan, bahkan hanya terdengar seperti bisikan.
Buru-buru Zura meletakkan kembali peralatannya di atas meja dan kembali duduk disamping pria itu. Bahkan dia mendekatkan telinganya di dekat bibir pria itu.
"Mommy," gumam pria itu kembali.
"Mommy," gumam Zura pula.
"Hei, ayo bangun. Buka mata kamu," pinta Zura sembari mengusap lengan pria itu dengan lembut.
Gumaman beberapa kali terdengar, namun disaat Zura menunggu pria itu membuka mata, gumaman pria itu malah terhenti, bibir pria itu juga terkatup rapat kembali. Begitu pula dengan matanya yang sudah tenang.
Zura mengernyit heran, dia mengusap wajah pria itu sejenak. "Hei, ayolah bangun, jangan tidur terus. Kamu gak mau sembuh? Gak mau ketemu Mommy?" tanya Zura, dia berusaha untuk membangunkan pria itu lagi.
"Ayo bangun, udah sebulan kamu tidur. Jangan buat Nenek tambah capek Lo," ucap Zura kembali.
Entah apa saja yang dikatakan oleh Zura, namun semua berhasil dan membuat pria itu kembali bereaksi.
"Nah, iya. Ayo ganteng, kamu pasti bisa. Bangun ya, kamu harus lihat aku. Ayo berjuang dulu," panggil Zura.
Dia tersenyum saat melihat tangan pria itu yang juga mulai bergerak, meski lemah tapi itu sudah cukup bagus. Zura langsung meletakkan tangannya digenggaman pria itu hingga dia bisa merasa jika pria itu pun mulai menggenggam tangannya.
"Bangunlah," bisik Zura ditelinga pria itu. Hingga tidak lama kemudian, mata itu mulai terbuka membuat Zura juga ikut tersenyum senang.
"Kamu bangun," Zura berucap tertahan. Dia begitu senang melihat mata itu terbuka meski masih begitu lemah dan sayu. Bekas lukanya membuat mata pria itu sedikit memerah.
Namun, senyum Zura kembali meredup saat melihat pria itu seperti memandang kosong keatas. Tapi Zura masih bisa merasakan genggaman tangannya.
Ada apa dengan lelaki ini?
"Hei, Mas!" panggil Zura sembari menggoyangkan tangan pria itu dengan pelan.
Pria itu mengernyit, dia seperti menahan sakit sekaligus mencari-cari suara Zura.
"Mas," panggil Zura kembali. Dia bahkan melambaikan tangannya didepan wajah pria itu. Namun, tidak ada respon sama sekali.
"Kenapa gelap?" suara lemah pria itu mulai terdengar.
Zura terdiam, dadanya terasa berdetak kencang mendengar pertanyaan itu. "Gelap," gumamnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
shadowone
hampir sama ceritanya Aleena Kenzo, tapi Kenzo ga sampai buta. Aku penggemar Aleena Kenzo ya rupanya karya author sendiri. Kok bisa ya thor aku baru follow author, padahal aku uda follow luh waktu baca Aleena Kenzo dan Christian Rose?
2024-03-26
1
glade🌊
yaampun jadi senyum2 sendiri😅
2024-01-11
1
Indri Ani40
🥺🥺🥺🥺🥺🥺
2024-01-07
1