Clement menarik kerah Jerome dan mendekatkan wajahnya ke laki - laki muda yang tubuhnya jauh lebih besar dan kekar. "Mengapa orang kaya seperti kalian selalu memberi alternatif supaya perempuan menjual tubuhnya di saat terlilit hutang? Apa tidak ada cara lain? Yang ada di kepala kalian selalu saja yang ada hubungannya dengan menikmati tubuh wanita." sergahnya kalut.
Marah, putus asa, tertekan, pikiran buntu bercampur menjadi satu tetapi dia juga harus bertindak cepat untuk mengatasi masalah yang mencekik leher. Dia menyayangi Seraphina layaknya puteri kandung, bagaimana bisa dirinya rela puterinya dijual kepada laki - laki asing?
Sekali tepis saja, tangan Clement terlepas dari kerah Jerome. Kemudian dengan anggun Jerome merapikan pakaiannya, dan berdiri tegap sambil menatap dalam - dalam petani tua yang bernyali besar ini. "Jangan melimpahkan kesalahan kalian padaku! Bukankah kalian yang mengeksploitasi anak kalian?"
"Tidak!" serempak Dorris dan Clement menjawab.
"Berapa usia puteri kalian?" cecar Jerome lagi.
Tahu arah pembicaraan Jerome, Clement dan Dorris menelan ludah dengan berat. Mereka tahu aturan negara ini bahwa anak dibawah umur dilarang bekerja. Andaikata bekerja pun, akan ada aturan - aturan yang akan mengatur dengan ketat.
"Yus... "
Tak tega melihat Jerome mengintimidasi orang tuanya, Seraphina memanggil teman barunya itu. Hati kecilnya mengatakan kalau Jerome tidak sejahat yang terlihat dari penampakannya saat ini.
Jerome menoleh. "Berapa usiamu, Sayang?"
Clement dan Dorris ternganga. Aura tegas yang baru saja melingkupi Jerome mendadak hilang, berganti dengan aura warna merah jambu. Lenyap sudah kegarangannya, tangannya bahkan mengusap kepala Seraphina dengan sayang.
"Tahun ini genap tujuh belas tahun, Yus." jujur Seraphina.
"Belum resmi tujuh belas tahun dan sudah bekerja di sebuah cafe? Jam kerjanya pun diatas ketentuan jam kerja normal seorang siswa. Bagaimana menurut kalian?" tanya Jerome pada Clement dan Dorris. Dia melipat kedua tangan di depan dada, kembali ke mode jahat tanpa belas kasih.
Dorris mer-e-m-a-s celemeknya sambil menunduk. Clement pun tak bisa berkata - kata lagi. Aturan kerja untuk anak usia dibawah tujuh belas tahun di negara ini sangatlah ketat. Mulai dari jumlah jam kerja, upah, lokasi kerja hingga jam malam. Andaikata Jerome melaporkan, bisa - bisa mereka mendapatkan sangsi atau denda yang berat. Mengingat soal ini, kepala mereka terasa berputar cepat. Hutang saja belum lunas, kalau ditambah dengan denda, bisa - bisa mereka harus menjual ginjal.
"Tapi, Yus. Mereka tidak pernah memaksaku. Aku yang berinisiatif sendiri untuk bekerja. Uhm... , bisakah kamu membantu kami untuk merahasiakannya? Lagipula beberapa bulan lagi aku sudah tujuh belas tahun. Ya?" bujuk Seraphina, tanpa sadar kedua tangan mungilnya memegang lengan kekar Jerome. Seperti seorang anak yang memohon sesuatu pada ayahnya.
Clement dan Dorris mengangguk - anggukkan kepala, ikut mendukung Seraphina.
"Tenang saja, aku tidak akan mengatakan kepada siapa pun. Sebagai gantinya, ijinkan aku mengunjunginya kapan pun aku bisa." ujar Jerome lagi sambil tersenyum penuh kemenangan.
Clement dan Dorris ternganga. "Kapan pun katamu?" protes Clement yang lebih dahulu berhasil menguasai diri. Emosinya kembali tersulut, ternyata benar laki - laki kaya ini mengincar anak gadisnya.
"Ya. Kapan pun!" ucap Jerome lambat - lambat demi mempertegas perintahnya.
"Apa sebenarnya maumu?" Dorris mulai terpancing emosi.
"Aku mau dia!" tegas Jerome sambil merangkul bahu Seraphina.
"APA?!"
"Jangan berpikiran kotor. Aku akan membeli bakatnya dengan melunasi hutang kalian. Kompensasinya sangat mudah, yaitu serahkan pendidikan Seraphina sepenuhnya kepadaku. Setiap hal yang berkaitan dengan pendidikannya tidak ada hubungannya dengan kalian." ujarnya lagi dengan cepat. Nada suaranya benar - benar tak bisa dibantah. Kemudian Jerome menggandeng tangan Seraphina. "Sudah malam. Ayo, aku antar pulang. Dimana rumahmu?"
Clement dan Dorris memandang punggung laki - laki kaya dan puteri mereka dari belakang dengan sebal. Jelas sekali Jerome tidak meminta persetujuan melainkan sudah memutuskan.
"Dasar seenaknya!" umpat Clement kesal lalu berjalan mengikuti Jerome dan Seraphina.
"Ups! Duh!" Clement mengusap jidatnya yang sedikit sakit karena terbentur sesuatu yang keras. "Kenapa berhenti mendadak sih?" protes Clement. Kepalanya membentur punggung Jerome yang keras.
"Aku belum mendengar kalian berterima kasih karena sudah membantu. Tapi, anda malah mengumpati aku, Pak Petani!" tegur Jerome dingin tanpa menolehkan kepala.
Dorris menyenggol lengan Clement dengan sikunya, memberi kode untuk tutup mulut. Baginya, Jerome sangat aneh. Dia tak bisa dianggap remeh, wajahnya penuh misteri. Cara bicaranya yang penuh tata krama tapi tegas, ditambah lagi aura berwibawa yang terpancar setiap kali dia menegaskan sesuatu. Kata - katanya seperti sebuah perintah yang harus dituruti.
Sejak saat itu, Jerome sering datang dan bertemu dengan Seraphina. Setiap kali datang, dia membawa banyak buku pelajaran termasuk buku musik. Untuk memperdalam permainan piano gadis kesayangannya, Jerome membelikan sebuah piano kecil yang menjadi barang mewah satu - satunya di rumah Dorris dan Clement, memenuhi ruang tamu mereka yang sempit.
Keceriaan Seraphina saat bersama Jerome, kemajuan belajar dan kebaikan laki - laki muda itu berhasil meluluhkan hati Dorris dan Clement. Mereka menganggap Jerome seperti kerabat jauh.
"Aku tak pernah menyesal mengambil dan merawatmu saat itu. Benar - benar puteriku yang membanggakan." ucap Dorris terharu usai mendengarkan Seraphina memainkan Sonata No 14 milik Beethoven. Clement memberikan selembar tissue pada istrinya.
"Kita harus berterima kasih pada Yus. Dia mengajariku banyak hal. Mulai dari bisnis, tabble maner, piano bahkan pelajaranku saat ini meningkat pesat."
"Itu semua karena usaha kerasmu, Cantik." ucap Jerome pelan. Dia menyesap teh yang sudah disediakan oleh Dorris untuk dirinya.
"Tapi buku - buku, piano dan modal Dorris berjualan kue, semuanya darimu. Biar bagaimana pun aku mengucapkan terima kasih karena hidup kami lebih baik sekarang."
Jerome tertawa kecil. "Aku menolak ucapan terima kasih berupa kata - kata. Tapi... " Dia menggantung kalimatnya.
"Pasti minta kompensasi lagi. Iya kan?" tanya Seraphina sambil berkacak pinggang, bibir mungilnya mengerucut menggemaskan.
"Pasar malam!" sahut Jerome santai.
"Pasar malam?"
Jerome mengangguk. "Hm-hm." Setelah itu dia menoleh pada Clement dan Dorris. "Clement, Dorris ... --"
"Pergilah! Pergilah! Sekali pun kami melarang kalian, apa kamu mau patuh pada kami?" jawab Clement cepat, berpura - pura marah.
Seraphina melonjak senang, memeluk Clement dan Dorris bergantian lalu berpamitan. Jerome menengadahkan telapak tangannya Seraphina yang langsung disambut dengan senang hati oleh Seraphina.
Pasar malam begitu meriah. Gelembung bening bubble sabun besar dan kecil berterbangan dan tak lama meletus di udara. Bunyi musik mengalun, ikut meramaikan suasana. Aroma manis menguar dari sebuah stall yang menjual kapas warna warni nan lembut.
"Aku beli semua. Satu untuk gadis yang cantik di sebelahku ini dan berikan sisanya kepada anak - anak yang ada disini." ujarnya sambil memberikan sejumlah uang pada penjual harum manis. Jerome menolak saat penjual memberinya uang kembalian.
Tak lama kemudian, Seraphina dan Jerome sudah menyusuri kios - kios di pasar malam. Senyum dan tawa tak pernah lepas dari wajah Seraphina, menikmati harum manis sambil melihat pernak pernik lucu dan aksesories. Jerome mengikuti kemana saja Seraphina berjalan, seperti seorang kakak yang sedang menemani adik kecilnya bermain.
Tertarik pada orang - orang yang berkerumun menonton seorang pemuda sedang menembak, Jerome menunjuk ke kios tembak kaleng.
"Sera, apa mau lihat itu?"
"Ooooh... " Penonton koor, kecewa karena pemuda tadi gagal menembak kaleng - kaleng yang sudah disusun sedemikian rupa.
Jerome menghampiri penjaga kios dan membayar tiket. Seraphina bertepuk tangan memberi semangat pada laki - laki favorite-nya saat ini.
"Kamu mau apa?" tanya Jerome, kemampuan menembaknya tak perlu diragukan lagi. Dia memegang senapan angin dan ingin tahu hadiah apa yang diinginkan oleh Seraphina.
"Aku mau itu!" Seraphina menunjuk sebuah boneka bear. "Bear yang paling besar."
Jerome mengambil ancang - ancang, lalu meledakkan senapan angin. Peluru meluncur dari moncong senapan, diikuti tatapan tajam Jerome yang fokus pada hadiah utama. Boneka bear besar.
Suara kaleng jatuh terdengar begitu merdu ketika kaleng paling atas di deretan nomer satu jatuh.
"YES!" Seraphina melonjak kegirangan, refleks memeluk Jerome yang langsung mendaratkan bibirnya di kening gadis yang usianya terpaut enam tahun dibawahnya.
Merasakan ciuman di kening, Seraphina langsung membeku. Dia menunduk, menyembunyikan wajahnya yang merah padam. Tiba - tiba saja, Jerome memeluknya dan berbisik, "Bersikaplah biasa, pergi keluar dari bazar dengan cepat." Dia membenamkan kepalanya ke rambut Seraphina seolah sedang bermesraan. Setelah itu mereka langsung berjalan keluar dari area pasar malam.
Penjaga stand tembak bingung melongo mendapati pemenang hadiah utama sudah tidak ada di tempat. Baru saja dia kembali dari mengambil boneka bear besar.
"Permisi! Permisi!" Seorang pria bertubuh tegap melintas dengan terburu - buru, diikuti pria - pria lain dengan penampilan yang kurang lebih sama.
Sementara itu, Seraphina terseok - seok mengikuti langkah Jerome yang panjang - panjang.
"S-h-i-t! Kalian menggangguku saja!" geram Jerome ketika dua orang bertubuh tinggi besar menghalangi mereka di pintu keluar bazar.
Secara otomatis, Seraphina mundur selangkah dan bersembunyi di belakang Jerome.
Belum sempat Jerome melakukan apa pun, di belakangnya sudah muncul beberapa pria lain. Kalau di total ada delapan orang bodyguard. Tak sampai lima menit, Jerome diringkus dengan mudah dan dibawa masuk ke dalam sebuah mobil hitam mewah. Begitu pintu tertutup, mobil langsung meninggalkan tempat dengan kecepatan cukup tinggi.
Tak tahu apa yang sedang terjadi saat ini, Seraphina hanya bisa berteriak panik. "YUUUUS!" Dia berlari sekuat tenaga untuk mengejar mobil yang membawa sahabat baiknya, penolongnya.
BUG!
Sesuatu yang berat terasa menghantam punggung Seraphina dan setelah itu hanya gelap yang ada di matanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
kimraina
Aduuh aduuh siapa ya ini? Bukan org jahat kan 😭 kasihan serapinanya 😢jadi penasaran lanjutannya thor
2023-09-09
3