Pangeran Dan Gadis Yatim Piatu
Seorang laki - laki tampan mengenakan pakaian santai tampak berbaur dengan masyarakat di pinggiran kota. Beberapa kali dia berbincang ringan tentang perekonomian saat ini, sesekali dia memborong barang yang dijual oleh pedagang kecil lalu membagi - bagikannya.
Saat tiba di Ambrose City, sebuah kota kecil di pesisir pantai yang indah, laki - laki bernama Jerome itu bermain sepak bola dengan beberapa anak nelayan. Setelah puas bermain, Jerome mengajak anak - anak kecil itu ke mini market.
"Kalian boleh memilih makanan dan minuman yang kalian suka. Jangan lupa berikan oleh - oleh untuk adik atau kakak, ayah atau ibu kalian. Ok?" serunya dengan mata bersinar.
Dia mengedarkan pandangan keluar minimarket, sore hari di Ambrose terlihat ramai. Pelabuhannya merupakan salah satu pintu utama keluar masuk barang terbesar di Kerajaan Sigrid. Rasanya begitu menyenangkan bisa berbaur dengan masyarakat dan melakukan tindakan nyata dari pada berada di ruang rapat mendengarkan laporan dari setiap kepala daerah. Beberapa kali, Jerome mendapati laporan mereka tidak sesuai dengan kondisi lapangan.
"Tuan, Tuan, terima kasih." seru anak - anak kecil itu bersahut - sahutan. Tangan mereka yang penuh dengan makanan dan minuman namun wajah mereka terlihat cerah.
"Hari sudah sore, pulanglah ke rumah kalian. Hati - hati di jalan! Belajar yang baik dan semoga kelak kalian menjadi orang yang hebat." pesan Jerome sambil mengusap kepala bocah - bocah yang masih polos itu satu per satu.
Setelah membayar tagihan, Jerome kembali menyusuri jalanan dengan seulas senyum puas tersungging di bibir. Tidak sia - sia dirinya kabur dari acara ramah tamah di istana. Lebih baik berbagi dari pada menghamburkan uang untuk makan - makan dengan para bangsawan.
Deretan ruko di daerah pantai dengan cat warna cerah seakan menyambutnya dengan ramah. Samar - samar alunan musik menarik perhatiannya, langkah kaki Jerome pun terhenti. Dia melihat ke deretan rumah makan dan cafe yang di hadapannya, Jerome memejamkan mata, berusaha mendengarkan baik - baik dari mana asal musik tersebut.
Saat membuka mata, Jerome menjatuhkan pilihan ke sebuah coffee shop kecil dengan desain bangunan unik. Bisa saja permainan musik ini digunakan untuk menghibur pengunjung, beberapa coffee shop di negeri ini menyediakan live music sebagai teman minum.
Suara musik terdengar kian jelas saat Jerome memasuki sebuah coffee shop. Matanya langsung tertuju ke sudut ruangan. Disana ada seorang gadis sedang duduk di hadapan sebuah piano usang. Beberapa pengunjung tampak menikmati kopi mereka sambil mendengarkan musik yang mengalun lembut.
Penasaran dengan lagu dan juga pemain piano itu, Jerome mencari tempat duduk paling dekat dengan piano. Tanpa sadar, Jerome tak bisa melepaskan pandangan dari gadis pemain piano itu. Penampilannya sederhana dengan rambut di kepang satu khas gadis desa. Namun yang menarik adalah kulitnya tergolong sangat bersih untuk gadis pesisir pantai. Saat menunduk terlihat bulu matanya yang lentik. Benar - benar memukau!
Tiba - tiba saja musik berhenti, lalu gadis itu mengulang lagu yang sama dari awal. Berpikir kalau gadis itu ingin memainkan musik dengan style-nya sendiri, Jerome memesan secangkir kopi dan mulai mendengarkan permainan piano dengan penuh perhatian. Anehnya, hal yang sama terus terulang. Gadis itu selalu berhenti dibagian yang sama dan mengulangnya dari awal.
"Kenapa terus diulang dari awal? Bukankah lagunya belum selesai saat kamu mengulang bagian tadi?" Protes Jerome heran. Lagu yang dimainkan adalah lagu kesukaannya, dia ingin mendengarkan hingga selesai.
Terkejut, gadis itu mendongak. Mata almond-nya yang indah bertemu dengan sorot mata teduh milik Jerome.
"Maaf, Tuan. Saya hanya bisa sampai sini saja." jawabnya dengan nada penuh sesal.
Sesuatu dari dalam hati Jerome mendorong dirinya untuk berdiri dan langsung duduk di sebelah gadis pemain piano itu, Jerome memandang gadis itu dalam - dalam lalu tersenyum lembut.
"Kali ini aku akan memainkannya untukmu, Nona." ujarnya lalu mulai memainkan lagu dengan penuh perasaan.
Malu - malu si gadis menggeser tubuhnya sedikit menjauh, memberi jarak antara dirinya dan laki - laki di sebelahnya. Degup jantungnya mendadak saja tak beraturan. Belum pernah selama ini dirinya duduk sedekat ini dengan laki - laki. Lengan blouse yang dipakainya bersentuhan dengan lengan kemaja laki - laki gagah di sampingnya. Ditambah lagi wangi maskuline Yang menguar dari tubuh Jerome, membuat gadis itu seakan melayang ke tempat yang paling indah di dunia.
"Sekarang giliranmu." pinta Jerome saat dia sudah memainkan lagu yang sama beberapa kali.
"S-saya, Tuan?"
"Hm-hm." Jerome mengangguk sambil tersenyum.
"HEY! Mainkan musiknya lagi! Aku ingin menikmati kopiku bersama permainan pianomu yang indah." seru seorang pria yang duduk di dekat jendela.
"Aku akan memberimu tips lebih kalau kamu memainkan lagu yang tadi." sahut orang yang lain, dengan nada suara yang tak kalah kencang.
"Jangan khawatir! Aku akan membantumu." bisik Jerome, tatapannya masih tak bisa lepas dari gadis cantik di hadapannya.
Berusaha mengabaikan debar jantung yang tak terkontrol, si gadis mulai memainkan jari - jarinya diatas tuts. Musik kembali mengalun, perlahan hatinya tenang dan matanya bersinar menikmati setiap nada yang dimainkannya. Dia sangat suka piano.
Saat lupa nada dan terpaksa berhenti, secara otomatis Jerome melanjutkan permainan piano dengan baik. Kolaborasi yang indah. Sesekali mereka bertukar pandang dan tersenyum. Tanpa sadar, gadis itu hafal dengan sendirinya dan Jerome membiarkannya memainkan lagu itu sendiri.
Dia memutuskan kembali ke tempat duduknya sambil mengamati gadis yang usianya kira - kira berusia tujuh belas atau delapan belas tahun itu. Dengan alat musik tua saja, gadis itu bisa memainkan tangga nada dengan indah. Andai saja dilatih dengan baik, Jerome mulai berandai - andai. Sementara hari kian malam, pelanggan cafe yang puas meninggalkan tips cukup banyak di dalam kaleng di atas meja kecil dekat piano.
Gadis pemain piano menghentikan pertunjukannya saat melihat toples kaca sudah terisi setengah. Dia mengeluarkan uang dari dalam toples dan membagi dua sama banyak lalu pergi ke tempat Jerome.
"Terima kasih atas bantuannya, Tuan. Aku mendapatkan lebih banyak uang hari ini berkat anda." Si gadis menyodorkan lembaran uang kepada Jerome. "Ini milik anda, Tuan." ucapnya lagi sambil mengulas senyum terbaik di wajahnya. Biar bagaimana pun laki - laki di hadapannya turut berperan dalam menambah penghasilannya hari ini. Clement dan Dorris, orang tua angkatnya, pasti senang menerima uang darinya hari ini.
Jerome memicingkan mata. "Anda benar - benar menghina saya!" ketus Jerome sambil melipat kedua tangan di depan dada.
"Maaf, Tuan... " Gadis itu menunduk, tanpa sadar melipat - lipat uang yang ada di tangan, tak tahu harus berbuat apa. Dia benar - benar tidak bermaksud menyinggung laki - laki baik hati hadapannya.
Melihat ekspresi bingung bercampur panik gadis di hadapannya, Jerome tidak bisa menahan tawa. Rasanya menyenangkan bisa menggoda gadis itu. "Siapa namamu, Gadis Cantik?" tanyanya kemudian.
Gadis itu mendongak dan mendapati mata Jerome sudah kembali melembut. Ada kilat jenaka di dalam sana. Dengan pipi memerah, gadis itu menjawab, "... Seraphina, Tuan." ucapnya pelan. Perasaan malu bercampur senang memenuhi dadanya, laki - laki asing ini menyebutnya cantik. Iya, cantik!
Ada desiran halus merayap di dada Jerome saat mendengar nama Seraphina keluar dari bibir merah gadis itu. Sesaat mereka terdiam dan berpandangan, suasana mendadak canggung.
Jerome berdehem, lalu berkata dengan tenang. "Aku tidak butuh uang itu. Sebagai gantinya aku mau kamu!"
"Aku?" tanya Seraphina bingung dengan jari telunjuk mengarah ke wajahnya sendiri.
"Hm-hm. Aku mau kamu jadi temanku. Setiap kali datang ke kota ini, aku pasti akan menemuimu." ucap Jerome lagi. Kali ini nada suaranya lebih mirip seperti perintah.
Herannya, Seraphina sama sekali tidak keberatan. Hati kecilnya merasa aman dan nyaman setiap kali melihat mata cokelat gelap Jerome yang teduh. Mungkinkah dirinya sudah jatuh dalam pesona Jerome?
"Baiklah, Tuan... ?!" Seraphina baru sadar kalau dia belum tahu nama pria di hadapannya.
"Yus. Panggil saja aku dengan sebutan Yus." sahut Jerome cepat.
"Baiklah, Tuan Yus."
"Yus! Tanpa embel - embel tuan, bukankah kita berteman?" tuntut Jerome.
"Ehm, baiklah. Aku pulang dulu, Yus. Orang tuaku pasti sudah menunggu." pamit Seraphina.
"Tunggu!"
"Ya?"
Jerome terdiam beberapa detik, mencoba mencari alasan untuk berlama - lama dengan Seraphina. Tingkah laki - laki berusia dua puluh empat tahun ini seperti siswa SMA yang baru jatuh cinta. Perasaan tak rela untuk berpisah kini menyeruak di dada, dia ingin tahu segalanya tentang gadis ini.
"Aku akan mengantarmu ke rumah." ajaknya sambil menggandeng tangan Seraphina keluar dari coffee shop.
Seraphina melongo. Tatapannya berganti - ganti antara tangan dan wajah tanpa dosa milik Jerome. Sementara di dalam dada, jantungnya tak mau berhenti berdentam.
"YUS!" pekik Seraphina nyaring. Baru saja mereka keluar dari coffee shop, Seraphina merasakan tubuhnya tersentak ke belakang, genggaman tangan Jerome pun terlepas karena tak siap dengan serangan yang tiba - tiba.
Jerome terkejut dan menoleh. "Siapa kalian?" geramnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
kimraina
Aku bisa merasakan ada didekatnya 😹
2023-09-07
2