"Jika takdir membuat kita berpisah dengan orang yang kita cintai, takdir jugalah yang akan mengirimkan seseorang untuk menggantikan dia yang terhilang**." - Oei Monica -
Bunyi klakson dari kendaraan lain membuat Kenan terpaksa menerima Ivy untuk masuk ke dalam mobil. Pria itu melihat dari kaca spion, orang-orang berhenti mengejar mobilnya.
Mungkin mereka mengejar wanita ini.
Kendaraan roda empat itu kembali menggelinding di atas jalan raya. Tidak ada seorang pun yang berniat untuk memulai percakapannya lebih dulu. Hanya terdengar suara mesin mobil dan bunyi kipas pendingin udara yang mengisi kekosongan malam ini.
Setelah berjalan sekitar sepuluh kilometer, Kenan menepikan mobilnya di depan sebuah toko yang menjual karpet tradisional Turki. Ia menyalakan lampu yang ada di atas kaca spionnya, membuatnya dapat melihat jelas wajah pengantin wanita itu.
"Aku akan mengantarmu pulang. Katakan dimana rumahmu?"
"Aku tidak ingin pulang ke rumah. Terserah kau membawaku kemana malam ini," jawab Ivy sambil menatap manik mata abu-abu gelap yang juga sedang menatapnya.
Mendengar jawaban Ivy, membuat Kenan mengernyitkan dahinya. "Aku tidak ingin bermasalah dengan keluargamu. Katakan dimana rumahmu atau kau turun sekarang juga dari mobilku!"
Mulut Ivy terbuka lebar membentuk huruf O setelah mendengar perkataan Kenan yang penuh dengan penekanan.
"Sudah aku katakan, aku tidak mau pulang!" teriak Ivy dengan melebarkan kelopak matanya.
Kenan mendengus kesal mendengar teriakan wanita yang tidak ia kenal. Beraninya wanita itu meneriakinya.
Dia pikir siapa dirinya? Hanya seorang wanita yang membutuhkan tumpangan.
"Oke, jika kau tidak ingin pulang ke rumah. Aku akan mengantarmu kembali ke hotel." Kenan hendak menyalakan kembali mesin mobilnya.
"Jangan! Kumohon jangan kembalikan aku ke hotel. Aku tidak ingin menikah dengan Ferit!" seru Ivy dengan spontan dan tanpa sadar ia memegang lengan jaket Kenan. "Please...."
Wajah cantik itu memohon belas kasihan kepada Kenan. Manik mata hijau itu bagaikan sebuah aquarium dengan ikan hias dan tanaman airnya.
"Baiklah. Lepaskan tanganmu! Aku tidak bisa menyetir!" seru Kenan. "Katakan siapa namamu?"
Perlahan Ivy melepaskan tangannya dari jaket hitam pria itu. Dengan keraguan ia mengulurkan tangannya kepada pria yang ada di sampingnya. "Ivy Eleanor. Kau?"
"Kenan," jawab Kenan singkat tanpa membalas uluran tangan Ivy. Telapak tangan yang masih terbungkus sarung tangan itu hanya berjabat tangan dengan hembusan angin.
Ivy menarik kembali tangannya kemudian menggigit bibir bawahnya. Ia mematikan lampu mobil yang ada di atas kaca spion. Suasana kembali gelap, hanya terlihat seberkas cahaya yang menerpa wajah mereka ketika melintas di bawah deretan lampu jalan raya.
Kenan melajukan mobilnya menuju daerah dermaga., tepatnya di distrik Balat. Tempat tinggalnya saat ini. Ia tidak peduli, wanita itu suka atau tidak. Jika Ivy tidak menyukai tempat tinggalnya, ia akan menurunkan wanita itu di tengah jalan.
Apa aku kurang baik? Aku sudah mencoba mengantarnya pulang, tapi ia menolak.
Sementara itu di taman Hotel Four Season, acara pernikahan Ferit dan Ivy benar-benar batal malam ini. Perwakilan pemerintah kota dan para tamu sudah menunggu hampir dua jam lamanya. Namun pengantin wanitanya tidak kunjung datang.
Petugas hotel mulai membereskan meja, kursi dan dekorasi taman sebelum dihancurkan oleh Ferit. Para tamu sudah mulai mengundurkan diri satu persatu dari acara itu. Ferit dan Victor tampak sibuk dengan ponselnya, mencoba menghubungi orang-orang yang bisa membantu mereka mencari Ivy.
"Kenapa kalian kemari? Dimana pengantinku?" teriak Ferit menatap tajam satu persatu anak buahnya yang berjumlah lima orang. Mereka masuk bersama-sama berbaris menghadap tuan mereka.
"Wanita itu masuk ke dalam mobil, Tuan. Ada seseorang yang sudah menunggunya di luar," jawab salah satu dari kelima orang itu.
"Siapa orang itu? Laki-laki atau perempuan?" tanya Ferit dengan wajah garangnya mendekati salah satu dari mereka.
"Kami tidak tahu, Tuan." Jawaban yang sangat tidak memuaskan bagi Ferit. Seorang pengusaha muda yang sangat berpengaruh di kota Istanbul.
Ferit kembali melancarkan intimidasinya kepada kepala keluarga Eleanor.
"Barusan anak buahku melihat Ivy kabur dengan seseorang. Ia menaiki mobil jenis SUV. Apa orang itu kekasih Ivy?" tanya Ferit sambil menatap satu persatu keluarga Ivy dan kemudian berhenti di depan Victor.
"Ivy baru saja pulang dari Prancis. Dia baru saja menyelesaikan studinya, tidak mungkin dia memiliki kekasih atau teman dekat di kota ini," jawab Victor.
"Lalu siapa yang telah membantunya kabur?" Ferit mendekatkan wajahnya di samping wajah calon mertuanya. Suaranya menggelegar tepat di depan telinga pria paruh baya itu.
"Aku tidak tahu. Aku bisa pastikan, bahwa putriku itu belum memiliki kekasih. Benar begitu, Cansu?" Putri tiri Victor itu tampak terkejut mendengar suara ayah tirinya yang menyebut namanya.
"I...iya. Ivy... tidak pernah menceritakan tentang teman prianya atau kekasihnya," jawab Cansu dengan terbata-bata.
Ferit memegang wajah Cansu dan menatap manik mata wanita itu dengan tajam. Dengan kasar, Ferit membuang wajah cantik itu ke samping.
Kau sangat berbeda dengan Ivy. Manik matamu tidak bersinar seperti pengantinku.
Ferit kembali berjalan mendekati Victor. Ia lebih suka menekan pria paruh baya yang tidak berdaya ini dibandingkan dengan anggota keluarga Eleanor yang lain. Ayah Ivy itu sudah seperti mainan bagi Ferit, yang bisa diinjak dan dibuang sesuka hatinya.
"Aku akan memberimu batas waktu sampai besok siang. Jika Ivy tidak di temukan, aku akan menarik kembali investasiku dari perusahaanmu!" ancam Ferit sambil mengarahkan telunjuknya di depan wajah Victor. Pria muda dengan rambutnya yang terikat itu terlihat sangat marah.
"Aku pasti akan menemukan Ivy. Kumohon kau jangan menarik bantuanmu, Ferit," ucap Victor yang menahan kepergian calon menantunya sekaligus penyelamat perusahaannya.
Ferit memegang erat tangan yang sudah mulai keriput dan meletakkannya di tempat yang semestinya.
"Itu tergantung putrimu, Ayah mertua tersayang." Ferit tertawa menyeringai bahkan terkesan mengejek pria paruh baya itu. Suara tawa itu mengiringi kepergian pemilik perusahaan Kozan.
Selepas acara pernikahan putrinya yang batal, Victor menggebrak meja yang ada di sudut kamarnya. Telapak tangannya terkepal erat. Manik mata tua itu menatap tajam foto keluarganya yang tergantung di dinding. Sudah beberapa jam Ivy menghilang tanpa ada kabar. Ia bahkan tidak bisa menghubungi ponsel putrinya.
"Ternyata putri kebanggaanmu itu tidak bisa menolong kita. Susah payah kita menyekolahkannya ke luar negeri, inikah balasannya?" sindir Sophia yang menambah amarah Victor.
"Tutup mulutmu!" pekik Victor. Pria paruh baya itu menatap tajam wajah istrinya.
Sophia berjalan mendekati suaminga. Ia mencoba mengendalikan dirinya di hadapan pria itu. "Apa kau belum memberitahu Ivy, tentang alasanmu menikahkan dia dengan Ferit?"
Victor menggelengkan kepalanya. Ia mendudukkan dirinya di atas ranjangnya yang berwarna coklat muda. "Bagaimana mungkin aku memberitahu Ivy, kalau dia akan menjadi tumbal untuk menyelamatkan perusahaanku?"
"Ya Tuhan, itu sebabnya dia berani kabur dan meninggalkan Ferit! Jika kau memberitahu Ivy sebelumnya, ia pasti akan menuruti perkataan mu!" pekik Sophia yang berdiri di samping Victor.
"Cukup, Sophia! Kau jangan terus-terusan menyalahkanku! Kepalaku hampir pecah karena masalah ini!" teriak Victor yang langsung bangkit berdiri dan pergi meninggalkan istrinya.
Sophia menatap tajam punggung suaminya yang sudah mulai membungkuk. Wanita itu kembali mondar-mandir di ruang kamarnya. Ia melipat kedua lengannya ke siku dalamnya. Pikirannya sedang memikirkan cara untuk menemukan Ivy. Hanya putri suaminya itu yang bisa menolong perusahaan Eleanor, dan menolong dirinya keluar dari ancaman kemiskinan.
Sebuah mobil SUV berhenti di depan rumah susun di Distrik Balat, Istanbul. Bangunan bertingkat lima itu tampak menjulang tinggi diantara bangunan sekitarnya. Rumah susun itu berwarna coklat dengan aksen abu-abu tua, sangat berbeda dengan ciri khas daerah Balat. Kebanyakan pemukiman di tempat ini menampilkan permainan warna-warni dalam setiap bangunannya.
Daerah tempat tinggal Kenan saat ini adalah daerah pemukiman padat penduduk dengan jalan raya yang tidak terlalu lebar. Jalan raya tersebut mampu menampung dua mobil sekaligus.
Ivy mengernyitkan keningnya dan melihat sekelilingnya. Ia melihat beberapa pakaian warna-warni yang dijemur di luar dengan seutas tali yang membentang dari bangunan satu ke bangunan lain yang ada di depannya. Jemuran pakaian itu seperti hiasan gantung di lingkungan tersebut. Hampir setiap penduduk menjemur pakaian mereka di luar, karena kurangnya halaman di tempat tinggal mereka.
Bau aroma sampah yang berasal dari sisa bekas makanan menusuk hidung Ivy. Tumpukan kardus, gerobak bekas penjual makanan, serta beberapa sudut bangunan dengan warna catnya yang kusam dan mengelupas menambah kesan kumuh daerah itu.
Mulai dari anak-anak hingga pria dewasa duduk dan bermain di atas bahu jalan. Mereka meneriaki Kenan yang membawa seorang pengantin. Mereka pikir wanita itu adalah istri Kenan. Tapi pria itu hanya menoleh sekilas kemudian tidak memperdulikan perkataan orang-orang itu.
Kenan mengajak Ivy untuk masuk ke dalam. Mereka menapaki beberapa anak tangga yang terbuat dari lantai keramik bercorak abu-abu. Langkah mereka berhenti di depan salah satu pintu kayu yang ada di lantai tiga.
"Apa kau tinggal di sini?" tanya Ivy ketika Kenan membuka pintu flatnya.
"Ya. Masuklah." Kenan dan Ivy melepaskan sepatu mereka dan meletakkannya di belakang pintu.
Wanita berambut coklat gelap itu melangkah masuk ke dalam. Manik mata hijaunya menjelajahi ruangan itu. Ia memperkirakan luas ruangan itu sebesar luas ruang keluarganya. Hanya terdapat satu kamar tidur dengan satu ranjang berukuran single, satu kamar mandi, dan dapur kecil.
"Aku akan mengantarmu pulang, jika kau tidak betah tinggal di sini," ucap Kenan yang sejak tadi berjalan di belakang Ivy. Ia memperhatikan gerak-gerik wanita itu yang sedang mengamati tempat tinggalnya. Ia berharap wanita itu tidak tinggal lama di rumahnya.
Ivy membalikkan badannya menghadap Kenan. "Apa boleh aku tinggal di sini semalam? Besok kau bisa mengantarku pulang ke rumah."
Kenan hanya mengangkat kedua bahunya dan membuka kedua tangannya. "Jika kau betah!"
Sebelum Ivy memintanya, Kenan telah memberikan kemeja dan celana pendeknya yang sudah kekecilan kepada Ivy. "Ganti pakaianmu! Orang-orang akan berpikiran negatif jika melihatmu berpakaian seperti itu!"
Ivy hanya terbengong, karena ia masih berpakaian lengkap meskipun ada beberapa bagian tubuhnya yang terbuka.
Kenan segera meletakkan pakaiannya di atas ranjang. "Aku akan menunggu di luar."
Sejak tadi sudah beribu pertanyaan berkecamuk di kepala Kenan tentang Ivy. Seseorang yang baru saja ia kenal tiba-tiba ingin tinggal bersamanya. Tapi ia tidak ingin bertanya langsung kepada pengantin wanita itu, karena ia tidak ingin ikut campur masalah Ivy. Masalahnya sendiri sudah cukup rumit.
Setelah berganti pakaian, Kenan memberikan ranjangnya kepada Ivy. Sedangkan ia sendiri memilih tidur di sofa di luar kamar.
*** Cast Visual tokoh tambahan ***
Victor Eleanor
Sophia Eleanor (Istri Kedua Victor Eleanor)
Cansu Eleanor (Anak tiri Victor Eleanor. Anak kandung Sophia. Saudara tiri Ivy dan Deniz Eleanor)
* BERSAMBUNG *
Halo para readers, semoga kalian menyukai cerita kedua ku ini. Jangan lupa kasih like, komentar, rate bintang lima dan vote kalian ya🤗 Terimakasih 🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 133 Episodes
Comments
Erni Fitriana
awal yg bagus thor...tak kalah keren dengan cerita hazal-yafet....tapi aku masih blm mudeng nih thor..di cerita DL lenan tuch meninggal..nah dicerita ini nanti diceritain gak kenapa tiba' kenan hidup lahi...trus nanti afa tanda" ketemu hazal gak?
2023-10-07
0
Lintang Lia Taufik
Kece badai, tulisan sama visual. Perfect banget dirimu kak,
2021-03-01
1
Al Fatih
gemesss banget aku tuhhh
2020-12-06
1