Give Me Your Hand
Di suatu bangunan yang berada di sepanjang jalan area distrik Galata, kota Istanbul. Cahaya lampu gantung menyinari seluruh ruangan bergaya klasik modern tersebut. Di tempat inilah orang-orang Istanbul sering meluangkan waktu mereka, meskipun hanya sekedar duduk mengobrol sambil menikmati pemandangan daerah Galata.
Suara hiruk pikuk tersebut mendadak hening, ketika suara alunan musik romantis yang menyentuh hati memasuki jiwa mereka. Permainan melodi itu berasal dari sebuah piano besar berwarna putih yang ada di salah satu sudut ruang Kafe Istanbul.
Seorang laki-laki sedang memainkan jari jemarinya dengan lincah di atas bilah-bilah papan berwarna hitam dan putih. Dengan memejamkan kelopak matanya, pianis itu memainkan pianonya sambil menyanyikan sebuah lagu yang berjudul Incomplete milik Backstreet Boys.
Empty spaces fill me up with holes
(Ruang hampa lingkupi ku dengan lubang menganga)
Distance faces with no place left to go
(Wajah-wajah nan jauh dan tidak ada tempat tujuan)
Without you within me. I can't find no rest
(Tanpamu di hatiku, jiwaku tak bisa istirahat)
Where I'm going is anybody's guess
(Kemana ku pergi, tak ada yang tahu)
Reff:
I tried to go on like, I never knew you
(Telah ku coba tuk lanjutkan hidup seolah tak pernah ku mengenalmu)
I'm awake but my world is half a sleep
(Aku terjaga tapi duniaku setengah terlelap)
I pray for this heart to be unbroken
(Aku berdoa agar hati ini terobati)
But without you all I'm going to be is incomplete
(Tapi tanpamu jiwaku pasti takkan utuh)
Voices tell me I should carry on
(Suara-suara memberitahu ku untuk terus bertahan)
But I am swimming in an ocean all alone
(Tapi aku berenang di samudra sendirian)
Baby, my baby
(Kasih, kekasihku)
It's written on your face
(Tertulis di wajahmu)
You still wonder If we made a big mistake
(Kau masih bertanya-tanya apakah kita telah melakukan kesalahan besar)
Don't mean to drag it on, but I can't seem to let you go
(Bukan maksudku tuk berlarut-larut, tapi rasanya aku tak bisa melepas mu)
I don't wanna make you face this world alone
(Aku tak ingin membuatmu hidup sendirian di dunia ini)
I wanna let you go (alone)
(Aku ingin melepaskan mu)
Setelah selesai menyanyikan lagunya, pianis itu membuka kembali kelopak matanya dan disambut suara tepuk tangan dari beberapa pengunjung yang memenuhi kafe tersebut. Rupanya pria itu tidak peduli dengan pujian yang dilontarkan kepadanya. Bukan pujian yang ia harapkan, karena saat ini ia hanya ingin mengeluarkan isi hatinya.
Pemain piano itu melayangkan pandangannya ke jendela. Dari tempat duduknya, ia bisa melihat Menara Galata yang menjulang tinggi dengan tubuhnya yang terbuat dari bebatuan dan kepalanya yang berbentuk kerucut.
Kini aku kembali lagi ke kota ini. Kota kelahiranku, kota yang mempertemukanku dengan Hazal dan kota yang menolak kehadiranku....
Setelah mendengar suara sang pianis, pemilik kafe pun keluar dari dapurnya. Seorang pria berkulit gelap dengan perawakannya yang tinggi dan tegap menghampiri pria yang sedang duduk di kursi piano.
"Wow... lihatlah siapa yang datang mengunjungi Kafe Istanbul? Kenan Fallay?" Pemilik kafe itu tertawa kecil memperlihatkan deretan gigi putihnya.
"Mehmet?" Pianis itu rupanya terkejut ketika ia kembali bertemu dengan sahabat lamanya. Ia bangkit berdiri dan membetulkan letak jaket hitamnya.
Kedua pria bertubuh kekar itu saling menempelkan genggaman tangan mereka dan saling berpelukan. Lebih dari satu tahun kedua orang ini tidak saling bertemu.
"Rambutmu?" tanya Kenan sambil menunjuk kepalanya sendiri dan tertawa.
"Jangan tanya kenapa!" seru Mehmet dalam tawanya sambil mengusap kepalanya yang plontos.
"Kapan kau datang ke Turki?" Mehmet menepuk lengan berotot yang ada di depannya kemudian mengajak sahabatnya itu untuk duduk di salah satu sofa yang ada di sayap kanan.
"Dua hari yang lalu. Ini kafemu?" Pandangan Kenan mengitari interior kafe yang terlihat masih baru.
Mehmet hanya menganggukkan kepalanya kemudian berkata, "Baru setahun belakangan ini."
"Bagaimana dengan kehidupan backpacker mu? Apa kau menyukainya?" tanya Mehmet sambil meminta dua gelas minuman kepada seorang pelayan, kemudian mereka saling bertukar nomor ponsel.
"Menurutmu?" Kenan balik bertanya dengan memiringkan kepalanya dan kedua alisnya terangkat ke atas. Ia menekuk kedua lengannya ke dalam lipatan siku.
"Dasar pria bodoh! Ini sudah lebih dari satu tahun. Kau menyuruh Hazal untuk melanjutkan hidupnya. Sekarang giliranmu, lanjutkan hidupmu!" seru Mehmet sambil menatap penampilan sahabatnya.
Wajah tampan dengan kumis dan cambang yang tipis. Hanya tubuhnya sedikit lebih kurus dari setahun yang lalu.
"Well... aku sedang berusaha melanjutkan hidupku saat ini," kilah Kenan sambil mengusap wajahnya dengan satu tangan kemudian menatap manik mata hitam yang ada di depannya.
"Apa kau sudah mendapatkan tempat tinggal?" Mehmet mengambil salah satu gelas yang ada di atas meja kemudian meneguknya hingga tersisa setengah.
"Aku menyewa sebuah flat di dekat dermaga." Kenan mengaduk cangkir kopi Turkinya, menyesap cairan hitam itu sambil menghirup aromanya.
Sesaat ia terdiam dan memandang cangkir putih polos yang ada di depannya kemudian pandangannya beralih ke piano yang masih berdiri di sudut ruangan.
"Ckckck...," decak Mehmet sambil menggelengkan kepalanya.
"Bawalah mobilku yang ada di depan." Mehmet menunjuk sebuah mobil berwarna silver yang terparkir di depan kafe.
"Berkencanlah dengan wanita malam ini!" seru Mehmet. Ia merogoh saku celananya dan mengeluarkan kunci mobilnya. Pria berkulit gelap itu melangkahkan kakinya menuju ke dapur kafe.
Sebuah senyuman tipis terlukis dari wajah Kenan, setelah sahabatnya itu pergi meninggalkannya. Ia hanya menggelengkan kepalanya ketika manik matanya menatap anak kunci yang tergeletak di atas meja berserat kayu.
"Aku pergi!" teriak Kenan yang langsung mengambil kunci tersebut dan melangkah keluar meninggalkan Kafe Istanbul. Sebuah siulan mengiringi langkahnya.
Mehmet memandang kepergian sahabatnya itu sambil tersenyum manis. "Semoga kau beruntung, sobat," gumamnya.
Mobil berjenis SUV itu melaju membelah lalu lintas kota Istanbul sore ini. Lalu lintas padat merayap di sepanjang jalan. Sebuah mobil pengantin dan iring-iringannya melintas di depan mobil Kenan.
Mobil pengantin itu terus melaju hingga memasuki halaman Hotel Four Season yang ada di tepi Selat Bosphorus, Istanbul. Sebuah hotel mewah dengan bangunan arsitektur kuno khas kerajaan Ottoman.
Seorang petugas hotel membuka pintu mobil bagian belakang. Keluarlah seorang pengantin wanita dengan gaun putihnya yang panjang. Manik matanya memandang bangunan bertingkat tiga yang menjulang tinggi, seakan bangunan besar itu akan menjadi saksi eksekusinya malam ini.
"Buang wajah masammu itu! Tersenyumlah, karena sebentar lagi kau akan menjadi Nyonya Ferit Kozan," ujar sang mempelai pria kepada pengantinnya.
Pria itu menggandeng telapak tangan yang terbungkus dengan sarung tangan berbahan kain brokat putih bermotif bunga.
Pengantin wanita itu hanya tersenyum tipis bahkan hampir tidak tergambar seperti sebuah senyuman dari wajah cantiknya. Bulu matanya tersapu dengan tebalnya pulasan maskara dan sebuah polesan lipstik berwarna peach menghiasi bibirnya yang tipis.
Senja sudah memasuki peraduannya dan terlihat pancaran cahaya merah kekuningan di atas langit Hotel Four Season. Lampu kecil berwarna-warni yang tergantung di atas sebuah tali sudah mulai menyala. Puluhan pasang mata memandang sepasang pengantin yang berjalan di atas karpet merah yang membagi taman belakang hotel itu menjadi dua bagian. Di samping kiri dan kanan taman itu, berbaris puluhan kursi yang terbungkus kain putih dengan hiasan pita berwarna merah di bagian belakang.
Manik mata hijau itu memandang sekelilingnya, beberapa orang yang di kenalnya berada di sini. Tatapan matanya berhenti di sosok seorang pria paruh baya yang memakai setelan jas berwarna hitam dengan rambutnya yang mulai memutih. Ia sedikit mengendurkan genggaman tangannya, tetapi pria yang di sampingnya itu semakin menggenggam tangannya dengan erat. Seakan pria itu tidak akan pernah melepaskan dirinya.
Langkah sepasang pengantin itu berhenti di depan meja altar pernikahan. Di belakang meja altar itu sudah menunggu seorang perwakilan dari pemerintah kota Istanbul dan para saksi yang akan mengesahkan pernikahan mereka.
"Saudara Ferit Kozan, apakah Anda bersedia menerima saudari Ivy Eleanor sebagai istri Anda?" tanya seorang perwakilan dari pemerintah kota Istanbul yang berdiri diantara mereka.
Ferit mengambil mikrofonnya dan menatap manik mata hijau yang ada di depannya kemudian berkata, "Saya Ferit Kozan bersedia menerima Ivy Eleanor sebagai istri saya."
"Saudari Ivy Eleanor, apakah Anda bersedia menerima saudara Ferit Kozan sebagai suami Anda?" Tatapan mata perwakilan itu beralih kepada mempelai wanita.
Suasana menjadi hening menunggu jawaban yang keluar dari bibir tipis Ivy. Manik mata hijau itu menatap ayahnya yang sedang berdiri tidak jauh darinya. Sebuah guratan kecemasan dan kesedihan terlukis dari pria yang telah memberinya kehidupan. Kemudian pandangannya beralih ke seorang wanita cantik yang tersenyum bahagia, dan seorang gadis seusianya yang memandang dirinya tanpa ekspresi.
"Saudari Ivy Eleanor, apakah Anda bersedia menerima saudara Ferit Kozan sebagai suami Anda?" Perwakilan pemerintah itu mengulang kembali pertanyaannya.
Manik mata hijau itu tampak berputar ke kiri dan ke kanan. Kemudian berhenti tepat di manik mata coklat yang ada di depannya.
"Acara ini akan selesai setelah kau mengatakan ya!" seru Ferit yang berbisik tepat di depan wajah Ivy. Tapi calon istrinya itu membalasnya dengan tatapan matanya yang sangat dingin.
"Pernikahan ini tidak akan pernah terjadi!" seru Ivy yang langsung melempar buket bunga pengantinnya ke wajah Ferit.
Dengan menjinjing gaun pengantinnya, Ivy berlari keluar meninggalkan tempat pernikahannya menuju lobi hotel. Semua orang tampak tercengang begitu melihat tindakan Ivy.
Raut wajah Ferit memerah menahan amarah dan rasa malunya di hadapan para tamu. Pria berkumis itu menatap tajam wajah Victor Eleanor, Ayah Ivy. Seolah ia sedang meminta pertanggung jawaban dari laki-laki paruh baya itu.
"Cepat kejar wanita itu!" teriak Ferit kepada anak buahnya. "Bawa kembali pengantinku!"
Ferit berjalan menghampiri ayah Ivy. Beberapa orang yang berada di samping Victor segera memundurkan langkahnya begitu mereka melihat sebuah intimidasi yang akan mengancam mereka.
"Apa yang sudah di lakukan oleh putrimu, hah?" teriak Ferit sambil mencengkram kerah jas pria berusia enam puluh tahun itu.
"A...aku tidak tahu, Ferit," jawab Victor dengan gugup. "Aku akan mencari Ivy."
Ferit segera melepaskan cengkeramannya. Ia mengusap wajahnya dan rambutnya yang terikat ke belakang. Manik mata coklat itu menatap tajam altar pernikahannya. Impiannya untuk menikahi Ivy Eleanor, anak seorang pengusaha garmen itu kandas.
"Jika anak buahku tidak bisa menemukan putrimu, maka kau yang harus menanggung akibatnya!" teriak Ferit kepada Victor. Pria paruh baya itu semakin merasa tersudut.
Victor segera menghubungi orang-orang yang ada di rumahnya, untuk menanyakan keberadaan putrinya.
Ivy yang sudah berhasil keluar dari lobi hotel, meneruskan langkahnya menuju pintu keluar. Ia melepas sepatu high heels nya dan berlari menyusuri paving blok yang akan membawanya ke jalan raya.
Putri Victor itu mendengar teriakan orang-orang yang memanggil namanya. Tapi ia terus berlari tak peduli dengan tatapan beberapa pasang mata, hingga ia mencapai pintu gerbang hotel dan hendak menyeberangi jalan raya.
Sebuah pengemudi mobil SUV berwarna silver menginjak rem mobilnya secara mendadak, laki-laki itu terkejut begitu ia melihat seorang pengantin wanita berada tepat di depan mobilnya.
"Hampir saja...," gumam Kenan sambil menghela napasnya dalam-dalam.
Rasa terkejutnya tidak berhenti sampai di sini, Kenan kembali terkejut ketika pengantin wanita itu membuka pintu mobilnya.
"Cepat bawa aku pergi dari sini!" seru Ivy kepada laki-laki berjaket hitam yang duduk di belakang kemudi.
"Siapa kau?" tanya Kenan sambil memicingkan kedua matanya. Pandangannya beralih ke kaca jendela, ia melihat beberapa orang sedang berlari ke arahnya.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Cast visual para pemain. Ini hanya imajinasi ku untuk mempermudah aku menuliskan perawakan setiap tokoh. Jika kalian punya ke haluan yang beda dengan ku, silahkan pakai imajinasi teman-teman.
Kenan Fallay
Ivy Eleano
Ferit Kozan
Mehmet
Pesan Author...
Novel ini aku persembahkan untuk penggemar Kenan Fallay yang mengikuti novel Dangerous Love yang aku tulis pertama kali.
Untuk pembaca baru kalian bisa membacanya secara terpisah. Tapi kalau kalian ingin tahu cerita masa lalu Kenan, kalian bisa mulai membaca novel Dangerous Love terlebih dahulu.
* BERSAMBUNG *
Jangan lupa kasih like, komentar, rate bintang lima dan vote kalian 🤗 Terimakasih 🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 133 Episodes
Comments
Erni Fitriana
di DL..kenan kan meninggal thor(aku yakin pasti di bab berikutnya oei ngejelasin ceritanya)
2023-10-07
0
Erni Fitriana
great👍🏾👍🏾👍🏾👍🏾👍🏾👍🏾👍🏾👍🏾👍🏾👍🏾👍🏾👍🏾👍🏾suka thor
aku ke dangerous love dulu ya🙏🙏🙏
2023-09-29
0
dewi
membawa pergi pengantin org 🤭
2023-08-31
0