Darah Manis

Bagas begitu terkejut saat melihat Ayu berjongkok dan memandang ke arahnya dengan wajah yang polos namun terkesan menyeramkan. Apalagi wajah imutnya itu tertutup sedikit rambut dan disinari dengan cahaya bulan purnama yang nampak sudah terang malam itu.

"Ayu, kenapa kamu disini?" tanya Bagas. Dia belum berdiri, dia hanya merangkak mundur dan menjauh dari Ayu.

"Ayu cari Abang," jawab Ayu begitu singkat.

Bibir Bagas masih bergetar ketakutan, dia terus memandang Ayu dengan lekat. Bahkan, dari ujung kepala hingga ujung kaki.

Kaki Ayu masih menapak, dan itu berarti dia bukan hantu kan?

Tapi, kenapa Ayu bisa ada disini?

"Bagas!" Tiba-tiba seruan seorang wanita membuat Bagas kembali terkejut. Dia menoleh dan melihat ibunya berlari kearahnya dengan cepat. Wanita tua itu nampak tergopoh-gopoh dengan raut wajah yang begitu panik.

"Ya Allah, nak. Kamu kemana aja, ibu cariin kamu dari siang, kata pak Bandi kamu pergi dari pagi, kemana sih?" Bu Romlah berbicara dengan cepat, bahkan sebelum dia sampai didekat Bagas.

Bagas beranjak, kali ini bibirnya bergetar bukan menahan takut, tapi menahan tangis karena dia tahu jika sekarang dia sudah berada bersama manusia. Bukan lagi bersama hantu.

"Ibu, Bagas takut," Bagas langsung memeluk ibunya dengan erat.

"Makanya jangan suka pergi sendirian, kamu kemana?" tanya Bu Romlah. Dia memukul pundak Bagas dengan gemas.

"Pagi tadi Bagas pergi bersama Neng Seruni, Bu. Dia yang ajak Bagas, tapi tiba-tiba dia malah…"

"Sssttt,"

Perkataan Bagas langsung terhenti saat Ayu mendesis dan memandang tajam kearahnya.

"Jangan ceritain itu lagi, Abang mau mereka datang lagi?" tanya Ayu, suaranya yang sedikit berbisik itu membuat bulu kuduk Bagas kembali meremang.

Dia langsung menggeleng dengan cepat. Kejadian itu begitu mengerihkan dan Bagas tidak mau hal itu terulang lagi. Hanya dengan mengingatnya saja dia masih begitu ketakutan. Semuanya, semua masih Bagas ingat dengan jelas.

"Yasudah, ayo sekarang kita pulang. Hari udah malam," ajak Bu Romlah. Dia menarik tangan Ayu dengan cepat hingga membuat Bagas juga berjalan memepet kearah ibunya.

Sesekali dia memandang kebelakang, dimana jalanan setapak itu begitu sepi. Apalagi ada kebun pisang di sekitar sana.

"Jangan dilihat-lihat, mau ketemu penghuninya?" tanya Ayu.

Bagas terkesiap, dia segera menggeleng. Meskipun Bagas memang merasa jika mereka sedang di intai oleh mata-mata dalam kegelapan itu. Apalagi dengan bayangan putih yang bersembunyi disebalik pohon-pohon pisang. Tidak nampak jelas, tapi Bagas bisa merasakan kehadirannya. Sosok bayangan putih yang begitu menakutkan.

"Ibu cuma berdua sama Ayu kesini?" tanya Bagas. Dia merangkul tangan ibunya sekarang. Mereka berjalan cepat menuju kerumah yang berada di ujung jalan.

"Tadi sama kang Asep, tapi kami berpisah disini, nggak tahu dia kemana," jawab Bu Romlah.

"Padahal kang Asep tahu loh Bu, Bagas pergi sama siapa," ucap Bagas.

"Mana ada, orang dia hari ini libur kerja kok," sahut Bu Romlah.

Bagas kembali terkesiap, ini benar-benar gila. Rasanya Bagas ingin pingsan sekarang.

"Abang kerja sama mereka tadi pagi, hihihi," ucap Ayu. Tawa kecilnya itu semakin membuat Bagas ketakutan.

"Ibu, kok bisa begini sih," rengek Bagas.

"Udah ayo kita pulang, jangan ngomong apa-apa lagi," ujar Bu Romlah. Dia menggenggam tangan Bagas yang terasa begitu dingin dan bergetar. Sama seperti tangan Ayu yang dingin, namun dingin mereka terasa berbeda.

Dia tahu, dan dia merasa jika ada yang aneh dari kedua anaknya ini. Terutama … Ayu.

Tidak ada sepatah katapun yang keluar dari mulut mereka selama diperjalanan. Bagas bahkan sudah terbungkam dan tidak lagi berani berbicara. Bahkan, untuk sekedar menoleh pun dia tidak berani lagi. Rasanya semua bayangan makhluk-makhluk tak kasat mata bisa terlihat di pandangannya sekarang. Entahlah, Bagas juga tidak mengerti. Yang jelas, dia benar-benar takut saat ini.

Hampir setengah jam kemudian, rumah kecil dengan lampu yang remang-remang sudah terlihat. Rumah kecil mereka.

Namun, ketika akan sampai di depan rumah, suara orang-orang terdengar memanggil Bagas dan Bu Romlah.

"Bagas, kamu udah pulang!" seru kan Asep. Bahkan, dia langsung berlari mendekati Bagas.

Bagas meringis, dia sedikit menghindar saat kang Asep mendekat padanya. Masih teringat jelas jika pagi tadi dia bersama kang Asep, tapi ternyata itu adalah hantu.

"Kamu dari mana, satu desa nyariin kamu, Gas," ucap Kang Asep. Wajahnya terlihat kesal sekaligus lega.

"Iya, Gas. Kami kira kamu jadi korban selanjutnya, udah panik kami sampai nelusuri sungai Air Hitam," sahut pak Bandi. Ayah Seruni.

"Lu bener-bener, Gas. Untung aja masih hidup lu," sahut Jopi pula, teman Bagas.

"Aku baik-baik aja kok, cuma gak tahu kok bisa nyasar," jawab Bagas.

"Duh, Gas. Lain kali kalau kerja fokus ya, jangan sambil melamun. Desa kita ini lagi nggak aman," ujar Pak Bandi.

"Iya, Gas. Lihat, aku sampai udah manggil orang pinter untuk cari kamu di hutan angker itu," Kang Asep berucap sembari menunjuk seorang pria tua berjenggot panjang disampingnya.

Pria itu memandang tajam ke arah Bagas dan Ayu. Terutama pada Ayu.

"Ibu, Ayu takut," ucap Ayu yang langsung bersembunyi di sebalik tubuh ibunya.

Bu Romlah langsung mengusap punggung ayu dengan lembut, namun pandangan matanya memandang kang Asep dan orang berjenggot itu.

"Maaf kang, pak, dan yang lain . Lagi-lagi kami udah ngerepotin warga disini. Tapi, syukurlah Bagas nggak kenapa-kenapa. Dia cuma kesasar aja," jawab Bu Romlah.

Bagas mengangguk pelan, meski bukan seperti itu kejadiannya. Tapi ketika melihat raut wajah dan perawakan orang berjenggot ini, membuat Bagas merasa risih dan semakin ketakutan.

"Darah manis," ucap pria itu tiba-tiba. Membuat semua orang langsung menoleh kearahnya.

"Apa maksud Mbah?" tanya kang Asep.

"Darah manis, yang bisa menangkal namun juga bisa menjadi penyebab," jawab pria itu begitu ambigu.

Semua orang yang ada disana langsung mengernyit bingung. Begitu pula dengan Bagas. Namun, ketika akan bertanya, Bu Romlah segera menarik lengannya.

"Maaf pak, kang, anak-anak saya sudah mau beristirahat. Kami mohon izin ya, dan maaf sudah merepotkan," pamit Bu Romlah. Bahkan tanpa berkata apapun lagi, dia langsung menarik Bagas dan Ayu untuk masuk kedalam rumah.

"Bawa adik kamu masuk," ujar Bu Romlah. Terdengar begitu serius.

"Tapi bu? Perkataan Mbah tadi," perkataan Bagas langsung terhenti saat melihat Bu Romlah memandangnya dengan kesal.

"Turuti kata ibu, Bagas," tegas Bu Romlah.

Bagas langsung menurut. Dia langsung meraih tangan ayu dan membawanya masuk kedalam rumah, namun sebelum itu, dia kembali menoleh kebelakang dimana orang berjenggot itu masih memandang mereka dengan lekat.

Pandangan Bagas terhenti disaat Ayu menarik tangannya untuk masuk kedalam rumah. Membiarkan ibu mereka yang masih berbicara bersama pak Bandi dan orang berjenggot itu.

Bagas duduk disisi tempat tidur dengan wajah yang tegang dan masih pucat. Rasa takut dihatinya belum hilang, tapi sudah di tambah bingung dengan perkataan orang tua tadi.

Darah manis? Apa maksudnya itu? Dan lagi, penyebab dan penangkal? Kenapa kata-kata itu seperti saling bersangkutan. Apa itu memiliki makna? Tapi apa?

"Tadi ketemu kakak cantik nggak bang?" tanya Ayu tiba-tiba.

Kali ini, Bagas terdiam tidak menentu.

Terpopuler

Comments

Dewie Angella Wahyudie

Dewie Angella Wahyudie

thor jangan lama" donk bikin penasarnya. sebenarnya apa yang terjadi sama ayu. knpa simbah mandang ayu kayak gitu. kaya ada sesuatu aja dch...

2023-09-20

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!