Ordinary Love ( Rio Anggara )
.
Rio sangat fokus pada ponselnya, bermain games. Di luar hujan cukup lebat. Dan dia dan kekasihnya memilih untuk tetap di rumah saja. Bukan karena mereka tidak bisa menaiki mobil untuk ke tempat-tempat yang biasa mereka tuju untuk berkencan di jumat malam. Tapi rasanya cuaca sangat mendukung mereka untuk bermalas-malasan di balik selimut.
Joana kekasih Rio berdiri di depan kompor. Memasak makan malam sederhana dari bahan yang bisa dia temukan di dalam lemari es dapur Rio. Suara kompor gas yang di matikan dan bunyi denting spatula menandakan masakan itu sudah matang.
Joana membagi dua mie yang dia buat.
"Beb ... makan!" kata Joana agak berteriak.
"Sebentar, masih tanggung," jawab Rio membuat Joana memutar mata.
Tidak banyak bicara Joana membawa makanannya ke meja makan dan mulai makan tanpa Rio. Makanan Joana sudah habis setengah saat dia mendengar Rio mendesah karena dia kalah dalam permainan.
Rio berdiri dari tempatnya berbaring tadi berjalan menuju meja makan. Mengecup pipi Joana sebelum duduk di kursinya. Rio mengaduk mienya yang sudah sedikit mendingin. Hampir membuka mulutnya untuk protes, tapi tidak jadi setelah mendapat lirikan tajam Joana.
"Tadi tanggung yang, hampir menang," rengek Rio membuat alasan.
"Menang?" tanya Joana datar.
"Kalah sih." Rio tertawa canggung sebelum menyuap makanannya.
"Tidak masalah kalau kamu suka main games. Tapi jangan sampai lupa sama sekitar juga, Beb." Joana memulai omelannya.
"Iya ... sayangku ... cintaku ... cantiknya aku ...." Bujuk Rio berharap Joana berhenti mengomelinya.
Joana tersenyum sebelum meneruskan makannya. Rio juga tidak bicara lagi sampai makanannya habis.
"Yang .... "Rio membuka obrolan saat dia membantu Joana mencuci piring.
"Ya?"
"Besok ... ketemu ibu, mau kan?" tanya Rio hati-hati.
"Besok ada acara apa emang?" Joana balik bertanya.
"Tidak ada acara khusus, cuma sudah lama aja sejak terakhir aku pulang yang. Mau bawa kamu." Rio masih mengatakannya dengan hati-hati. Membuat Joana sedikit melambatkan pekerjaan yang sedang dia lakukan.
"Tanya dulu ibu, takut keberatan ketemu aku," jawab Joana membuat Rio menghela napas panjang.
Rio mengeringkan tangannya sebelum menghampiri Joana yang duduk di Sofa. Menyandarkan kepalanya di bahu kecil Joana.
"Yang, maaf ya," kata Rio pelan.
"Maaf buat?"
"Buat ... apa yang udah nyakitin kamu dulu." Rio menelan ludah mengingat masa lalu.
"Ya sudahlah , yang lalu jangan di bahas lagi. Aku hanya bilang begitu tadi karena takut saja. Takut hubungan kamu sama ibu kamu lebih buruk dari sekarang. Sudah saatnya juga , kamu berhenti keras kepala." Joana mengelus rambut Rio lembut. Menyembunyikan senyum mirisnya.
"Apa maksudnya berhenti keras kepala?" Rio mengulang perkataan Joana.
"Ya ... apapun yang mungkin ibu kamu inginkan buat kamu."
"Yang ..." Rio sedikit memelas, tahu apa yang ada di pikiran pacarnya itu.
Joana memandang Rio, pria yang sudah delapan tahun jadi kekasihnya itu lembut. Joana mengelus wajah Rio yang kasar karena janggut kecil sudah mulai tumbuh dari jambang ke dagunya.
"Pipi kamu memar," kata Joana.
"Iya kena pukul pas lagi melerai anak yang berkelahi."
"Sakit?" Joana meringis melihat lebam di pipi Rio.
Rio tersenyum melihat raut wajah Joana yang serius. Matanya mencari bayangan dirinya di mata Joana.
"Kecup yang, biar sakitnya hilang," kata Rio dengan nada jahilnya.
Joana terkekeh sebelum mengecup pipi Rio ringan.
"Duh ... Masih sakit yang," rengek Rio agak menyebalkan.
"Itu bukan sakit tapi mau," dengus Joana melihat tingkah kekanakan Rio.
"Bukan mau kok ... tapi .... " Rio menaikan alisnya bergantian, membuat Joana tertawa geli.
"Jangan diterusin." Joana memperingatkan sambil menahan tawa.
"Kok? kenapa?" Rio memiringkan kepalanya, melihat Joana akhirnya tertawa lepas.
"Main games aja lagi. Aku mau baca komik juga." Joana berusaha menjauh dari Rio.
"Ngapain ketemu kalau akhirnya masing-masing begini yang," ucap Rio berusaha terdengar kesal.
"Kamu nanya Beb? Terus dari tadi kamu cuekin aku buat games itu apa?" Joana menyilangkan tangannya di depan dada.
"Oke ... oke ... aku salah ratuku..maafkan hamba. Mau es kopi?" tawar Rio dengan senyum lebar.
"Mau bikinnya?"
"Kalau nawarin berarti mau," ucap Rio ringan.
"Oke Mau kalau gitu. Es kopi ya."
"Siap ratuku..." jawab Rio Sebelum menuju dapur dan membuat es kopi untuk Joana. Sementara Joana hanya menggeleng melihat Rio yang bersemangat.
Senyum Rio masih seceria biasanya. Mata Rio kadang hilang saat dia tersenyum. Rio adalah laki-laki paling baik yang Joana kenal. Barangkali itulah kenapa Joana bisa menjalin hubungan selama itu dengan Rio.
Rio berjalan riang dengan dua gelas es kopi. Menghampiri Joana yang sekarang sibuk dengan ponselnya. Joana tersenyum menyambut Rio.
"Enak?" tanya Rio memperhatikan Joana minum.
"Enak." Jawab Joana singkat.
"Kalau enak cepat di habisin yang."
"Kenapa?" Joana menaikan alisnya.
"Biar kita pindah ke kamar," bisik Rio mencurigakan.
"Hah?" Joana pura-pura tidak mengerti.
"Hmm ... lebih enak berbaringnya kalau di tempat tidur," jawab Rio membuat Joana menyipitkan matanya mendengar alasan konyol Rio.
"Aku tahu ya Beb, apa isi kepala kamu sekarang." kata Joana datar.
"Apa memangnya?" Rio berusaha terlihat polos.
Joana semakin menyipitkan matanya dengan wajah curiga. Melihat ekspresi lucu pacarnya itu Rio menahan tawa dan menyentil dahi Joana pelan.
"Pikiran kamu pasti kotor ini pasti," kata Rio sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Loh kok jadi aku yang pikirannya kotor?" Joana tidak percaya apa yang Rio katakan tentangnya.
"Ya kamu pasti mikir yang iya iya kan?"
"Beb...." Joana tertawa, merasa terjebak dengan candaan Rio. Sedang Rio akhirnya tertawa. Tawa khasnya memenuhi telinga Joana.
"So beautiful my baby so beautiful," bisik Rio pelan di telinga Joana.
"Gombal." Joana tersenyum kecil sambil menepuk pundak Rio pelan.
"Ya mau gimana, namanya juga ada maunya," jawab Rio masih berbisik.
"Tuh kan ... beb, kamu berarti bukan aku."
"Iya ... aku ..." Bisik Rio sambil mengeliminasi jarak mereka. Rio mengecup bibir Joana pelan. Sebelum memagut bibir bawahnya. Menunggu Joana membalas ciumannya. Saat dia merasakan lidah Joana di bibirnya. Pelukan Rio semakin erat. Jemari Joana semakin kencang meremas baju Rio.
Joana meminta Rio untuk melepaskan bibirnya sebentar dengan isyarat tangan. Rio menurut, melihat mata Joana yang sayu. Rio menelan ludah, rona merah di pipi Joana merekah. Bibirnya mengkilat basah. Lehernya yang jenjang dan panjang terlihat sexy saat menelan ludah. Dan suara engahan pelan yang keluar dari mulutnya yang sedikit terbuka.
Rio menyatukan dahi mereka. Menutup mata, mencoba mencari pengendalian dirinya. Dan membuka matanya lagi saat dia merasakan kecupan ringan di sudut bibirnya. Tersenyum pada wanita yang selalu membuat dia jatuh cinta ini.
"Beb .. .ayo pindah ke kamar," kata Joana yang membuat senyum Rio semakin lebar.
...----------------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments