Bab 1.1

The Red Umbrella (Nicholas Geoff)

.

Udara sangat dingin berhembus menembus mantel Nicholas yang tebal. Hujan memang tidak selebat hari-hari kemarin. Tapi cukup untuk menahan Nicholas berteduh di sebuah kafe yang dipenuhi oleh orang-orang yang berlindung dari hujan juga.

Dengan secangkir espresso Nicholas memandang hujan lewat jendela. Nicholas menyesal tidak membawa mobil.

Setiap jumat malam adalah rutinitasnya untuk makan malam keluarga. Chris menjemputnya dan mengajaknya menaiki kereta. Nicholas merasa konyol sekarang. Dia sadar seharusnya tidak menuruti saran kakaknya itu.

Seperti biasanya di setiap jumat malam, telinga mereka panas mendengar omelan ibu mereka tentang menikah. Ayah mereka termasuk pendiam, jadi dia tidak terlalu banyak bicara. Hanya menanggapi sekenanya saat nyonya Geoff menanyakan pendapat.

Chris kabur dengan dalih ada pekerjaan yang harus segera dia kerjakan. Nicholas menganggap itu hanya alasan saja. Tak lama setelah Chris pergi Nicholas juga pamit pada orang tuanya. Dengan alasan pekerjaan juga. Entah sejak kapan mereka berdua tidak betah berlama-lama di rumah orang tua mereka ini.

Saat menghabiskan espresso nya, dia ingat jika tidak jauh dari tempatnya sekarang ada sebuah mini market. 'Jika aku bisa berlari kesana mungkin saja aku bisa mendapatkan payung.' pikir George. Halte bus tinggal satu blok lagi. Dan berlari kesana -di bawah guyuran hujan- bukan ide yang bagus.

Nicholas mulai berjalan cepat melewati deretan pertokoan sebisa mungkin menghindari hujan. Sampai di mini market Nicholas bersyukur masih ada payung di sana, ada dua, satu berwarna merah gelap, dan satu berwarna merah jambu.

Nicholas memilih warna merah,karena merah jambu terlalu memalukan. Seorang wanita menyambar payung satu nya yang berwarna merah jambu.

Wanita ini memiliki tinggi yang mungkin hanya sampai dada Nicholas. Dia memiliki tubuh yang yang agak besar, memakai office suit, sepotong rok berwarna pastel dan kemera soft pink, sepatu nya pink, bahkan rambut nya pun pink. Semua terlihat serba pink di mata Nicholas

Nicholas berusaha mengabaikan pinky berjalan ini dan mulai mengantri di kasir untuk membayar. Wanita pink itu ada di depannya. Nicholas bisa melihat puncak kepalanya. Antrian disini sangat panjang. Wanita pink itu sudah di depan kasir dan menunggu belanjaannya dihitung. Dan mesin hitung otomatis mereka tiba-tiba tidak berfungsi. Kasir dan teknisi sedang berusaha memperbaiki saat seorang wanita hamil mendorong pintu sambil menggigil.

“Maaf Pak, Anda masih memiliki payung?”

Wanita itu bicara dengan gigi yang dirapatkan, bajunya sudah sangat basah kuyup. Dia pasti berjuang menembus hujan. Perutnya sangat besar , dengan perut sebesar itu, mana mungkin dia bisa berlari menghindari hujan.

“Stok kami sudah habis Nyonya. Mereka sudah membelinya. “

Penjaga toko menunjuk Nicholas dan si pink. Dan entah perasaannya saja atau memang semua orang memandangi Nicholas. Tatapan mereka menghakimi dan itu membuat Nicholas risih.

Nicholas tahu apa yang ada di pikiran mereka. Mereka berharap Nicholas melakukan sesuatu. Menawarkan payungnya untuk wanita hamil ini.

'Dan kenapa mereka hanya memandangi ku saat ada satu mahluk lagi yang sedang menggenggam payung juga?' pikir Nicholas, sebisa mungkin tidak memutar matanya saat ini.

Tentu saja mereka semua berharap Nicholas bersikap Gentleman. Si merah muda sudah akan membuka mulutnya. Dan karena Nicholas bukan seseorang yang nyaman di cap sebagai pria tidak sopan yang egois. Nicholas mendahului nya. Lagi pula masih ada kemungkinan si wanita hamil ini menolak tawarannya.

“Anda bisa memakai payung ini Nyonya.” Nicholas mengatakannya dengan suara paling dalam. Nicholas bahkan tidak ingat dimana dia mempelajari cara bicara seperti itu.

“Benarkah? Terima kasih Tuan.” Tanpa di sangka tawaran Nicholas langsung di terima oleh wanita hamil itu. Nicholas hanya bisa mengeluh dalam hati. Baiklah mungkin ini bukan hari baik.

Sambil tetap mempertahankan senyum diplomasinya. Nicholas bergumam ‘sama-sama’ . Semua orang tidak memandanginya lagi dan itu lebih baik.

Nicholas sudah berbalik berjalan ke kotak rokok otomatis untuk membeli rokok. Saat dia mendengar wanita hamil itu ingin menukar payung nya dengan warna merah muda, milik si pinky. Tawa mereka masih bisa dia dengar. Dan Nicholas hanya bisa menahan kesalnya dengan bibir yang rapat.

Nicholas sedang berdiri di depan mini market sambil merokok. 'Harusnya dari tadi aku berlari saja ke halte bus.' keluh Nicholas dalam hati.

Nicholas menunduk dan melihat sepatu cantik berwarna merah muda. Nicholas mengernyit sebentar sebelum mendongak. Matanya langsung dihadapkan dengan wajah bulat dan cantik. Mata si pinky yang coklat berbinar menatapnya. Dia tersenyum dengan bibir nya yang mungil dan penuh berwarna pink. Baiklah sejauh ini warna pink yang paling Nicholas suka dari semua pink yang melekat pada tubuh wanita ini adalah bagian bibirnya. Dan Nicholas bersyukur dia sudah memakai mantelnya. Dan mantelnya berwarna coklat bukan pink yang menyakiti mata Nicholas lagi.

“Maaf, tuan jika tujuan anda ke halte bus. Kurasa kita bisa berbagi payung. Anggap saja ini adalah hadiah untuk kebaikan Anda pada Nyonya tadi.” Dia masih tersenyum selagi mengatakan kalimat tadi.

Seandainya dia tahu umpatan-umpatan apa saja yang ada di hati Nicholas tadi. Tapi sekali lagi Nicholas tidak akan sukses berbisnis jika dia tidak punya senyum diplomasi seperti yang tengah dia terbitkan sekarang.

“Jika Anda tidak keberatan.”

Si pinky menggeleng sebentar. “Tidak sama sekali.”

“Kalau begitu izinkan saya yang memegang payungnya untuk Anda.”

Wanita itu tersenyum lagi pada Nicholas sambil menyodorkan payung merah. Nicholas membuang puntung rokok dan membuka payung.

'Banyak sekali aturan menjadi laki-laki yang tidak pernah di ajarkan tapi kami semua melakukannya.' helaan napas ringan terhembus dari hidung Nicholas

Nicholas benar-benar sekuat tenaga tidak menghela napas lelah. Pria harus berjalan disisi luar jika berjalan beriringan dengan kaum hawa. Dan Nicholas melakukannya. Jika sedang berpayung, maka pria yang harus memegang payungnya dan mencondongkannya lebih kepada wanita. Dan Nicholas melakukannya. Dan pria harus mengikuti langkah wanita. Dan Nicholas juga melakukannya.

Ini benar-benar tidak berguna, bahu kiri Nicholas basah karena payung yang ukurannya kecil ini. Wanita ini berjalan lambat, mungkin karena sepatu hak tingginya.

'Kenapa wanita suka memakai hal-hal yang merepotkan begitu.' pikir Nicholas masih merasa kesal.

Sampai di halte mereka bertemu lagi dengan wanita hamil tadi, dia melambai dan tersenyum. Dia menghampiri Nicholas dan si pinky dengan cukup semangat, membuat Nicholas meringis khawatir dia terpeleset.

“Aku tahu itu,” dia berseru agak kencang, "benang merah mengikat orang-orang yang berjodoh.” Nicholas mengerutkan kening mencerna perkataannya.

“Tidak ada benang merah disini Nyonya, yang ada hanya payung merah.” Nicholas berusaha menanggapi humor ini.

“Payung atau pun benang selama itu berwarna merah. Itu sama saja. Percayalah padaku ini sudah takdir.” cerocos wanita hamil itu.

Nicholas tidak menanggapi kalimatnya yang itu. Si wanita hamil memandang Nicholas dengan mata yang berbinar, sementara si pink entah kenapa semua wajahnya juga menjadi bersemu merah muda.

...----------------...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!