Dokter Terbaik Di Bawah Langit
Raka duduk di belakang meja kerjanya yang rapi, matanya terpaku pada layar komputer bercahaya di depannya. Dengan jari-jari yang lincah dan pasti, dia menggerakkan mouse komputer, membuka file demi file dari pasien-pasien yang baru saja masuk ke rumah sakit swasta tempat dia bekerja.
Dia adalah seorang dokter muda, masih dalam awal karirnya namun sudah menunjukkan dedikasi dan ketekunan yang luar biasa dalam pekerjaannya. Rumah sakit swasta tempat dia bekerja adalah salah satu yang terkemuka di Jakarta, dengan reputasi untuk kualitas perawatan pasien dan profesionalisme staf medisnya.
Raka tampak seperti dokter muda lainnya - ia mengenakan jas putih bersih dengan nametag berbunyi "Dr. Raka" dipasang dengan rapi di saku dadanya. Dia selalu tampak tenang dan fokus, wajahnya jarang menunjukkan emosi apa pun selain ekspresi profesional yang tenang.
Tiba-tiba pintu ruangannya terbuka dan seorang perawat muda bernama Sari memasuki ruangan.
"Dokter Raka," katanya dengan nada formal namun ramah, "Pasien baru telah tiba."
Namun jika Anda melihat lebih dekat, Anda akan melihat ada sesuatu di balik tatapan tajam matanya - sebuah rasa pengetahuan dan pemahaman yang mendalam tentang dunia kedokteran. Ada sesuatu tentang cara dia menatap layar komputernya itu, seolah-olah dia bisa melihat lebih jauh daripada data dan grafik pada layar.
"Terima kasih, Sari," kata Raka tanpa menoleh dari layarnya. "Saya akan datang segera."
Dia mendengarkan langkah kaki Sari menjauh dari ruangannya sebelum akhirnya kembali fokus pada pekerjaannya.
Tetapi tidak ada orang lain di rumah sakit itu yang menyadarinya. Bagi mereka semua, Raka hanyalah dokter muda biasa - salah satu dari banyak dokter berbakat yang bekerja keras untuk merawat pasien mereka setiap hari.
Dan itulah cara Raka ingin itu tetap - sebagai seorang dokter biasa tanpa apa pun istimewa tentang dirinya. Setidaknya itulah gambaran dirinya kepada dunia luar - gambaran seorang pria biasa dengan hidup biasa.
Ruang kerja Raka tampak seperti ruangan dokter biasa. Dinding-dinding berwarna putih polos hanya diberi sedikit hiasan - beberapa sertifikat dan penghargaan medis yang dia raih selama karirnya. Sertifikat-sertifikat tersebut, meski sedikit, menunjukkan dedikasi dan kompetensinya dalam bidang kedokteran.
Di atas meja kerjanya, laptop modern berbahan metal tergeletak rapi di samping tumpukan buku teks medis tebal yang dipenuhi dengan post-it warna-warni dan catatan margin. Di sudut meja, secangkir kopi hitam hampir kosong menunggu untuk diminum - satu-satunya tanda bahwa dokter muda ini juga membutuhkan energi tambahan untuk menjalani hari-harinya.
Raka adalah dokter umum di rumah sakit ini. Dia sering kali menjadi orang pertama yang bertemu dengan pasien yang datang mencari bantuan. Pasien-pasien itu datang dalam semua bentuk dan ukuran - dari anak-anak kecil dengan pipi merah karena demam tinggi, hingga lansia dengan wajah pucat dan tubuh lemah karena penyakit kronis.
Namun tidak peduli siapa pasiennya, Raka selalu mendengarkan mereka dengan sabar. Dia mendengarkan keluhan mereka satu per satu, mencatat setiap detail penting sambil memeriksa mereka secara fisik jika perlu. Kemudian, dengan tenang dan bijaksana ia memberikan penilaian medisnya - memberikan diagnosis atau merencanakan pengobatan lebih lanjut.
Tidak ada yang mengira bahwa di balik sikap profesionalnya itu, Raka menyimpan rahasia besar tentang kemampuannya yang luar biasa dalam bidang kedokteran.
Tapi untuk saat ini, dia hanya Raka - seorang dokter biasa di sebuah rumah sakit swasta. Dan dia lebih dari senang untuk menjaga hal itu tetap seperti itu.
Dengan tangan terampil, dia mengetik diagnosis akhir pada catatan elektronik pasien terakhirnya untuk hari ini. Lalu ia meraih secangkir kopinya dan melanjutkan pekerjaannya sebagai dokter biasa - setidaknya untuk saat ini.
Setelah menyelesaikan catatan medis terakhirnya, Raka berdiri dan meninggalkan ruangannya. Dia melangkah melewati koridor rumah sakit yang sibuk menuju ke ruang tunggu. Di sana, pasien barunya telah menunggu - seorang pria paruh baya dengan raut wajah yang tampak pucat dan lelah.
Di sisinya, seorang wanita yang tampaknya adalah istri pasien tersebut berdiri dengan cemas. Anak-anak mereka berdua duduk di kursi tunggu, wajah mereka dipenuhi kekhawatiran.
"Dokter Raka," kata wanita itu ketika Raka mendekat. Suaranya gemetar sedikit karena kecemasan. "Ini suami saya, Pak Budi."
Raka mengangguk dan memberikan senyum tenang kepada mereka semua untuk mencoba meredakan ketegangan di udara.
"Selamat siang, Pak Budi," kata Raka dengan suara tenang namun pasti. "Saya Dr. Raka dan saya akan membantu Anda hari ini."
Pria paruh baya itu mengangguk lemah, terlihat jelas bahwa dia merasa tidak nyaman.
"Saya mendengar Anda merasa tidak enak badan," lanjut Raka sambil memeriksa catatan medis pasien di tablet-nya. "Bisakah Anda ceritakan apa yang Anda rasakan?"
Selama beberapa menit berikutnya, Pak Budi menjelaskan gejala-gejalanya - kesulitan bernapas, sakit dada - dan Raka mendengarkan dengan seksama sambil mencatat detail penting.
Setelah selesai mendengarkan keluhan Pak Budi, Dr.Raka kemudian berkata pada istri Pak Budi,
"Bu,Ibu bisa tenang dulu ya,kami akan lakukan semua upaya terbaik untuk suami Ibu."
Kemudian ia bangkit dari kursinya dan berkata kepada keluarga tersebut,
"Sekarang mari kita lihat apa yang bisa kita lakukan untuk membuat Pak Budi merasa lebih baik."
Dengan itu dia memimpin jalan menuju ruangan perawatan dimana tim medis sudah menunggunya.
Setelah Budi selesai menjelaskan gejala-gejalanya, istri pak Budi, Bu Widi, mengambil alih percakapan. Dia adalah wanita yang elegan dengan penampilan yang rapi dan mewah. Dari kalung berlian di lehernya hingga jam tangan mewah di pergelangan tangannya, dia tampak seperti wanita yang terbiasa dengan kehidupan mewah.
"Pak Budi sudah beberapa bulan ini merasa tidak enak badan," kata Bu Widi dengan suara yang jelas dan pasti.
"Awalnya hanya sesekali merasa lelah dan sesak napas. Tapi kemudian semakin sering dan semakin parah."
Dia mengambil napas dalam-dalam sebelum melanjutkan.
"Kami sudah pergi ke beberapa dokter, melakukan berbagai tes dan pemeriksaan. Mereka semua bilang bahwa Pak Budi menderita penyakit jantung koroner."
Raka mendengarkan dengan seksama sambil mencatat detail penting di tablet-nya.
"Tapi ada sesuatu yang aneh," lanjut Bu Widi dengan ekspresi bingung di wajahnya. "Pengobatan yang biasa diberikan kepada pasien dengan kondisi serupa tampaknya tidak efektif untuk Pak Budi. Dokter kami sebelumnya bahkan mengatakan bahwa dia tidak yakin apa yang sebenarnya terjadi."
Bu Widi menunduk sedikit, rambut panjangnya jatuh menutupi wajahnya selama beberapa detik sebelum dia kembali menatap Raka.
"Dokter itu merekomendasikan kami untuk datang ke sini," katanya akhirnya. "Ke Duta Sehat International...kepada Anda, Dr.Raka."
Dia menarik napas dalam-dalam lagi seolah mencari kekuatan untuk melanjutkan.
"Dia bilang Anda adalah satu-satunya orang yang mungkin bisa membantu kami." Suaranya hampir berbisik saat ia menyampaikan harapan terakhir mereka pada Raka.
Bu Widi tampak rapuh dan putus asa saat ia meraih tangan Raka dan memandangi matanya dengan penuh harapan.
"Dr.Raka," ucap Bu Widi sambil tangannya gemetaran memegang tangan Raka.
"Kondisi Pak Budi semakin memburuk setiap harinya...saya...kami benar-benar takut..." air matanya mulai berlinang,
"Saya mohon bantu kami."
Lalu dia menguatkan dirinya lagi dan berkata dengan suara pasti:
"Uang bukan masalah bagi kami Dr.Raka... Kami akan membayar berapapun biayanya asalkan Pak Budi bisa pulih kembali."
Sementara Bu Widi berbicara, Raka tidak bisa tidak memperhatikan dua wanita muda yang duduk di belakangnya. Mereka adalah putri kembar Pak Budi dan Bu Widi - Nia dan Lia. Keduanya adalah mahasiswi dari universitas terkemuka di negeri ini dan sedang menempuh studi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, jurusan Manajemen Keuangan Internasional.
Nia dan Lia memiliki penampilan yang sangat mirip, seperti yang biasa terjadi pada anak kembar identik. Mereka sama-sama cantik dengan rambut hitam panjang mereka diikat rapi dalam ikatan kuda, wajah mereka bersih dan segar meski tampak jelas kekhawatiran dalam mata mereka.
Mereka duduk dengan sikap tegap, menunjukkan pendidikan baik yang mereka terima. Meski tampak cemas, sikap mereka segera berubah saat ibu mereka selesai bicara.
Nia adalah yang pertama berbicara setelah ibunya selesai bicara. "Dr.Raka," katanya dengan nada sinis. "Kami datang ke sini karena rekomendasi dokter sebelumnya... tapi kami tetap skeptis."
Lia mengangguk setuju sambil menambahkan dengan nada meremehkan, "Ya... Kami pernah mendengar tentang Anda... Tapi kami juga tahu bahwa ada banyak dokter lain yang lebih berpengalaman."
Walaupun kata-kata mereka cukup menyakitkan, Raka tetap tenang dan profesional. Dia memahami bahwa ketidakpercayaan ini mungkin berasal dari ketakutan akan kondisi ayah mereka.
"Kami menghargai keraguan Anda," jawab Raka dengan tenang. "Tetapi saya harap Anda bisa memberi saya kesempatan untuk membantu ayah Anda."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
hc gf
bagusss
2023-11-10
1